Part 67

2.5K 181 8
                                    

Adel kembali menangis di dalam kamar anaknya. Callie berusaha untuk menenangkan ayahnya. Entah apa yang ayahnya pikirkan, tapi yang pasti itu menyangkut maminya.

Kemudian Callie mengajak papinya untuk tidur bersama di kamarnya. Adel pun setuju dan langsung membaringkan tubuhnya. Menarik tubuh mungil Callie dan mendekapnya dengan erat.

Pikiran Adel masih menerawang jauh, mengingat akan maksud ucapan Ashel sebelum ia pergi.

"Ashel, aku kangen kamu sayang." lirih Adel sebelum terlelap bersama Callie.


Menjelang pagi, Adel dan juga Callie memutuskan untuk membeli sarapan. Mereka sedang malas untuk memasak.

Setelah menghabiskan sarapannya, Callie mengajak Adel untuk jalan jalan keluar. Menyegarkan pikiran mereka sembari melihat orang orang di sekitar. Siapa tau mereka menemukan Ashel.

Adel yang sedang libur pun menyanggupi ajakan anaknya. Mereka berlalu ke kamar masing masing untuk berganti pakaian. Mereka memutuskan untuk pergi ke suatu desa yang cukup terpencil.

Desa itu terkenal dengan view-nya yang memanjakan mata. Callie yakin tidak tetap itu cocok untuk mereka berdua.

Sebagai persiapan, mereka juga membawa beberapa pakaian mereka. Kalau kalau mereka berubah pikiran dan ingin bermalam di desa tersebut. Adel pikir, desa dengan wisata yang ciamik seperti itu tidak mungkin jika tidak menyediakan penginapan.

Mobil Adel kini melaju dengan kecepatan rata rata. Mata bulat Callie yang terus memandangi di sekitarnya dari dalam kaca mobil.

"Pi, apa aku udah boleh punya pacar?" tanya Callie yang secara perlahan memecah keheningan.

"Memangnya Callie udah suka sama orang? Kalau papi sih bolehin aja asalkan masing batas normal. Tapi.." Adel menjeda ucapannya. Menimbulkan raut wajah bertanya dari Callie.

"Tapi?"

"Tapi harus ijin sama mami dulu. Papi nggak mau nanti mami marah sama Callie loh ya." Callie nyengir.

Memang benar, saat usia Callie masih 11 tahun, Ashel benar benar protektif pada anaknya. Mengamati seluruh kegiatan yang anaknya lakukan. Callie tak masalah dengan semua itu. Toh ia tidak di kekang sama sekali.

Hanya di awasi saja agar tidak terjerumus ke hal yang kurang baik. Dan sekarang Adel lah yang menggantikan posisi Ashel. Selalu mewanti wanti Callie dalam mengambil keputusan.

Beruntung bagi Adel, karena Callie anaknya mudah diatur. Jadi tidak membutuhkan tenaga ekstra dan intonasi yang tinggi.

"Aku kangen deh sama mami. Kangen di peluk, kangen di gendong. Pokoknya kangen semuanya deh. Tapi kenapa mami pergi ya pi? Apa mami nggak senang udah punya aku?" ujar Callie dengan memberondong banyak pertanyaan pada Adel.

Tentu Adel bingung harus menjawab seperti apa. Ashel yang tak senang akan kehadiran Callie tidak lah benar. Karena sedari dulu kamu sangat menantikan kehadirannya.

"Kok kamu ngomongnya gitu sih? Mami pasti sayang sama kamu. Buktinya mami pergi kerja untuk keperluan kamu." Adel masih mempertahankan alasan kepergian Ashel di depan anaknya.  Beberapa tahun silam, Ashel beralasan pada anaknya bahwa ia pergi bekerja.

"Aku bukan anak kecil lagi pi! Aku tau semua itu bohongan. Mami bilang kayak gitu biar aku nggak curiga!"

Ya ampun. Memang pertumbuhan sang anak tidak bisa dipungkiri. Bahkan lambat laun ia bisa merasakan keanehan pada maminya sendiri. Ashel tidak pergi bekerja, melainkan memang meninggalkan mereka berdua.

Tidak ingin membuat suasana liburan mereka menjadi sedih, Adel mengalihkan obrolan mereka ke arah lain. Menanyakan kegiatan Callie selama bersekolah. Menanyakan bagaimana teman temannya di sekolah.

"Papi tenang aja. Aku itu anaknya extrovert  banget, jadi aku gampang punya temen."

Adel mengakui itu. Anaknya tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan murah senyum. Jadi pengorbanannya selama ini tak sia sia.

Dan juga, Adel memutuskan untuk mengurus perusahaannya dari rumah saja. Sejak kepergian Ashel, Adel memutuskan untuk meluangkan lebih banyak waktu untuk anaknya.

Oh iya, mereka juga tinggal terpisah dengan kedua orang tua mereka. Adel dan Ashel memutuskan untuk membeli rumah baru pada saat Callie sudah lahir ke dunia.

Kedua orang tua mereka pun tidak keberatan dengan hal tersebut.

"Iya deh, semoga anak papi selalu murah senyum ya ke siapapun." Adel mengulurkan tangan kirinya untuk mengelus kepala anaknya.

Di depan sana terlihat ada papan wisata yang sudah tertancap. Memasuki sebuah desa yang indah nan asri. Masih banyak sekali undagan undagan sawah yang membentang luas.

Walau begitu, akses jalannya terbilang cukup memadai. Karena muat untuk dua mobil yang berpapasan. Mengingat ini adalah tempat wisata, jadi pemerintah setempat memberikan fasilitas dari pendapatan wisata tersebut.

"Ih liat pi, ada sapi yang lagi tarik tarik tanah. Kasian banget sapinya. Pasti kesakitan itu." ujar Callie lesu saat melihat seekor sapi yang sedang membajak sawah.

Adel tak menyesal sudah membawa anaknya ke sini. Paling tidak Callie dapat pelajaran dari kehidupan, bahwa masih banyak orang orang yang kurang mampu dari dirinya.

Mendapat pelajaran baru, mengenai bagaimana kehidupan orang di pedesaan.

"Ih itu juga pi! Ada orang lagi mandi!"

"Heh Callie! Matanya!"

T A K D I R [DELSHEL] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang