Kafka Abishar Mahendra.
Ishara Anggraina.
Jovan Kalangga.
Kaira Devani Putri.Ishara memandang hasil presentasi tim marketing terkait strategi peluncuran produk perusahaan. Sang manager marketing memberikan paparan kepada karyawan divisi lain agar persetujuan pelaksanaan dapat diterima. Cukup sulit sebab vice president atau wakil pimpinan tidak akan membubuhkan tanda tangan sebelum audiens rapat menyetujui rancangan strategi. Tak hanya persetujuan audiens, wakil pimpinan juga akan mempertimbangkan apakah layak.
Jovan selaku Manager Divisi Marketing menyudahi presentasi. Satu jam berlalu, rapat selesai juga. Ishara merenggangkan punggungnya yang sangat pegal. Lehernya ikut berbunyi. Audiens yang hadir satu persatu meninggalkan ruang rapat, hingga hanya Ishara, Jovan, dan Kiara masih di ruang rapat. Mereka bertiga menghela nafas lega setidaknya Jovan berani mengutarakan ide nya setelah mendapat feedback negative dari sang boss.
"Selamat, Jov. Abis ini makin susah lagi." Kiara menepuk pundak Jovan yang duduk di tengah.
Jovan memijat keningnya, rasa pusing membekas di kepalanya belum lagi besok Jovan harus mengumpulkan laporan divisi marketing.
"Gede juga nyali lo presentasi depan Pak Kafka. Gue aja gemetar kena auranya yang kuat." Kaira mengelus kedua lengannya sendiri, merinding.
Kertas di atas meja sudah tertata, Ishara bangkit berdiri dengan menenteng tas berisi berkas divisi human resource department. Sebenarnya Ishara bukan manajer hanya mewakili karena kondisi Pak Manajer sedang tak sehat.
Kaira ikut berdiri disusul Jovan dengan lesu. "Tapi tumben ya Pak Kafka hadir rapat biasanya Pak Hans yang wakilin. Mana jamuannya dari brand terkenal. Kalau gini sih tiap hari rapat gue jabanin."
"Elah, bisa saja Pak Kafka lagi pengen hadir karena yang presentasi divisi marketing. Atau suasana hatinya lagi bagus makanya makanan pada enak-enak semua." Ishara menjawab seadanya karena setuju sama ucapan Jovan.
"Giliran lo presentasi gak bakal datang Pak Kafka, yakin banget gue." Setelah itu Jovan lari dari serangan Kaira.
"JOVAN BENCONG!"
Tuk!
Kan dibilang juga. Sebuah sepatu pentofel melayang ke arah kepala Jovan dan kena.
Ishara menggelengkan kepala. Sudah biasa, tontonan sehari-hari bagi dirinya. Sesampainya di kubikel miliknya, dia membuka laci meja memasukkan berkas yang dibawa ke dalam. Setelah tersusun rapi dia menyalalan komputer. Saat menunggu layar laptopnya bisa diakses, pikiran Ishara tertuju pada rencananya yang dia pikirkan semalam. Di usia 27 tahun Ishara membutuhkan teman sekaligus kekasih mendengar apapun tentang kesehariannya, liburan bersama kekasih, grocery shopping dengan kekasih, kencan di taman bunga dan masih banyak lagi yang akan lakukan bersama kekasihnya nanti. Meski Ishara belum memiliki kekasih, dia mulai mengikuti saran sahabatnya. Tak terasa kepala Ishara melengkup di atas meja. Sebuah suara menginstrupsi Ishara dari pikirannya hingga kepalanya terbentur dengan sandaran kursi kerja.
"Bangun, Ishara. Pak Kafka datang mengecek." Kata Kaira dan betul saja Pak Kafka baru saja masuk ke ruangan divisi tempat Ishara.
Semua karyawan tak berani melihat ke arah Pak Kafka. Sementara Pak Kafka mulai mengintari seluruh kubikel karyawannya, sampai di kubikel Ishara kaki Pak Kafka berhenti cukup lama diikuti pengawal serta sekretaris di belakang. Ishara yang menyadari Pak Kafka berhenti, siap menerima omelan karna layar komputernya tak menunjukkan apa-apa. Menandakan bahwa Ishara belum mengerjakan apapun setelah rapat.
Namun dugaan Ishara salah, Pak Kafka memerintahkan seluruh yang ada di ruangan menundukkan kepalanya sampai arahan itu selesai. Pak Kafka melangkah maju mendekat ke tubuh Ishara, matanya memejam seolah menghirup aroma parfum Ishara.