Bel pintu berbunyi. Theo dengan wajah sumringahnya segera berlari membuka pintu untuk sang tamu yang akan berubah menjadi babu khusus hari ini. Dengan dipanggilnya tamu itu, maka Theo dan Dante akan terbebas dari siksaan yang sebelumnya menjerat mereka dalam genangan air mata.
"Hola! Amigos, Senorita!" sapanya riang tetapi dibalas dengan kernyitan tidak suka oleh lelaki di hadapannya. "Kok, mukamu jadi kayak tahu kering?" Theo memiringkan kepala, berpura-pura tidak mengerti.
Hildan membuang napas kasar ke samping. "Senorita itu sapaan buat cewek Theodore."
"Tau, kok. Aku sengaja," jawab Theo dengan santainya yang tentu makin menyulut emosi Hildan sampai-sampai lelaki itu memejamkan matanya sembari mengepalkan tangan ke udara. Bukan untuk meninju, hanya menahan gejolak kekesalan.
Sampai sekarang, ia tidak mengerti mengapa Theo yang dulunya biasa saja berubah, suka sekali menguji kesabaran semenjak melihatnya lepas kontrol di gym. Lelaki itu juga makin menyebalkan di mata Hildan karena selain mengganggu Mayuno, ia juga entah bagaimana bisa dekat dengan gadis itu dan menjadi sefrekuensi dengannya.
"Siapa, Theo?" Seorang gadia yang tidak dikenali Hildan tampak melongokkan kepala ke arah pintu.
"Koki baru kita, Kak."
"Oh?" Gadis itu memasang senyum cerah. Lantas menghampiri Hildan yang masih berdiri di ambang pintu, mengulurkan tangan. "Kenalin aku Enzi, sepupu Dante. Nama kamu siapa?"
Hildan membalas uluran tangan basah Enzi yang sepertinya baru mencuci tangan seraya tersenyum ramah. "Hildan, Kak. Salam kenal."
"Salam kenal, Hildan. Kamu ganteng, deh. Bisa diadu sama si kanebo. Murah senyum lagi," puji Enzi. "Ayo, masuk."
Hildan mengangguki ajakan gadis itu yang langsung menuntunnya ke dapur. Tidak lupa mengedarkan pandangan ke sekeliling, Hildan dibuat kagum oleh seberapa mewah dan berkelas isi dari apartemen yang ditinggali Dante sendirian. Kekaguman yang tentu saja tidak ditunjukkan secara gamblang demi menjaga kesopanan.
Sesampainya di dapur, ia disambut dengan anggukan sopan dan tatapan datar Dante lalu lirikan gadis yang menjadi alasannya menerima ajakan Theo. Mayuno. Gadis yang tampaknya sedang menghias kue itu hanya melirik sekilas dari ekor mata tanpa mau memberi sambutan apapun. Masih marah seperti beberapa hari yang lalu.
Pukul lima sore, ketika Hildan tengah berbelanja guna mengisi kulkas yang mulai kosong di minimarket, Theo menelepon untuk mengajaknya ikut memasak di rumah dante dalam perayaan ulang tahun Enzi.
Hildan tidak tahu siapa itu Enzi dan juga tidak dekat dengan Dante. Interaksi mereka sejauh ini hanya sebatas kontak mata selama satu detik tanpa meninggalkan kesan khusus apapun. Hildan hanya tahu, lelaki yang selalu dipasangkan dengan Bianca oleh para murid itu cuma sebatas informasi umum seperti tampan, jago olahraga, dan anak orang kaya.
Jadi Hildan menolak tanpa perlu repot-repot berpikir terlalu panjang. Memasak lalu makan bersama di rumah seseorang yang asing itu aneh sekali. Lain cerita jika di rumah Theo bersama teman sekelas mereka atau setidaknya murid yang sering berinteraksi dengannya, pasti menyenangkan.
Namun, setelah mendapat penolakan cepat dari Hildan, Theo tidak menyerah. Lelaki itu tak lama mengiriminya foto Mayuno yang entah sedang melakukan apa dengan rambut yang diikat dan poni lurus disibakkan dengan bando kecil. Pupil pink yang dibingkai bulu mata senada itu terlihat sangat serius menatap sesuatu. Perubahan kecil nan sederhana, tetapi membuat dada Hildan bergetar samar. Yang lebih penting, Mayuno menggunakan apron!
Kayak seorang istri lagi masakin suaminya, kan? Hohoho.
Theo yang jahil menambah pesan suara setelahnya, memancing sesuatu dalam diri Hildan yang memutus benang kewarasannya sehingga dengan cepat menyetujui ajakan yang tadinya ditolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayuno Sang Figuran
Teen FictionSehari setelah membaca novel yang ia temukan di bawah kasur, seorang gadis mati secara menyedihkan saat mencoba lari dari renternir. Entah karena keajaiban apa, matanya kembali terbuka, tetapi bukan sebagai dirinya, melainkan Mayuno. Mayuno adalah t...