Max sudah memperingati, tapi Hervé telalu keras kepala. Pada akhirnya Hervé harus menelan kekecewaannya mentah-mentah. Marc lagi-lagi mengingkari janji, hatinya perih harus menerima kenyataan ini. Suasana hati langsung berubah drastis. Hal ini seringkali terjadi, akan tetapi Hervé terlalu buta dan gampang terbuai seperti yang dikatakan Max.
Langit benar-benar gelap, udara pun menjadi dingin. Dengan dress selutut yang dikenakan oleh gadis berambut cokelat itu tidak mungkin bisa menahan angin malam lama-lama. Max berdiri, mengulurkan tangannya berniat membantu Hervé untuk ikut berdiri.
"Ayo, akan kutunjukkan sesuatu."
Gadis itu hanya bisa menghela napas, kemudian mengambil tongkatnya lalu meraih uluran tangan yang Max tawarkan.
"Clue?"
"Yang selama ini kau tanyakan pada Charlie."
Apa maksudnya ... Marc? Batin Hervé bertanya-tanya.
Max melanjutkan, "Aku akan bantu jawab."
Laki-laki beriris biru itu kemudian membuka pintu mobil untuk Hervé, lalu ia membantu gadis itu mencapai mobilnya, masuk dan duduk di sebelahnya.
Saat Hervé sudah benar-benar di posisinya, laki-laki itu pun segera beralih ke kursi pengemudi.
Mesin dihidupkan, pedal gigi didorong, kaki menancap gas dan roda-rodanya berputar.
Melaju di antara mewahnya gedung-gedung di jalanan Monte Carlo, tak ada satu pun di antara mereka yang membuka suara. Hening begitu nyaring, hanya diiringi deru mesin yang garang dari arah belakang.
Hervé menyandarkan kepalanya ke sisi jendela yang tertutup, sesekali dirinya bercermin pada spion mobil dan melihat betapa kacaunya ia malam ini. Sebenarnya hati sudah meronta untuk segera pulang, akan tetapi rasa penasarannya mendorong diri untuk mengikuti ke mana arah yang akan mereka tuju.
Persimpangan ini dan itu, lampu merah, dan jalan yang sangat familier bagi Hervé. Monte Carlo memang indah, tapi sudah menjadi pemandangan yang biasa ketika hari-hari selalu melewati jalan yang sama.
Tidak butuh waktu yang lama, mobil yang Max kendarai memasuki area parkir mall. Seketika kepalanya tegak kembali, bertanya-tanya kenapa Max mengajaknya ke sini, dia sama sekali tidak menduga hal ini.
"Kenapa---"
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Max memotong, "Kalau ingin tahu apa yang Charlie enggan katakan, kita bisa mulai dari sini."
Hervé membalas dengan diam. Lagi-lagi helaan napas keluar dari mulutnya.
Ketika mobil telah terparkir dengan baik, keduanya turun dari kendaraan beroda empat itu.
Kini Hervé berharap ada kursi roda atau semacamnya karena kaki itu sudah terlalu lelah untuk melangkah lebih jauh.
"Kau mengajakku ke sini dan penampilanku seperti orang kalah taruhan begini."
"Kalau boleh jujur penampilanmu jauh lebih buruk, astaga," balas Marc dengan kekehan kecil.
"Shut up." Hervé memutar bola matanya dengan malas.
"Bisa jalan sendiri, kan? Atau perlu kugendong?"
"Aku tidak lumpuh."
"Kau terlihat seperti orang jompo."
Hervé berdecak. "You're annoying, shut up! Sini kupatahkan kakimu agar kau rasakan juga."
Max tertawa, setidaknya hal itu bisa mengalihkan pikirannya untuk sesaat. "Biar kubantu." Kali ini Hervé tidak menolak.
![](https://img.wattpad.com/cover/360490602-288-k956987.jpg)
YOU ARE READING
Yesterday Once More
عاطفيةDalam perjuangannya untuk pulih dari cedera parah yang membuatnya absen dari dunia balap, Hervé Litto dihadapi masalah percintaannya dengan seorang driver DNCR berkebangsaan Spanyol, Marc Moreno. Di tengah memadamnya percikan semangat untuk pulih, t...