Part 60

3.1K 172 9
                                    

"AAHHH DOOO"

"PELAN PELAN.... SSHHH"


"Iya, ini udah pelan kok." Aldo mengurut dengan lembut pergelangan kaki Cindy. Namun reaksi yang Aldo dengar sedikit ambigu di telinganya. Rintihan kesakitan itu membuat Aldo tak berani meneruskan urutannya.

"Mau di telponin Jinan?." Cindy menggeleng. Ia tak ingin merepotkan Jinan yang sedang bergelut dengan pekerjaan kantornya. Lagi pula ini sudah mendingan semenjak di urut oleh Aldo.

Urutan tangan Aldo mulai memelan dan lambat laun sudah tak mengurut lagi. Ia langsung mengemasi obat obatan dan memasukkan kembali ke kotak P3K. Meletakkan kembali kotak tersebut ke lantai satu.

Kebetulan Aldo berada di lantai satu, ia menyempatkan dirinya membuat minuman dingin untuk dirinya dan juga Cindy. Aldo memilih membuat es jeruk, melihat cuaca yang sangat mendukung.

Dua gelas minuman jeruk sudah siap di nampannya. Sebelum membawanya ke lantai atas, Aldo merogoh kantong celananya. Mengeluarkan bungkus kecil lalu di taburkan di salah satu gelasnya.

Agar larut dan tercampur, Aldo mengaduknya agar bubuk itu tercampur rata.

Dirasa cukup, Aldo membawa nampan tersebut ke lantai dua kamar Cindy. Sesampainya di kamar, Aldo meletakkan nampan tersebut di atas nakas sebelah ranjang.

Tangan Aldo meraih satu gelas dan menyerahkannya ke Cindy. "Buat kamu juga, cuaca lagi panas nih." Dengan senang hati Cindy menerimanya dan langsung meneguknya hingga tersisa setengah gelas.

Aldo pun melakukan hal yang sama. Bahkan tersisa seperempatnya. Aldo tahu dampak buruk yang ditimbulkan jika meminum minuman dingin di cuaca yang panas begini.

Tapi tak apa lah, selagi mereka menikmatinya.

Aldo berjalan ke arah balkon, memutuskan untung menghubungi Jinan. Menanyakan jam pulangnya.

Sudah. Kini Aldo kembali mendekat ke Cindy, "Cin, Jinan bentar lagi pulang. Aku ijin pulang duluan ya?." Cindy yang merasakan matanya sangat berat dan ingin mengatup pun hanya mengangguk.

Mengucapkan hati hati untuk Aldo yang mengendarai kendaraan. Aldo tersenyum melihat keadaan Cindy sekarang. Ia keluar kamar dan turun ke lantai satu. Menjalankan kendaraannya menuju rumah.

•••

"Kalian setuju nggak?." Aldo sudah sampai rumah dan menceritakan rencana terakhirnya untuk mereka. Feni merekahkan senyumnya dan langsung mengangguk. "Setuju!!" Seru Feni.

Aldo pun tersenyum dan mengangkat jempolnya. "Okedeh, next aja. Padahal tadi Cindy udah kena efek obat tidurnya." Mereka yang ada di sana terkejut.

"Lu udah kasi obatnya Do?." Aldo mengangguk pada gracio. "Maunya gw eksekusi langsung, tapi belum dibicarain." Aldo hanya terkekeh melihat wajah datar semuanya.

Setelah perbincangan tadi, Adel dan Ashel memutuskan untuk kembali ke kamar mereka. Merebahkan tubuh mereka bersebelahan.

Lalu Adel memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Ashel. Tangannya terulur untuk mengelus perut Ashel yang mulai sedikit membesar.

"Sayang, kamu yang sabar ya di dalem. Ini bentar lagi kok." Ashel terkekeh mendengar celetukan Adel. Dirinya juga merasa sedikit geli dengan elusan tangan Adel.

Kini pandangan Adel kembali menatap manis mata Ashel. Tatapan teduh itu selalu berhasil memikat hati Adel untuk jatuh lebih dalam ke pesonanya.

"Cel, aku denger berhubungan badan itu bagus buat bumil tau."

Sontak hal itu membuat Ashel mendelikkan matanya tak suka ke arah Adel. Dirinya paham betul itu hanya modus dari buaya di depannya ini.

Tidak, Ashel tidak akan mudah di rayu seperti itu.

"Ish, mulutnya lemes banget kalau soal begituan." Ucap Ashel menepuk bibir Adel. Adel pun hanya mengaduh sambil terkekeh.

Tidak dapat di pungkiri oleh Adel bahwa wanita di depannya ini selalu terlihat menggoda di depannya.

"Inget di sini masih ada om Aldo!"

•••


Berdiam diri di balkon menjadi salah satu kegiatan favorit Aldo. Semenjak dirinya tinggal serumah dengan Gracio, kebiasaan itu muncul.

Apalagi kedatangan Feni ke dalam hidupnya cukup mengganggu psikis, jiwa dan raganya. Oh maaf, itu terlalu berlebihan ku rasa.

Tapi lihatlah, Aldo yang dulu tidaklah semellow sekarang. Dan dapat di pastikan wanita itulah penyebabnya.

Dalam diam, Aldo berusaha memikirkan cara terbaik dan tentunya seru untuk mengeksekusi para korbannya. Sejujurnya Aldo masih memiliki hati nurani. Relasi yang ia bangun dua bulan belakangan ini akan kandas begitu saja.

Tentu saja Aldo tidak ingin di cap sebagai penghianat.

Karena memang itu tujuan awalnya.

"Feni-"

Gumamannya berhenti kala mendengar ketokan pintu kamarnya. Segera ia masuk ke dalam dan membukakan pintunya.

"Loh Feni?." Feni tersenyum dan bertanya apakah dirinya boleh masuk ke kamar Aldo.

Dan tentu saja pemilik kamar mengijinkannya. Feni langsung masuk di ekori oleh Aldo di belakangnya. Suasana kamar yang cukup tenang dan wangi menurut Feni.

Feni yang melihat pintu balkon terbuka pun menebak jika pria ini sedang menenangkan pikirannya di sana. Dengan langkah cepat, Feni membawa dirinya mendekat ke balkon. Aldo pun menyusul.

"Jadi gimana?, kamu ada rencana untuk di part terakhir ini?." Aldo mendudukkan dirinya di sebelah Feni. Beruntung bagi mereka, di sana tersedia dua kursi.

"Bawa mereka ke ruang bawah tanah di rumah ini. Sisanya bakalan jadi urusan aku."

T A K D I R [DELSHEL] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang