Suasana gudang sekolah kedua yang jarang dikunjungi karena letaknya yang terpisah dengan bangunan utama itu sangat hening,
Apalagi ini sudah jam pulang sekolah, makin sunyilah tempat ini. Bahkan jika ada yang menjerit, tidak akan ada yang menyadari. Tempat yang sangat cocok untuk merundung siswa lain.
Bianca tahu itu karena sudah beberapa kali ia melihat dari balik bayangan gelap bagaimana beberapa siswa menyiksa siswa lainnya di sini. Jangan salah, itu bukan ulah Bianca. Ia terkadang hanya suka menonton bagaimana para manusia menyiksa sesamanya tanpa rasa kasihan. Dan kebanyakan dari para penyiksa itu, mereka main keroyokan.
Namun, kali ini sepertinya Bianca 'lah yang terpojok, lebih tepatnya dipojokkan ke dinding yang kotor oleh Elang. Lelaki itu mendorong kuat sampai punggungnya menabrak kumpulan bata berlapis semen dan cat putih kusam yang mulai terkelupas setelah melayangkam ancaman yang tidak disangka Bianca sama sekali.
"Kamu denger aku, kan? Bikin hidup Mayuno nggak tenang, dan ruang rahasia kamu nggak bakal ada yang tau." Ancaman itu diulang sekali lagi bersama tangan kekar Elang yang mengurung Bianca, sedangkan salah satunya meraih dagu gadis itu dan mencengkeram rahangnya. "Aku nggak main-main soal ini. Bayangin semua orang tau tentang itu, imej kamu bakal rusak parah dan Dante bakal mandang jijik kamu, Bianca Ledric."
Bianca diam saja, tetapi tatapan matanya sudah cukup untuk menunjukkan bahwa gadis itu sedang marah. Dia membiarkan Elang yang menekankan kuku ke kulit wajahnya yang mulus sampai terasa perih dan berbekas.
Namun, tak lama kemudian, Bianca merubah ekspresi marah menjadi ketakutan. Sandiwara dimulai dengan mata yang meminta belas kasihan, melambungkan kepercayaan diri dalam diri Elang.
"K-kamu tau darimana soal itu?" tanya Bianca tergagap, ingin menguatkan pandangan Elang bahwa kini ia tengah panik.
Seperti yang diduga, senyum congkak lelaki di semakin lebar. Lengkap dengan kekehan kecil dan tubuh besarnya yang condong ke depan, mengikis jarak wajah keduanya. "Aku tau dari mana itu nggak penting. Yang penting sekarang, kamu harus mau turutin permintaan aku. Titik."
"Tapi kenapa kamu nyuruh aku? Kenapa nggak yang lain?" tanya Bianca lagi masih dengan sandiwaranya.
"Karena kamu temen dia dulu. Sebagai temen, kamu pasti tau keburukan dia, kan? Dan yang paling penting, kamu punya power yang setara sama Candra." Elang menjawab tanpa ragu atas pertanyaan itu. Ia yang semula merasa terkejut dengan kenyataan bahwa Bianca mudah diancam atas nama Dante, akhirnya melonggarkan kewaspadaan setelah melihat kepanikan yang begitu kentara.
Ternyata, informasi anonim yang datang padanya memang benar dan sangat membantu. Dengan begini, kehancuran Mayuno sudah bukan sesuatu yang sulit dicapai lagi. Elang tidak sabar untuk melihat wajah menyedihkan Mayuno yang telah beberapa kali merendahkannya itu.
"Kenapa sama Candra? Kenapa kamu nyari yang setara sama dia buat ganggu Mayuno?"
Pertanyaan Bianca itu tidak dijawab. Elang hanya menekan kuat rahang gadis itu sekilas sampai Bianca meringis lalu melepaskannya dengan kasar. Tidak penting bagi Bianca untuk tahu lebih banyak, dia hanya perlu melakukan perintah dengan baik.
"Itu nggak penting. Yang penting kamu harus bisa nyelesain permintaan aku ini. Ngerti 'kan? Dasar cewek cabul!" bisiknya dengan nada menghina dan pandangan yang mencemooh. "Kalo aku jadi Dante dan tau fakta ini, udah pasti aku bakal jauhin kamu segera. Jauhin cewek gila yang punya obsesi serem ke orang lain." Suaranya terdengar mendesis-desis.
"Tolong jangan sebarin rahasia aku, Elang. Aku nggak bisa bayangin gimana nanti kalo Dante benci sama aku," pinta Bianca terdengar memelas, menoleh pada lelaki yang masih mengurungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayuno Sang Figuran
أدب المراهقينSehari setelah membaca novel yang ia temukan di bawah kasur, seorang gadis mati secara menyedihkan saat mencoba lari dari renternir. Entah karena keajaiban apa, matanya kembali terbuka, tetapi bukan sebagai dirinya, melainkan Mayuno. Mayuno adalah t...