Part 48

3.8K 237 3
                                    

Sudah lumayan jauh arah pembicaraan mereka, namun Feni belum juga mengetahui nama dari pria tampan di depannya ini. Berbicara dengan nada yang tegas dan terdengar sopan di telinga Feni. Feni sendiri tidak bisa mengalihkan fokusnya dari pria tersebut.

Terlihat pria itu yang sedang menerima panggilan kini kian mendekat dengan memasukkan benda eletronik itu ke sakunya kembali.

"Oke, sudah. Segera mungkin saya dengan tim akan terbang ke luar negeri." Terlihat Gracio yang tersenyum lebar menanggapi ucapan orang tersebut.

Gracio senang permintaannya disanggupi dengan cepat. Lantas orang itu kembali menatap Feni. Dengan tangan yang sudah terulur, "Nama saya Aldo." Setelah itu pria dengan nama Aldo itu tersenyum menunggu uluran tangannya di balas.

Tak lama kemudian tangan Feni terulur dan menjabat tangannya. "Feni." Sedikit guncangan kemudian mereka lepaskan secara perlahan.

"Cantik,"


Mereka berempat kini berada di luar kafe dengan melambaikan tangannya. "Hati-hati ya Do." Orang yang berada di dalam mobil pun mengancungkan jempolnya. Dengan sekejap mobil itu menghilang dari pandangan mereka bertiga.

"Udah jam delapan malam nih, kita pulang yuk." Gracio meminta pada Shani dan Feni untuk menunggu dirinya mengambil mobil. Lima menit berlalu kini terlihat mobil Gracio yang mendekat. Mereka langsung masuk dan mobil bergerak menuju rumah mereka.











"Kok mereka belum pulang sih." Ashel yang sedang fokus ke acara televisi pun menoleh lantas mengelus punggung Adel. "Sabar Adel, bentar lagi pasti dateng." Terlihat wajah Adel yang sedikit gusar. Dirinya tidak tenang jika belum mengeluarkan isi hatinya.

Terdengar klakson mobil yang bisa dipastikan itu mobil Gracio. Dengan cepat Adel berdiri dari sofa lalu menuju pintu depan. Membuka pintu itu lebar-lebar untuk orang tuanya masuk.

"Loh kalian belum ngantuk." Keduanya menggeleng. Gracio, Shani dan Feni mengikuti arah Adel yang mendudukkan dirinya di sofa. Di sebelah Ashel.

"Nah kebetulan banget kalian udah pulang. Aku mau ngobrolin sesuatu." Terlihat Feni yang menaikkan satu alisnya. Penasaran dengan apa yang akan dibicarakan.

"Oh iya, sebelumnya, kalian mau minum nggak?." Adel berdiri dan hendak menuju ke dapur.  Karena menurut Adel pembicaraannya cukup berat.

"Nggak usah Del, lagian baru abis dari kafe juga." Adel mengangguk lantas kembali mendudukkan dirinya.

"Jadi gini," Adel menjelaskan keinginannya untuk mengajak Ashel ke jenjang yang lebih serius-nikah. Adel juga menceritakan kegiatan mereka berdua pada saat liburan tempo hari.

"Hadeh, udah gak kaget lagi lah papi." Gracio hanya bisa menggelengkan kepalanya. Setidaknya Adel serius dengan ucapannya.

Adel pun hanya tersenyum malu dengan mengelus tengkuknya. Meraih tangan Ashel kemudian menautkan jari jemarinya. Setidaknya bisa menghilangkan sedikit rasa gugupnya.

"Berarti cucu papi udah ada di sana?." Gracio menunjuk ke arah perut Ashel yang masih rata.

"Ih papi!, belum lah!." Pekik Ashel. Yang lain hanya bisa tertawa saja melihat hal tersebut.

"Yaudah nanti papi bakal urus semuanya. Kalian tinggal persiapin diri aja." Setelah mengatakan itu Ashel berteriak girang dan memeluk Adel. Begitu juga dengan Feni yang tersenyum. Sebentar lagi dirinya benar-benar akan menjadi besan dengan Gracio dan juga Shani.

"Kalau bisa, kabar kehancuran mereka akan menjadi hadiah pernikahan kalian."





Seorang pria tampan sedang duduk di meja kerjanya. Menyamankan tubuhnya pada senderan kursi tersebut. Meletakkan tangan kirinya di kedua matanya yang terpejam. Ditemani laptop yang masih menyala dan menampilkan list kegiatannya. Di belakangnya, terdapat koper yang sudah rapi dengan baju bajunya.

Ia seketika membuka matanya kala mendengar dering ponselnya dan segera mengangkatnya.

"Semuanya sudah siap Do, besok pagi kita bisa langsung terbang."

"Oke bagus, si Ollan sama Lukas udah siap Dan?."

"Udah kok, tenang aja."

"Oke sip, ketemu besok pagi ya."

"Okee."

Sambungan telefon pun kini sudah terputus. Meninggalkan pria berbadan tegap bernama Aldo yang kini fokus ke layar laptopnya.

"Jinan...."

"Cindy...."

"Perusahaannya sudah diincar oleh orang lain. Kalau misalkan rencana ini berhasil. Perusahaan itu akan tetap hilang."

Aldo sedikit bingung dibuatnya. Satu sisi yang punya perusahaan sudah mengikhlaskan jika perusahaannya tidak dapat kembali. Disisi lainnya, Aldo merasa tidak membantu secara keseluruhan. Kini Aldo benar-benar dibuat bingung.

Tak ingin berlarut dan memberikan efek buruk di pagi hari, Aldo mematikan laptopnya kemudian berjalan ke arah kasur untuk tidur.

T A K D I R [DELSHEL] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang