71. Tiga Tokoh Utama (3)

1.2K 203 48
                                    

Dante menyeringai penuh kemenangan sambil mengangkat ponselnya tinggi-tinggi, menyebabkan Mayuno gagal merebut benda pipih itu karena perbedaan tinggi badan mereka yang jauh. Alis gadis itu menukik tajam menahan emosi, tangannya terkepal erat dan secara tidak sadar menghentakkan kaki ke lantai.

Namun, Dante malah tergelak melihat wajah marah Mayuno yang tidak terlihat seram sama-sekali. Wajah marahnya tampak sangat lucu walaupun bibir gadis itu tidak mengerucut. Dalam hati, ia berharap Mayuno berusaha lebih lagi untuk mencapai ponselnya, tetapi gadis itu berhenti ketika menyadari kalau makin ia memaksa, jarak tubuh mereka akan semakin dekat.

"Kamu jangan macem-macem, Dante!" Mayuno menyentak kesal, ingin melayangkan pukulan ke wajah tampan Dante, tetapi kesadaran akan konsekuensi menahannya untuk melakukan itu. "Hapus foto itu dan jangan ganggu aku lagi!"

Dengan wajah polos tanpa dosa, Dante menatap Mayuno sambil memiringkan kepalanya seolah sedang kebingungan. "Ini salah kamu. Harusnya jangan nolak penawaran aku, jadi nggak akan ada foto ini. Lain kali tolong hati-hati, ya?"

Ia mencondongkan tubuh lalu mengusak rambut Mayuno kasar hingga berantakan. "Aku nggak mau macem-macem, kok. Batalin rencana kamu buat berhenti les, dan foto ini nggak bakalan bocor. Oh, nggak ada foto ini pun, aku bisa aja deketin kamu di sekolah. Aku deketin kamu, tapi nggak bakal peduli sama reaksi negatif orang lain. Apalagi kamu udah punya pacar, kan?"

Mayuno berdecak kesal. Membatalkan perpisahan yang bahkan sudah dirayakan Enzi akan sangat memalukan dan tentunya Mayuno akan terlihat seperti bocah labil yang plin-plan dalam mengambil keputusan. Bukan hanya Enzi, reaksi Jessie juga pasti tidak akan mengenakkan mengetahui putrinya banyak bertingkah.

"Kalau tujuan kamu cuma mau jadiin aku bahan pengamatan, cukup amati aku dari jauh. Gitu aja kok, repot? Aku nggak harus balik les dan perlindungan kamu juga nggak akan dibutuhkan."

Dante menganggukkan kepalanya pelan, meletakkan ponselnya yang sudah terkunci ke dalam saku celana. "Tentu itu udah aku lakuin. Tapi nggak mungkin aku terus nguntit kamu di lingkungan sekolah atau di luaran, kan? Aku cuma bisa ngamatin kalau ada kesempatan. Sedangkan di tempat les, kita ada di satu ruangan yang sama dalam jangka waktu cukup lama. Iya, kan?"

Meskipun nada suaranya terdengar lembut, Mayuno merasakan keseriusan dalam ucapan Dante. Kehidupan sekolah idamannya yang menyenangkan pasti akan pupus kalau sampai Dante merealisasikan rencananya itu.

Mayuno bisa saja abai, menutup telinga dari segala gunjingan yang akan datang setelahnya, tetapi sebagai makhluk sosial yang ingin memperbaiki hubungan sosialnya dengan gender sejenis, Mayuno tidak boleh membiarkan Dante menunjukkan ketertarikan kepada dirinya ke para penggemar fanatiknya yang sama-sama kurang waras.

Akhirnya, Mayuno menyetujui permintaan Dante dengan syarat, lelaki itulah yang harus menjelaskan semuanya kepada Enzi dan memberi Mayuno alasan untuk dikatakan kepada Jessie.

"Ngomong aja ke mama kamu, kalo aku bikin kamu nggak nyaman selama sebulan ini karena terlalu ketus. Tapi aku akhirnya minta maaf dan kamu sebenernya seneng belajar sama Enzi. Masalah selesai." Dante berkata santai tanpa beban ketika mengarang alasan. Sikapnya yang seperti ini mengingatkan Mayuno kepada Hildan. Mereka berdua sama-sama pandai berbohong.

"Kenapa kamu terkesan kayak obses ke aku? Bukannya kamu suka ke Niria? Nggak. Kamu nggak cocok sama dia. Paling bener sama Bianca aja." Mayuno keceplosan bertanya. Ia lantas menutup mulutnya karena panik. Namun, apa yang dia katakan memang benar adanya.

Dalam beberapa hari terakhir ini, Dante mulai terang-terangan menunjukkan ketertarikan kepada Niria. Semula hanya Bianca yang sadar dan bermain di balik layar, mengarahkan orang-orang untuk membenci gadis itu. Lalu sekarang kebencian itu makin kuat setelah banyak yang melihat Dante tersenyum sambil memandangi Niria cukup lama di kantin sekolah.

Mayuno Sang FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang