Aluna Shakira Yudistia dan Erion Harrison Merganta.
Semua dengan mudahnya pertemuan itu terjalin. Kedua marga keluarga yang berbeda sedang berkumpul dalam satu ruang meja makan panjang di restoran VVIP. Puluhan kalimat keluar begitu saja dari mulut mereka tentang perencanaan pernikahan anaknya, senyum yang tak henti menyebarkan aura positif bagi anggota keluarga tengah hadir. Seolah menggampangkan urusan jodoh anaknya tanpa meminta persetujuan dari kedua pihak.
Memuakkan dan membosankan.
Aluna tidak sepantasnya ikut hadir dalam jamuan makan malam ini. Seharusnya saat ini badannya tengah berbaring di atas kasur dengan ponsel di tangannya--membaca jurnal atau buku yang baru saja Aluna beli pagi tadi. Atau melakukan perawatan badan ditemani film terbaru dari netflix. Bukankah itu membosankan? Tentu tidak.
Aluna memandang bosan para mereka alias sepupunya ikut campur yang memotong pembicaraan orang tuanya. Memangnya kontribusi mereka sepenting apa sampai merencankan hal yang tidak pantas mereka sampaikan. Aluna berdecih akan hal itu.
"Tan bagus banget kalo Aluna beli gaun princess. Seperti di disney land tau! Jingga sudah bayangin betapa cantiknya Kak Aluna"
"Bener Naomi setuju. Para bridesmaid juga jangan lupa harus ada seragam ala asisten princess. Duh belum mulai aja Naomi sudah excited."
"Tambahan lagi soal souvenir yang isinya alat makeup buat tamu undangan cewek sementara cowok lebih ke dasi. Omaigat keren banget"
Dan terjadilah perjodohan karena sesuatu yang tak sengaja Mama Aluna lihat. Kini pernikahan Aluna bersama Erion telah berjalan selama lima bulan. Tidak ada yang berubah. Aluna tetap pada aktivitas saat sebelum nikah. Erion sibuk pada kertas di ruang kerjanya tanpa pernah memerhatikan bahkan menanyakan kondisi Aluna selama tinggal bareng. Perempuan berusia 23 tersebut memilih ikut tinggal di apartement Erion agar tidak ada yang menaruh curiga. Meskipun Aluna tidak menyewakan atau menjual unit apartement lamanya. Tidak ada yang tahu kapan Aluna kembali dengan status yang berbeda.
Apartement Erion cukup luas dengan segala furniture yang memenuhi lemari rias lelaki itu. Terdiri dari tiga kamar tidur, satu ruang kerja Erion, ruang santai, dan ruang dapur yang sangat melankolis. Dari tiga kamar tidur, hanya dua yang terisi, Aluna dan Erion. Mereka tidur secara terpisah. Sesuai kesepakatan awal, Aluna tidak akan pernah membiarkan dirinya tidur seranjang dengan Erion.
Namun jalinan hubungan nikah mereka sedikit menambah kesan. Entah Aluna merasa Erion semakin jarang pulang. Setiap malam Aluna selalu mimpi seseorang mengecup keningnya cukup lama, memandang wajah tenangnya bahkan memeluk tubuh Aluna. Lebih parahnya, mata Aluna tidak boleh mengetahui siapa orang itu.
Tepat hari ini Aluna sudah memutuskan untuk memberikan sebuah surat pada Erion di ruang kerja. Pukul delapan malam saat yang pas mengakhiri semua sandiwara yang mereka perbuat. Sebelum masuk ke ruangan Erion, dia menarik nafas lalu mengeluarkannya secara pelan dan tenang. Tangannya menarik knop pintu lalu menekan kebawah, seketika suasana yang tidak pernah Aluna rasakan selama dua puluh tiga tahun menyergapi bulu kuduknya. Firasatnya memberikan sebuah peringatan akan ada sesuatu yang terjadi. Entahlah Aluna tetap akan menjalankan rencananya.
"Ada apa?"
Suara berat itu jarang Aluna dengar. Dari daun pintu Aluna melihat Erion mengetik sesuatu pada laptop. Aluna berjalan, meremas amplop di tangannya, menyakinkan dirinya semua akan berjalan normal. Tangan Aluna menjulurkan surat di tangannya ke hadapan Erion. Tampak alis lelaki itu naik sebelah memandang bingung pada surat yang disodorkan Aluna.
"Kau butuh sesuatu sampai harus membuat surat?"
"Bacalah dan pahami isi suratku" Mata mereka saling memandang lama, seperti menyalurkan ikatan yang seharusnya mereka rasakan setelah pernikahan.