60. Kegilaan Para Tokoh

1.4K 174 13
                                    

"Duduk sini. Jauh banget jaraknya kayak jarak ke surga," celetuk Theo melihat tempat duduk Mayuno yang jauh dari mereka. Menepuk tempat di sebelahnya yang kosong. Setelah celingak-celinguk dan memastikan Jessie benar-benar sudah menjauh, barulah ia kembali pada karakter biasanya.

Namun, Mayuno menolak dan malah merebahkan diri di atas sofa. "Aku masih pusing banget. Maaf, ya? Rebahan di sini," ujarnya meraih mantel panjang Jessie untuk menyelimuti diri. "Lagian aku nggak mau nularin."

Soal pusing itu benar, tetapi tidak separah yang Mayuno katakan. Ia hanya tidak ingin duduk berdekatan dengan Hildan sebab masih teringat kejadian sebelumnya. Seberapa hangat dan cepat deru napas lelaki itu, seberapa kuat detak jantungnya ketika dada mereka saling menempel, dan tekstur lembut yang Mayuno rasakan sekilas di bibirnya.

Mengingat semua itu membuat jantung memompa lebih cepat, memanaskan kulit wajahnya hingga memerah. Menyebalkan sekali. Tidur berjam-jam pun tidak bisa membuang ingatan itu atau setidaknya membuat Mayuno lupa.

"Pinky, kamu meriang lagi? Wajah kamu merah," tegur Theo mengejutkan Mayuno. Tidak cukup sampai di sana, lelaki itu bangkit menghampiri diikuti oleh mata Hildan yang waspada, lalu duduk bersimpuh di samping sofa tempat Mayuno berbaring hanya untuk meletakkan punggung tangannya di kening gadis itu. "Hm? Nggak terlalu panas, sih. Tapi, kok, mukanya merah banget?"

"Theodore, kamu ngapain?" desis Hildan tak suka, entah sejak kapan ia berdiri di samping Theo dan menarik tangan lelaki itu.

Theo mendongak, membalas tatapan Hildan malas. Bukan niatnya untuk bercanda atau menggoda Hildan kali ini. Lelaki itu sungguhan khawatir karena menganggap sahabatnya mungkin saja telah melakukan sesuatu pada Mayuno.

"Rileks. Aku cuma pengen ngecek aja." Theo menarik kembali tangannya dari pegangan Hildan lantas mengembalikan fokusnya pada gadis yang tengah berbaring sambil menyembunyikan separuh wajah di balik mantel besar Jessie, menyisakan mata yang berkedip sayu.

Melihat keseriusan Theo yang tidak biasa, Hildan menyipitkan mata dan memilih untuk duduk di sofa terdekat untuk memperhatikan perilaku teman sekelasnya itu. Melipat lengan di depan dada sembari mengetukkan jari telunjuknya di sana, Hildan membiarkan Theo berdekatan dengan Mayuno meski tak rela karena ia sendiri saja belum berani menyentuh gadis itu lagi pasca hilang kendali.

"Kamu kenapa bisa pingsan?" Theo menatap hangat sambil bertanya dengan suara pelan.

Aneh. Sebelah alis Hildan berkedut mendengar pertanyaan yang terlampau hati-hati dari nada bicara Theo. Pasalnya, meskipun Theo orang yang perhatian, ia tidak biasanya bertanya selembut itu hanya karena seseorang pingsan.

Hildan tahu karena pernah menjenguk teman sekelas mereka, seorang gadis yang kondisinya bahkan lebih parah akibat kecelakaan. Di sana Theo tidak seserius sekarang, ia tetap perhatian dengan ciri khasnya yang suka bercanda, kecuali ada rasa bersalah yang mengikuti.

Sedangkan Mayuno tidak langsung menjawab, bergeming sebab sekelebat ingatan yang memperlihatkan ekspresi jahat Dante ketika mendorongnya di tepian pagar muncul. Mayuno merinding, masih mengingat bagaimana angin kuat menerpa tubuhnya yang terasa seperti melayang, terombang-ambing di ketinggian.

"Mayuno?" panggil Theo lembut sambil mengusap dahinya yang berkeringat dingin, membuat gadis itu terkesiap dan menyebabkan Hildan membenamkan jemari ke kulitnya sendiri demi menahan diri untuk tidak menarik Theo menjauh.

"Aku cuma pusing terus oleng di sana." Mayuno segera menjawab. "Tangannya, Kak." Ia mengingatkan Theo yang masih saja mengusap keningnya.

Cepat-cepat lelaki itu menarik kembali tangannya. "Maaf. Soalnya kamu tadi kayak lagi ketakutan."

Mayuno Sang FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang