Sebelum part ini kan aku update tentang Asya ada dua bagian, tapi anehnya kebanyakan pembaca Asya 2 padahal kalau dipikir ya gabakal ada Asya 2 sebelum ada Asya 1.
Kalian paham kan maksud aku apa.
Dimohon kepada pembaca yang terhormat untuk menekan tombol bintang sekali tiap cerita ga berbayar kok gratis gretong. Dapat notif dari kalian tuh rasanya gue itu berguna buat cerita ini
Sebulan telah berlalu, banyak hal terlewati. Bertemu orang baru dengan karakter berbeda. Menyesuaikan diri di tempat asing. Mempelajari hal yang tak pernah dilakukan. Melakukan tugas sesuai perintah. Menerapkan perlakuan baik kepada siapapun di tempat itu. Memasang topeng agar disukai namun tidak semua orang melakukannya. Menjadi diri sendiri masih lebih baik dari memasang tampang baru agar disukai.
Agar mendapatkan nilai sesuai keinginan dan jadi lulusan terbaik, salah satunya harus mengikuti program magang di perusahaan tertentu. Proses masuk buat magang tidak segampang saat sekolah dulu. Banyak yang terlibat. Bolak balik kampus. Tentunya juga menguras isi dompet.
Semenjak kecil, seorang perempuan dilatih fisik dan mentalnya. Berbagai terpaan menimpa dirinya. Kehilangan menjadi salah satu ia merasakan pahitnya dunia. Ketulusan dan kesetiaan hanyalah omong kosong. Katanya status dekat tapi memiliki maksud lain. Bertahan hidup tentunya ia harus membagi waktu antara pendidikan dan bekerja. Waktu tidur juga berbeda dengan perempuan sebayanya. Jika mereka bisa berkumpul makan bersama, liburan, tertawa bersama, saling menceritakan keseharian dan saling memeluk dengan anggota keluarga atau teman, berbeda halnya akan perempuan rambut sebahu. Ia bangun tidur buat sekolah dan bekerja. Tidur supaya bisa menghilangkan perasaan kosong. Serumit itu perjalanan hidup perempuan itu. Setiap malam ia hanya berharap ada sepercil kebahagiaan dalam hidupnya.
Alisya Chassandra. Seorang perempuan berkulit putih dengan tubuh kecil sekitar 160cm. Memasuki usia 20, ia tetap melanjutkan kuliah dengan bantuan beasiswa dari kampus. Segala cara ia lakukan agar perjalanannya menempuh gelar memiliki pengalaman. Salah satunya mengikuti magang.
"Rekapan absen bulan lalu sudah selesai?"
Lamunannya buyar ketika seseorang menepuk pundaknya.
"Belum, Mbak. Sementara masih di ruangan Pak Orfan." jawabnya.
Orang itu mengangguk. "Ada yang menganggu pikiran kamu?"
Perempuan tengah duduk di sebelahnya itu membalik kursi yang Alisya duduki ke arah nya.
Tak ingin menambah lagi, Alisya menyangga ucapan Jane "Mbak udah makan? Alisya ambilkan, ya?" Tanyanya.
"Kamu ini kayak sama siapa aja. Tadi aku makan bareng kamu masa lapar lagi. Justru aku nanya, kamu ada masalah? Cerita aja kalau kamu emang siap berbagi. Mbak ngga akan maksa" Jane menatap wajah Alisya.
Kuat. Pondasi yang ia tanam telah kuat. Alisya tidak akan membebani pikiran orang lain karena masalahnya.
"Maaf Mbak, Alisya ngga bisa cerita. Alisya belum siap."
Jane tampaknya mengangguk mengerti. "Kamu kerja dulu. Sebelum pulang kamu ikut rapat bulanan. Ada yang mau Bapak direktur katakan"
Tubuh Jane bangkit berdiri melangkah menuju meja kerja. Alisya juga membalikkan badannya kemudian melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Meskipun akhir-akhir ini, Jane selalu ada disampingnya Alisya merasa ia adalah beban, tidak berguna dan tidak becus.
Sore tiba. Seluruh karyawan tiap devisi segera bersiap-siap dan memasuki ruang pertemuan. Tidak semua karyawan bisa bertemu direktur. Hanya karyawan memiliki kinerja bagus dan berkualitas.
Jane dan Alisya duduk berdampingan memerhatikan presentasi dari sekretaris direktur. Pada presentasi itu menampilkan kinerja keuangan selama sebulan. Berbagai komentar dan kritikan yang karyawan itu terima dari mulut Bapak Direktur.
Mereka hanya bisa diam. Tidak ada yang berani menyangga bahkan ikut melontarkan beberapa kalimat.
Namun, tiba-tiba atensi direktur itu berbalik ke seorang perempuan keluar dari ruangan itu. Tampaknya perempuan itu mengejar sesuatu?
Acuh tak acuh, ia kembali memberikan komentar lagi tapi pikirannya tertuju pada gadis tadi. Memangnya siapa gadis itu? Rasanya Nathan tidak bisa berhenti.
Brak!
Nathan memukul meja sangat keras hingga semua karyawan yang hadir terlonjak kaget. Mereka semakin menundukkan kepalanya termasuk sekretaris Nathan.
"Saya akan memecat yang berani mengubah keputusan rapat ini. Sekian" setelahnya Nathan keluar dari ruangan tanpa ada sekretarisnya. Sengaja ia tidak ingin ada mengikutinya. Rasa penasaran akan gadis itu semakin menguasai pikirannya. Langkah kedua kakinya menuju tangga darurat. Entah firasatnya ditempat itu.
Sebelum membuka pintu, ia memejamkan matanya, menarik kebawah handel pintu dan melangkah masuk.
Ia berjalan mendekati asal suara. Suara itu sangat jelas di telinganya. Dua langkah turun ke tangga. Laki laki itu melihat seorang perempuan duduk memeluk kedua kakinya sembari mengeluarkan isak tangis dibawah.
"Bodoh Alisya! Kamu ngga berguna. Harusnya itu salah kamu. Jangan libatkan orang lain" tiap kata keluar dari mulut Alisya.
Beberapa menit Alisya masih menyangga air mata keluar dari matanya. Semua perlakuan dan perkataannya tak lepas dari sosok laki laki yang diam diam memerhatikan dirinya.
"Butuh pelukan?"
Seketika tangis Alisya berhenti. Dari pundaknya ia menegang kaget. Suara itu. Suara pemilik perusahaan ini.
"Kemari. Saya siap memeluk kamu"
Benar. Perkataan laki laki itu sangat Alisya butuhkan selama 20 tahun. Selama ini tidak ada pundak yang bisa ia sandarkan, menenangkan dirinya dan mengelus rambutnya sembari mengeluarkan kalimat penenang.
Perlahan kepala Alisya mendonggak, sedikit menoleh kebelakang dan melihat laki laki memakai kameja putih dibalut dengan jas hitam serta celana hitam.
Sedikit menggeleng menolak penawaran Nathan, justru lelaki itu menghembuskan nafas karena kesal. Ia menarik tangan Alisya lalu membawa tubuh kecil itu kedalam pelukannya. Kedua tangannya memeluk punggung yang mulai bergetar lagi.
Sementara Alisya yang mendapat pelukan mendadak itu terpekik kaget. Hendak menjauh dari tubuh kekar namun sebuah tangan menahan tubuhnya agar jarak semakin dekat. Dua menit berlalu, Alisya memejamkan matanya dan pikirannya mengingat kembali yang terjadi. Kedua tangannya tak berani membalas pelukan.
Nathan yang melakukan itu merasa nyaman dan menenangkan pikirannya juga. Ia semakin mengeratkan dekapannya dengan gadis didepannya. Kepalanya agak ia dekatkan dekat telinga Alisya.
"Menangislah"
Setelah itu, Alisya mengeluarkan tangisannya
Dan Nathan dengan sigap menenangkannya.
Semenjak itu, rasa memiliki pada gadis dalam dekapannya itu semakin besar.
Bisakah Nathan memilikinya?
Lelaki berusia 27 tahun itu akan menggapai apa yang harusnya ia miliki. Tidak ada yang boleh mengambilnya. Suka tidak suka tetap menjadi milik Nathan.
.
.
.Sebenarnya part ini agak bombay. Nanti akan ada part 2 usaha Nathan dekatin Alisya si cewek kulkas.
Agak melenceng sebenarnya tapi gapapa ya.
Rekomendasi dari aku khusus cerita Nathan dan Alisya, baca sambil denger lagu Afgan-Untukmu aku bertahan.