LAP 5 | Fall For M

120 34 15
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

.
.
.

⋇⋆✦⋆⋇

Kejadian itu terjadi begitu cepat. Siapa sangka kalau si pelanggan yang menimbulkan rasa penasaran Hervé adalah sosok yang paling dia harapkan kehadirannya selama ini. Marc Carlo Cenamor Monero, yang kini tengah berbincang serius dengan Charlie setelah menyelamatkan Hervé dari hantaman lantai keras.

Hervé duduk bersama Ale di kursi dekat balkon mall sementara kakaknya masih melanjutkan percakapannya dengan Marc. Sesekali gadis itu memandang ke arah mereka, harap-harap Charlie tidak menunjukkan ekspresi marah atau lainnya yang berkaitan dengan hal ini.

Pertama, memang salahnya ketika pergi tanpa sepengetahuan Charlie. Kedua, secara kebetulan Marc berada di tempat yang sama ketika kecerobohannya terjadi. Namun, bagaimana pun itu Marc telah menolongnya walau dia masih merasakan sakit dari cedera kakinya.

"Apa masih sakit?" Ale memastikan sambil menyodorkan sebotol air putih.

Hervé menggeleng, tapi perhatiannya masih terpaku dan berharap bisa membaca bahasa tubuh Charlie. "Sudah tidak."

"Jangan khawatir soal Marc, Charlie tidak semenakutkan itu," ujar Ale dengan tawa kecil di akhir.

Hervé menghela napas panjang. "Charlie tidak kelihatan senang, padahal ini murni kesalahanku, tapi kenapa harus Marc yang diajak bicara."

Ale spontan menggenggam tangan Hervé. "Kakakmu itu sayang padamu, bahkan dia lebih sering membicarakan tentang dirimu daripada aku ke orang lain, kau tahu itu. Dia hanya ingin kau tetap aman. Hal sekecil ini saja membuatnya panik setengah mati."

Hening sesaat, Hervé tidak tahu harus menjawab apa selain tetap bungkam. Memang, Charlie adalah orang yang penyayang, apalagi tentang kebutuhan Hervé sendiri, tapi terkadang hal itu juga mengundang perasaan lain seperti kekangan yang Charlie bangun untuknya. Lebih tepat dikatakan sebagai dinding daripada kekangan, dan Hervé tidak suka dibatasi seperti itu.

Sama-sama keras kepala, bukan hal baru lagi bagi Ale ketika dia harus menjadi penengah antara Hervé dan Charlie ketika mulai berselisih paham.

Derap langkah terdengar mendekat kala perhatian telah dialihkan, Charlie memandang adiknya tanpa ekspresi, datar dan dingin adalah hal yang Hervé rasakan saat ini. Otot-ototnya menegang, keheningan Charlie bagai angin malam yang mencekam, ditambah lagi lirikan tajam dari netranya.

Begitu Charlie mendekat, lengan besarnya langsung menarik tangan Hervé dan memaksa gadis itu untuk bangkit lalu pergi dari mall. Sontak gadis itu terkejut bukan main pasalnya dirinya juga tak mau meninggalkan Marc seperti ini, kesannya tidak sopan dan Hervé pun jadi tidak nyaman karena harus berakhir begini.

Gadis berambut cokelat bergelombang itu pun dengan cepat mengambil tongkatnya dan menitahkan Charlie untuk berjalan dengan pelan.

"Charlie, ada apa?" Ale menyusul, dan pertanyaannya sama sekali tak dipedulikan.

Yesterday Once MoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang