19. Piket

2.8K 273 4
                                    

Mayuno menahan langkahnya agat tubuhnya tidak ikut tertarik oleh Hildan. Karena hal itu, langkah Hildan juga terhenti. Ia spontan menoleh pada gadis di belakangnya karena tidak mungkin Mayuno bisa menahan dirinya sekuat itu. Dan benar saja, ternyata Mayuno tengah berpegangan pada kushen jendela.

"Kamu ngapain?" tanyanya ketus, merasa makin sebal dengan tindakan pacarnya itu.

"Aku lagi sibuk." Mayuno mengulang ucapan sebelumnya penuh penekanan demi menegaskan perkataannya. Ia juga sama kesalnya dengan Hildan yang entah mengapa jadi keras kepala. Satu-satunya hal yang jadi prioritasnya saat ini adalah menyelesaikan tugas dan segera tidur karena kepalanya sangat pusing.

Ia bisa saja mengabaikan tugas piket, tapi melihat dua teman sekelasnya yang lain membuatnya tidak sampai hati. Terlebih ketika tahu salah satu dari mereka harus segera pergi bekerja dan yang lainnya juga punya kegiatan klub. Mayuno sangat tahu rasanya menjadi orang yang selalu dilimpahkan pekerjaan yang bukan tugasnya. Itu amat menyebalkan tetapi tidak bisa diungkapkan karena kalah kuasa.

Sebetulnya, jumlah siswa yang seharusnya piket hari adalah enam orang. Cukup banyak. Dipastikan akan selesai dengan cepat kalau saja semuanya bekerja sama. Namun, memang kelompok ini sedang sial saja mendapatkan teman yang kebanyakan malas, termasuk Mayuno yang dulu.

Selain karena rasa simpati, keinginan untuk melaksanakan piket juga didasari oleh rasa tanggungjawabnya sendiri. Jadi, melakukan ini merupakan kesenangan untuk Mayuno. Mungkin saja, dengan cara ini sedikit demi sedikit imejnya yang buruk akan membaik di mata orang lain. Ia tidak mau cari musuh, karena hidup tentram adalah yang terbaik.

Dua siswa yang bernama Heri dan Dara itu sebelumnya sempat bengong melihat Mayuno yang tidak langsung keluar kelas dan malah ikut mereka mengangkat kursi. Keduanya saling pandang tak mengerti, tetapi tidak berani bicara apa pun dan membiarkan gadis yang terkenal menyebalkan itu ikut mengangkat kursi.

"Sibuk apanya?" tanya Hildan belum puas dengan jawaban Mayuno. Tangannya masih memegang pergelangan tangan kecil itu dan mencoba menariknya.

Mayuno berdecak. "Berapa kali harus aku bilang, sih? Piket!" kata Mayuno agak membentak sambil menyentakkan tangannya. Namun, genggaman Hildan tidak juga lepas, justru semakin mengerat.

"Jangan bohong," ujar Hildan tegas, menatap lurus pada Mayuno yang juga membalas tatapannya. "Kamu pikir aku nggak tau sifat kamu? Kamu itu malesan orangnya. Mustahil mau piket kalo nggak ada tujuan lain."

"Astoge .... Ni cowok kenapa, sih?!" Mayuno membatin penuh kekesalan. Ingin rasanya ia menginjak buku kaki lelaki itu atau menjambak rambutnya saat ini juga, tetapi angan hanyalah angan.

Apa yang harus ia katakan agar lelaki itu berhenti mengganggunya untuk saat ini? Yang ia inginkan hanyalah mengerjakan tugas dengan cepat dan tidur. Itu saja. Lagipula, mengapa tiba-tiba Hildan menjadi sangat cerewet dan menuntut padanya?

Mayuno menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Otaknya kembali dipaksa memikirkan rangkaian kata yang sekiranya bisa menjadi jawaban yang bagus untuk mengusir makhluk menyebalkan yang mengganggu dirinya. Dan sepertinya jawaban ketus tidak akan berhasil, yang ada mereka akan terus seperti ini, berputar-putar, dan membuang waktu.

Ditambah, ekor mata gadis itu tadi tidak sengaja menangkap gelagat canggung dari dua murid lain yang juga berada di ruangan yang sama. Sesekali mereka melirik tak nyaman sambil terus membersihkan kelas.

"Ayo." Hildan melepaskan tangan Mayuno yang berpegangan pada kushen jendela lalu menaruh tangan satunya di pinggang gadis itu untuk membawanya pergi. Mayuno lagi-lagi menahan langkahnya, tapi kali ini tidak berhasil. Hildan tidak menggubris dan malah mengeratkan pelukannya di pinggang Mayuno dan terus menariknya menuju pintu keluar.

Mayuno Sang FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang