Dua Puluh Lima

328 32 2
                                    

Di pagi hari, Ellard disibukkan dengan bahan-bahan masakan yang telah disediakan pelayannya untuk dimasak. Ia bangun pagi-pagi sekali. Bekerja sebentar, olahraga, setelahnya mandi lalu turun ke bawah dengan bertelanjang dada— sedang bawahannya mengenakan celana sweatpants. Ia turun tangan sendiri memasak sarapan pagi untuk dirinya dan istrinya. Hari ini ia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor. Ketakutan akan Ara yang akan pergi darinya masih terus menghantui.

Setelah cukup lama ia berkutat dengan masakan, akhirnya semua selesai dan langsung dihidangkan di atas meja. Derap langkah yang terdengar menghampiri dapur membuat Ellard menyunggingkan senyum. Ara masih memakai piyama tidur dan rambutnya di cepol sembarang. Kentara sekali perempuan itu belum mandi. Hanya membasuh wajah dan gosok gigi. Kebiasaan Ara jika hanya di rumah.

"Morning sayang" sapa Ellard

Ara tidak menyahut. Ia mengambil jus kemasan di kulkas, menuangkannya dalam gelas lalu meminumnya sampai habis. Wajahnya tertata datar tanpa mempedulikan keberadaan Ellard di sana. Merasa tidak diacuhkan, Ellard menghampiri lalu menarik sikunya pelan hingga tatapan Ara menatapnya sepenuhnya.

"Aku sudah masak. Kita sarapan bersama" ucap Ellard lembut sembari membawanya keluar meninggalkan dapur dan langsung mendudukkannya di kursi tepat dihadapan meja makan.

"Aku enggak lapar" tolak Ara, segera bangkit dari kursi hendak pergi namun dengan sigap Ellard menahan bahunya dan kembali membuatnya terduduk.

"Jangan berbohong. Semalam kamu belum ada makan sama sekali. Sekarang makan dulu. aku enggak mau kamu sakit" sergah Ellard, mulai menyendokkan nasi ke dalam piring

"Aku sudah sakit" pelan, namun sanggup membuat gerakan tangan Ellard yang hendak mengambilkan lauk-pauk terhenti. Ia menoleh dan mendapati Ara bergeming menatap hidangan di depannya tanpa ekspresi.

Ia jelas mengerti makna kata sakit yang diucapkan Ara. Wanita itu sama sekali belum melupakan kejadian semalam. Tentu saja, Ara tidak akan lupa atau pun memang tidak akan pernah melupakan— mengingat luka yang ia torehkan sangat besar.

"Aku tahu," tercekat, Ellard berucap lirih. Dia kembali melanjutkan meletakkan jenis makanan kedalam piring, menggeser rapat kursinya dengan Ara. Ellard menyendokkan makanan lalu mengarahkan suapan itu tepat di depan mulut Ara yang masih tertutup

"Sayang, buka mulutnya" pintanya menunggu

Ara masih bergeming. Ellard menghela nafas, "atau kamu mau kusuapi pakai mulutku saja?" ucapnya, mencoba peruntungan "kedengarannya cara itu lebih menarik. Lagipula sudah lama kita tidak melakukannya. Transfer makanan dari mulut ke mul—"

"Aku bisa makan sendiri" potong Ara cepat seraya menarik piring dari tangan Ellard dan langsung memakannya.

Ellard mengulum senyum. Gadisnya ini ternyata masih takut dengan ancamannya yang begituan.

"Good wifey" kekeh Ellard mengusap-usap puncak kepala Ara

Ellard memangku dagunya, menikmati pemandangan istrinya yang makan dengan santai tanpa mempedulikan kehadirannya di sebelah.

"Kamu enggak makan?" Ara menautkan alis saat Ellard hanya memandanginya sejak tadi

"Gimana mau makan kalo jatah aku udah kamu makan sendiri semua" sahutnya sambil menunjuk dengan dagu piring Ara

Ara mengangkat sebelah alis, "Itu disana masih banyak. Kamu ambil lagi"

"Ck, enggak bisa sayang. Aku uda sendokin dipiring kamu untuk kita berdua." Decak Ellard "malas mau ambil lagi" lanjutnya mengerucutkan bibir

Ara menghembuskan nafas kasar, ingin mengabaikan lelaki yang telah menyakitinya ini namun hatinya yang lain tidak tega. Biar bagaimana pun ia masih berstatus sebagai istrinya dan sudah seharusnya dialah yang melayani suaminya ini.

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang