Kantin berubah hening begitu bentakan seorang gadis bergema. Seluruh pasang mata tertuju ke sudut ruangan besar itu di mana dua orang yang sepertinya berkonflik itu berada. Mereka diam membeku sesaat sebelum mulai berbisik.
"Eh? Kenapa, tuh?" tanya seorang siswa.
"Tau!"
"Jangan ikut campur udah. Bahaya berurusan sama Kak Neti. Dia lebih kasar dari ..., " kata siswa yang lain tapi langsung dipotong oleh temannya.
"Jangan sebut! Orangnya ada di sini!"
Lalu dua orang tampak berjalan keluar dengan hati-hati dari sana setelah saling berbisik.
"Kak Neti?" gumam Hildan
Mayuno menoleh. Neti, nama itu adalah nama yang sempat disebut teman sekelasnya semalam saat Mayuno masuk ke kelas pasca hukuman berdiri. Kalau tidak salah, seorang ketua Cheerleader dan mantan Hildan. Ia kembali menatap gadis berambut ombre yang berdiri menjulang di hadapan Tari yang masih terduduk di tengah sisa makanan yang mengotori lantai.
"Bangun! Bangun kamu!" Gadis itu terus membentak dengan suara melengkingnya. Wajahnya merah padam tanda saat ini ia sedang amat geram. Salah satu tangannya terkepal kuat sedang tangan lainnya meremas ponsel hingga urat-urat menonjol.
Tari mendongak, menatap langsung pada gadis itu meski berwajah pucat. "Sumpah, Kak. Aku nggak tau apa-apa .... aku nggak ngelakuin itu," ujarnya memelas dengan suara bergetar karena takut serta menahan tangis.
"Sumpah, sumpah .... " Ia terkekeh. "Ringan banget mulut kamu ngomong sumpah, ya? Ya! Emang sumpah itu nggak ada artinya sama sekali, tapi apa kamu nggak mikir, hah?! Nggak mikir kamu soal kebaikan mama aku?!"
"Tapi aku ngomong jujur, Kak .... " Tari menjeda untuk menarik napas. Air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya. "Aku nggak mungkin berani ngelakuin itu .... "
"Hah! Nggak mungkin? Makanya bangun! Biar aku tunjukkin buktinya!" Mata Neti tak sengaja menangkap gelas berisi kopi yang berada di sampingnya, milik satu dari dua siswa yang keluar tadi. Neti mengambil gelas itu dan kembali berkata, "Berdiri atau kopi ini bakal jadi air mandi kamu," desisnya mengancam.
Tari membelalak, segera ia berusaha berdiri dengan agak susah karena kakinya yang terlilir saat pulang kerja semalam dan tulang kering yang membengkak setelah Neti menendangnya tadi. Ia berdiri sambil menunduk mengusap air mata yang mulai berjatuhan.
"Liat, nih! Apa masih bisa ngelak kamu kalau liat ini," ujar Neti sembari mengetik sesuatu lalu menyodorkan ponselnya begitu kasar hingga menabrak wajah Tari. Gadis malang itu sampai terdorong mundur.
"Liat!" tuntutnya lagi tak tak peduli jika ia menyodorkan ponsel itu terlalu dekat ke mata Tari. Tari berniat mengambil ponsel Neti agar dirinya bisa melihat lebih baik. Namun, tangannya ditepis kasar hingga gadis itu akhirnya melangkah mundur untuk melihat sesuatu yang Neti sebut bukti.
Matanya yang merah kembali membelalak, pupilnya bergetar membaca pesan yang tertera di layar. Pesan langsung atau DM (Direct message) yang dilakukan di salah satu media sosial.
Mulut Tari mendadak kaku, tempo napasnya menjadi cepat kemudian kepala menggeleng kaku. "K-kak, ini nggak bener ...."
"Apanya yang nggak bener?" Neti menarik ponselnya kembali, menyimpan benda itu ke dalam saku rok. "Jelas-jelas itu poto profil kamu, yang artinya itu FB kamu."
"Tapi aku nggak pernah ...."
Neti tertawa pelan. "Denger ya, Tari. Seenggaknya ... " Jari telunjuknya mendorong dahi Tari. "... kalau kamu jelek, ah ... maksudku kurang cantik ... " Ia menoyor lagi. "... tau diri!" Telunjuknya terus mengulangi hal yang sama sampai kepala Tari terdorong berkali-kali. "Punya etika! Jarinya dijaga! Jangan jadi anjing yang gigit tuannya yang udah baik sama kamu!" Suaranya terus meninggi membuat Tari makin mengkerut, terpejam ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayuno Sang Figuran
Novela JuvenilSehari setelah membaca novel yang ia temukan di bawah kasur, seorang gadis mati secara menyedihkan saat mencoba lari dari renternir. Entah karena keajaiban apa, matanya kembali terbuka, tetapi bukan sebagai dirinya, melainkan Mayuno. Mayuno adalah t...