20. Menerima

50 24 0
                                    

"Za,"

"Hemm kenapa?" Azea menoleh ke arah Rayyan yang memandang lurus kedepan. Ia menunggu Rayyan berbicara.

"Saya gak tahu, apa saya sudah bisa nerima semua yang sudah lalu atau belum. Tapi saya rasa sejak kejadian kemarin di lampu merah itu .." Rayyan menjeda kalimat nya.

"Iya?"

"Saya janji buat cerita ke kamu kan, ya?" Tanya Rayyan sebelum ia bercerita banyak.

Azea mengangguk mengiyakan perkataan Rayyan. Ia ingat waktu di rumah sakit bahwa Rayyan akan cerita kepada nya.

Azea menunggu dan sangat penasaran. Akan tetapi ia tak boleh berharap banyak dari cerita yang ingin Rayyan sampaikan.

"Cerita saja. Gak papa Ray."

Rayyan mulai bercerita tentang kejadian hari itu di persimpangan jalan raya lampu merah.

"Begitu Za ..." Ujar Rayyan mengakhiri cerita nya. Ia menelan saliva nya sambil menunduk kebawah.

"Dan saya rasa ... saya belum sepenuh nya menerima takdir itu Za. Takdir dari kehilangan Mama untuk selama-lamanya, kecelakaan di lampu merah itu, juga fakta tentang Papa saya hari itu. Dan andai aja hari itu bukan hari ulang tahun saya yang ke 13 pasti semua nya gak akan begini."

"Saya benar-benar merasa takut dengan semua memori itu, saya takut untuk semua orang yang pergi dari hidup saya. Saya benci, kesal, marah, sedih jika mereka harus pergi Za." Tatapan dari pemilik netra cokelat itu kembali sendu. Tatapan nya kemudian mengarah ke arah lampu-lampu bangunan kota itu.

Azea masih tetap setia menunggu Rayyan selesai bercerita dan mengeluarkan semua dan segala unek-unek yang Rayyan rasakan sekarang ini. Entah rasa sesak, atau perasaan sakit yang terlalu lama ia pendam.

"Saya juga pernah di tinggalkan oleh teman masa kecil saya. Ia pergi gitu aja tanpa bilang kemana ia pergi. Dari situ saya mulai membenci hidup saya yang mulai kesepian. Benci dengan segala hal yang berlawanan dengan saya. Baik yang berubah, hilang ataupun pergi ... "

"Untuk itu kamu jangan pergi juga Za,"

Deg

Jantung Azea berdegup kencang. Mendengarkan pengharapan dari Rayyan yang terdengar putus asa dan sebenci itu dengan kata 'kehilangan'. Ia tahu makna dari kata itu, membuat hati nya juga semakin ikut sakit.

"Sekali lagi saya merasa takdir hidup itu gak adil!! ... Dunia atau Tuhan itu gak adil, dengan saya. Tapii saya juga menyadari bahwa hidup saya di tangan-Nya. Jadi saya berusaha untuk tidak boleh menyalahkan Tuhan atau takdir. Karena saya juga harus bersyukur kepada-Nya. Tapi saya bingung apa yang pantas di salahkan atas hidup saya? Jadi dari situ saya memilih untuk memendam nya sendiri." Jelas Rayyan. Dan tanpa ia sadari dari sudut mata nya keluar cairan bening yang mengairi pipi nya.

"Hahaha ... saya jadi nangis Za, pecundang sekali. Bahkan gak bisa nerima semua nya secara langsung." Rayyan tertawa hampa, sambil sesekali menyapu kasar air mata yang turun membasahi pipi nya.

"Rayyan kamu hebat!"

Tiga kata itu mampu membuat diri Rayyan mematung sejenak. Tanpa ia bohongi hati nya merasa menghangat dan lebih baik.

"Ray, aku mau bilang kalau kamu udah keren banget! Sampai di titik ini itu hebat banget. Apa yang kamu lalui dahulu mungkin ... sangat-sangat gak mudah bagi kamu. But I'm so proud of you yang tetap berusaha kuat dan gak mudah untuk nyalahin takdir atau Tuhan. Menurut ku gak semua orang bisa begitu mikir nya."

"Dan aku yakin seiring berjalan nya waktu, kamu akan memahami semua nya dengan baik dan lapang dada. Dan akan selalu ada hikmah dari semua ini. Ingat kan? Allah tidak akan membebani hamba nya di luar batas kesanggupan nya. Dan kamu harus yakin pada diri kamu sendiri, bahwa ini adalah takdir dari-Nya. Jadi jangan menyalahkan atau membenci siapapun oke? Termasuk diri kamu sendiri." Balas Azea tulus.

"Dan untuk mereka yang pergi ...," Azea menjeda kalimat nya sebentar. Sebelum lanjut menyelesaikan ucapan nya.

"Aku mohon, jangan kamu sesali ya? Itu juga bagian dari takdir dari-Nya. Mereka yang pergi bukan berarti gak sayang dengan kamu. Atau membuat diri kamu merasa sakit dan merasa bersalah akan hal itu. Ikhlasin mereka yang pergi ya? Aku yakin mereka jauh lebih ingin kamu merasa lapang menerima kepergian mereka."

Kini Azea tahu apa yang menjadi ketakutan dan hal yang di pendam Rayyan sejak lama. Tentang kejadian di lampu merah yang membuatnya ketakutan, kehilangan orang yang dia sayangi, di tinggalkan orang yang ia anggap berarti, belum lagi kepercayaan pada suatu hal yang ia benci.

Azea juga benar-benar turut merasakan emosi kesedihan di dalam cerita yang Rayyan ceritakan padanya. Di satu sisi ia senang Rayyan menceritakan beban nya, dan di satu sisi ia merasa bersalah jika suatu saat ia .... menyakiti Rayyan dengan hal-hal yang benci seperti ini.

"Dan .. terimakasih kamu mau berbagi cerita dengan aku ..." Azea juga menatap lurus kedepan lampu-lampu bangunan kota. Tangan nya sesekali mendekap tubuh nya sebab angin malam yang mulai menusuk kulit.

Rayyan mengukir senyum seolah baru menyadari suatu hal. Ia tampak lebih lega mendengar tanggapan dari Azea yang tak mengecewakan dan memahami ia dengan baik.

"Menerima. Menerima ya," ulang Rayyan di dalam hati nya.

Setidaknya ia merasa jauh sedikit lebih baik. Segala hal kebencian dan ketakutan yang ia tumpuk perlahan menghilang.

Jika saja Azea tak melihat kejadian kemarin, tentang kenapa ia sangat ketakutan dengan lampu merah itu. Mungkin saja ia tak akan bercerita panjang lebar seperti ini. Baginya privasi dan cukup ia simpan sendiri.

"Terimakasih juga Za, bersedia mendengar cerita saya." Rayyan mengambil jaket kain berwarna abu-abu yang terletak di atas meja kecil di sudut rooftop kafe.

Rayyan mencoba mengenakan nya kepada Azea yang terlihat mulai kedinginan.

"Pakai ini, dingin." Ucap Rayyan.

Dan entah kenapa Azea merasa hal seperti ini tidak asing baginya.

✨️ ✨️ ✨️
h

ari itu ...

Tap

Seorang pria yang menolong nya dari niat  untuk menabrakan diri di jalan raya di tengah malam itu mencoba mengenakan jaket di tubuh nya.

"Em .. Maaf saya tidak tahu apa yang kamu alami sebelum nya, tapi berusaha lah untuk tetap hidup untuk orang yang kamu sayang ataupun orang sayang dengan kamu."

✨️ ✨️ ✨️

"Besok saya konseling lagi. Bagaimana pendapat kamu?" Ucap Rayyan begitu saja. Dan seketika itu juga membuyarkan lamunan nya Azea.

"Ohh, bagus .."

"Saya sebenarnya sudah bosen dengan konseling, tapi yaaa ... Kak Alina maksa. Do you know what Sis Alina is like? Hah .." Ucap Rayyan dengan wajah masam.

"Kak Alina bener kok, Kak Alina tu perhatian ke kamu Ray. Gapapa semangat ya!" Azea berdiri dari tempatnya untuk mengambil buku dan tas yang sedari tadi ia letakan di meja belakang.

"Udah malam banget, Aku mau pulang aja kalau gitu. Bunda pasti udah nungguin."

"Saya anterin Za."

"Ehh?"


Starlight With You (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang