Happy reading!
.
.
.⋇⋆✦⋆⋇
Dentingan piring dan sendok menyapa pagi Hervé. Gadis itu langsung beranjak dari kamarnya menuju ke dapur dengan penampilan yang masih berantakan. Ah, rambut kusut mengembang dan wajah bantal masih melekat. Alisnya bertaut heran ketika melihat dua piring berisi telur dadar mentega dan segelas susu sudah siap di atas meja makan.
Kini atensi beralih ke kitchen set, netranya melihat Charlie sibuk membersihkan sisa-sisa masakan yang berserakan di dekat kompor. Celemek merah, kaos hitam, celana pendek, dan ... kacamata hitam yang bertengger di atas kepala---entah mau masak atau bergaya, Hervé sampai mengernyit melihat kelakuan Charlie.
"Kau pulang? Sejak kapan kau di sini?" Suara serak Hervé mencuri perhatian laki-laki berusia 24 tahun itu.
"Ah, kau sudah bangun." Charlie bergegas menghampiri adiknya dan menarik kursi di meja makan lalu menyuruhnya untuk duduk. "Sebut saja ini permintaan maafku karena tidak bisa menemanimu kemarin."
Hervé menaruh tongkatnya di sisi kursi, lalu berkata, "Aku tidak mau makan masakanmu. Dari baunya saja sudah membuatku sakit perut," gadis itu terkekeh dibalas toyoran kecil oleh Charlie. Seketika raut wajahnya menjadi cemberut. Dengan malas Hervé mengambil sesuap telur yang telah Charlie siapkan untuknya.
"Cepat habiskan sarapanmu dan pergi mandi. Aku ada rencana hari ini."
"Kau tidak ada jadwal hari ini? Biasanya kau super sibuk."
"Hervé-ku sayang, anak bungsu dari kedua orang tuaku, akan kuberi segalanya untukmu---"
"Bullshit. Kalau Ale mengajakmu keluar juga kau akan meninggalkanku di rumah sendirian." Hervé memutar bola matanya.
Menahan kekehan, Charlie tidak berkomentar dan hanya memberi kecupan singkat di puncak kepala Hervé. "I love you, Sissy."
Duduk bersebrangan di meja makan, mereka menikmati sarapan dalam diam. Atmosfer yang tercipta di antara mereka entah kenapa menjadi begitu aneh. Ada perpaduan emosi di sana. Tidak hanya itu, perasaan gelisah kembali hadir di hati Hervé pasalnya sang kakak terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi sengaja ditahannya agar gadis itu mendorong diri untuk bertanya duluan. Dan ya, hal itu berhasil memancing rasa penasaran Hervé kepadanya.
Hervé juga merasa bimbang, takut kalau-kalau Charlie membahas tentang hubungannya dengan Marc lagi walau sudah dijelaskan ribuan kali. Charlie menjadi begitu ketat dengan semua yang berhubungan dengan Marc, padahal kalau dilihat dari sudut pandang pekerjaan mereka, pertemanan Charlie dan Marc sangat dekat.
Hal itu menjadi masalah Hervé sekarang selain sikap Marc yang semakin hari semakin menjengkelkan.
"Kalau mau membahas tentangnya, kurasa ini bukan saat yang tepat, Charlie," ucap Hervé ketus tanpa melakukan kontak mata dengan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yesterday Once More
RomanceDalam perjuangannya untuk pulih dari cedera parah yang membuatnya absen dari dunia balap, Hervé Litto dihadapi masalah percintaannya dengan seorang driver DNCR berkebangsaan Spanyol, Marc Moreno. Di sisi lain, tim yang menyelidiki penyebab kecelakaa...