Mayuno berubah. Itulah kesimpulan yang Ita dapatkan setelah memperhatikan anak majikannya itu seharian ini. Yang paling aneh dari perubahannya adalah jika sebelumnya Mayuno hanya memanggil namanya saja, sekarang gadis itu mulai memanggilnya dengan sapaan. Awalnya Ita tidak ambil pusing dan berpikir Mayuno hanya melantur selepas bangun tidur, tapi Mayuno terus mengulang sapaan itu beberapa kali, Ita jadi kepikiran.
"Mbak, nggak ada sambel, ya?" tanya Mayuno setelah mencicipi sup ayam buatan Ita.
"Sambel saos ada, Non," sahut Ita dari balik pintu kulkas yang terbuka. Kebetulan ia sedang merapikan bumbu. "Saos tomat," imbuhnya, menunjukkan botol kaca yang isinya tinggal sedikit.
"Bukan. Sambel cabe asli. Kayak yang buat bakso itu."
Gerakan tangan Ita berhenti sebentar, ia melongok kemudian mengangkat mangkuk berlubang berisi cabai, menunjukkannya pada Mayuno. "Cabenya ada, Non. Kalau mau nunggu, saya bikinin sambel kecap. Gimana?"
Mayuno mengangguk cepat. "Oke!" serunya senang. Ia sama sekali tak keberatan harus menunggu beberapa menit agar makanannya sesuai seleranya, pedas. "Tapi kalo nggak ngerepotin."
"Nggak kok."
Semua itu membuat Ita makin merasakan perubahan pada dirinya. "Tumben. Setau saya, Non nggak suka pedes," celetuknya sembari menutup pintu kulkas. Gadis berambut pirang itu reflek menutup mulutnya karena merasa celetukannya sudah melewati batas. Bagaimana pun, Mayuno yang ia kenal cukup emosional dan menjaga jarak dengannya.
"Hmm .... Selera orang bisa berubah 'kan, Mbak?"
"I-iya, Non," jawab Ita kikuk, merasa gugup tiba-tiba sampai menjatuhkan sebuah bawang merah. Umbi yang biasa digunakan untuk bumbu masakan itu menggelinding di lantai dan berhenti tepat di ujung kaki Mayuno yang rupanya sudah berada dekat dengannya.
Mayuno mengambil bawang merah itu lalu menaruhnya di dekat talenan. "Apa yang bisa aku bantu?"
"Eh? Nggak usah, Non! Nona duduk aja. Saya cepet, kok!" sahut Ita panik.
Hanya butuh waktu tiga menit bagi Ita untuk menyiapkan sambal kecap mentah yang langsung ia taruh di mangkuk kecil. "Ini, Non," ucapnya sembari menaruh mangkuk berisi sambal di depan Mayuno yang langsung mengambil sesendok. Ita sempat membelalak, terkejut melihat orang yang biasanya membenci makanan pedas mendadak mengaduk sesendok sambal di supnya sesantai itu.
"Oya! Seragam!" Mayuno meletakkan lagi sendokmya setelah mengingat seragam yang tadi dicuci.
"Udah saya jemur. Besok pagi langsung saya setrika," jawab Ita cepat.
"Oh .... Makasih, Mbak."
Seperti biasa, setelah melayani nonanya, Ita akan mengambil nasi dan lauk yang sudah ia sisihkan untuk makan sendiri di kamar karena Mayuno tidak suka makan seruangan dengannya. Padahal dulu, sebelum Mayuno datang untuk tinggal bersama Jessie, ia sering makan bersama Jessie. Wanita itu tidak pernah keberatan sekalipun status Ita hanyalah asisten rumah tangga. Malah, Jessie berkata ia senang ada yang bisa diajak makan bersama.
Mereka dulu seperti saudara. Meski Jessie orang yang kaku, Ita sama sekali tidak merasa tegang atau tertekan di dekat wanita itu. Malah kadang ia tidak segan melontarkan guyonan pada Jessie yang pastinya ditanggapi dengan wajah datar khas Jessie.
Akan tetapi, setelah Mayuno datang dan menunjukkan kecemburuannya pada kedekatan Ita dan Jessie yang merupakan ibunya, Ita yang tahu diri pun berusaha menjaga jarak. Sedih pastinya. Sebab bagi Ita, Jessie sudah seperti kakak perempuan yang menyelamatkan hidupnya yang sudah berantakan, menariknya dari dunia malam.
"Mbak Ita mau ke mana?"
Pertanyaan Mayuno menghentikan langkah Ita. "Mau makan, Non."
"Makan di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayuno Sang Figuran
Ficção AdolescenteSehari setelah membaca novel yang ia temukan di bawah kasur, seorang gadis mati secara menyedihkan saat mencoba lari dari renternir. Entah karena keajaiban apa, matanya kembali terbuka, tetapi bukan sebagai dirinya, melainkan Mayuno. Mayuno adalah t...