33

101 12 1
                                    

Hari beranjak larut ketika Leo mengantar pulang Ara dan anak-anaknya. Sepanjang hari mereka memang menghabiskan banyak waktu, makan dan memainkan banyak permainan di Mall— layaknya keluarga bahagia. Sikembar begitu antusias dan sangat aktif sepanjang disana hingga membuat Ara dan Leo harus memusatkan perhatian lebih pada kedua bocah kembar itu.

"Kakak langsung pulang?" tanya Ara, ketika keduanya keluar dari kamar sikembar. Kedua mahluk kecil itu sudah tertidur begitu lelapnya.

Leo tersenyum mengangguk. "Besok aku harus pimpin rapat di Manhattan"

"Tapi ini sudah larut. Apa tidak bisa ditunda?" cemas Ara

"Seandainya bisa ditunda, sudah aku lakukan sejak tadi" Leo mendesah lesuh "aku juga masih merindukan si kembar"

Ara menatap dalam Leo. Hatinya menghangat— lelaki ini terlihat begitu jelas sangat menyayangi anak-anaknya.

"Terimakasih kak," lirih Ara dengan mata yang memanas

"Untuk?" dahi Leo berkerut

"Untuk semua yang telah kakak lakukan buat kami. Terlebih anak-anakku. Sungguh, aku tidak tahu bagaimana lagi harus membalas perbuatan baik kakak,"

Leo tidak langsung menjawab. Dia meraih jemari Ara dan menggenggamnya erat.

"Kamu ingin tahu bagaimana cara membalasnya?" tanya Leo, menatap lekat manik berair Ara

Ara terdiam, namun tatapannya seakan menantikan perkataan selanjutnya dari Leo

"Buka hatimu untukku." Ucap Leo dengan tatapan yang tak putus dari Ara "Ara, aku masih menantikan jawabanmu"

Ara menundukkan wajahnya. Ini adalah pembahasan yang selalu ingin dihindarinya. Ya, tahun lalu... tepatnya waktu sikembar selesai merayakan pesta ulang tahun mereka yang ketiga tahun, Leo mengutarakan perasaannya yang terpendam selama ini pada Ara. Leo mencintainya. Suatu hal yang tidak pernah disangka-sangkanya. Waktu itu Ara begitu shock, lidahnya mendadak keluh hingga tidak mampu mengatakan apapun lagi setelahnya. Leo mengerti dan tidak pernah membahasnya lagi, tapi malam ini...

"Kak, aku tidak ingin mengecewakanmu." Ara menatap Leo dengan serius.

"Apa kamu sama sekali tidak ingin memberikanku kesempatan?"

"Asal kakak tahu, sejak kakak mengatakan itu— hampir setiap hari aku memberikan kesempatan untuk hatiku agar bisa menerimamu atau pria lain. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak ingin memaksakan sesuatu yang tidak bisa kulakukan." aku Ara "memang dulu, aku pernah menaruh perasaan pada kakak... tapi itu berubah setelah aku menikah dengan Ellard. Aku... masih mencintainya. Maaf kak..." Ara menunduk penuh rasa bersalah.

"Ara..."

"Dia memang sudah sangat menyakitiku. Dan bahkan karna sakit itu, aku pernah memohon kepada Tuhan bukan untuk menyatukan kami kembali, melainkan untuk melupakan. Tapi... nyatanya sampai sekarang pun aku tetap tidak bisa membuangnya dari hatiku." Lanjut Ara dengan airmata yang mengalir di pipi. "andai waktu itu kakak mengatakannya sebelum aku menikah, mungkin yang tetap kucintai sekarang adalah kakak,"

Leo terdiam tanpa melepaskan tatapannya dari Ara. Gadis kecilnya ini sama sekali tidak memberinya kesempatan. Dia benar-benar telah kalah. Si berengsek Ellard telah berhasil membuat Ara hanya jatuh padanya. Menahan sesaknya, tangan Leo terangkat mengusap lembut bulir bening di pipi Ara.

"Jadi, kamu ingin kembali padanya?" pelan, Leo bertanya

Ara bergeming. Lidahnya keluh untuk menjawab, namun didetik selanjutnya dia menggeleng lemah.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan jika tiba-tiba dia berhasil menemukan kalian? Ingat, yang menyembunyikanmu adalah Ayahnya. Tidak akan selamanya dia akan merahasiakan keberadaanmu dari anak yang dikasihinya— apalagi beliau tahu cucunya sudah tumbuh sebesar ini. anak-anak itu juga memerlukan sosok seorang ayah." Jelas Leo dengan tangan yang tak lepas membelai pipi Ara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencintaimu itu SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang