Jarrel Najendra Aeron

1.8K 124 4
                                    

Faelyn melirik jam dinding yang bergerak memutar ke arah kanan tanpa henti. Suara dari pergerakan jam tersebut terus berdetak dan menjadi saksi dalam kesunyian gelapnya malam di kamar Faelyn. Tiap dua menit, ia menelengkup kepalanya diatas lipatan tangannya di meja. Kedua telinganya bekerja lebih tajam agar bisa mendengar suara yang Faelyn tunggu sedari tadi. Namun suara itu tak juga terdengar hingga saat ini bahkan setelah Faelyn menyelesaikan seluruh tugas sekolahnya tak ada satupun suara dari lantai bawah. Ia semakin menggelamkan kepalanya. Selama menunggu, waktu inilah Faelyn nantikan.

"Elyn, kamu dimana sayang?"

Faelyn mengangkat kepalanya. Matanya membulat binar saat suara itu terdengar. Perempuan itu langsung bergerak membuka pintu kamar, menuruni tangga dan berlari menyambut pelukan seseorang. Orang yang selalu meninggalkan Faelyn selama masa sekolah dari sekolah dasar sampai saat ini, kelas 2 SMA.

"Kangen gak sama Papa?" Aeron melepas pelukan anaknya, memegang kedua bahu anaknya yang selalu lelaki itu tinggalkan dengan alasan pekerjaan. Tapi apa itu alasan sebenarnya Aeron katakan pada anaknya?

Semenjak Rini meninggalkan dirinya waktu melahirkan Faelyn, Aeron menjadi workholic. Melupakan keberadaan anaknya di rumah, menunggu kedatangan orang yang Faelyn punya. Waktu terus berlalu hingga mendiang istrinya muncul dalam mimpi Aeron ketika lelaki tersebut ketiduran di atas meja kerja kantor.

"Jangan bekerja terlalu keras, Suamiku. Kamu ingat kalau ada bidadari kecil kita yang menunggu kamu di rumah. Dia lebih dari segalanya bagiku, perjuangan yang aku lalui selama sembilan bulan. Bukannya kamu menanti bidadari kita lahir dari rahimku? Datanglah ke dia, cium keningnya sebelum tidur dan sambut dengan senyuman tampanmu. Kamu bisa, suamiku."

Setelah itu semuanya buyar. Aeron terbangun dari tidurnya, menetralkan perasaan setelah bangun dari mimpi indahnya ditemani senyuman cantik dari wajah Rini di dalam bunga tidur. Segera ia menyambar kunci mobil dan jas di meja kerjanya lalu berjalan keluar menuju istananya sesuai wasiat istrinya. Dan mimpi itu menjadi mimpi terakhirnya bertemu mendiang istrinya. 15 tahun yang lalu.

"Kabar Papa sehat? Elyn kangen banget banget banget sama Papa." Perempuan berusia 17 tahun itu mengukir senyum di bibir tipisnya.

Aeron mencubit gemas kedua pipi Elyn, "Papa harus selalu sehat, dong. Kalau Papa sakit siapa yang beliin kamu makanan lagi?"

"Ish, itu Papa tau."

"Anak Papa sudah makan? Kakak kamu mana?"

Kakak. Faelyn ingat. Dia sosok yang menjaga jarak darinya. Berinteraksi ketika ada sesuatu yang penting saja. Tidak pernah saling sapa di rumah dan sekolah. Tidak pernah bercanda selayaknya saudara. Dan Faelyn tidak pernah melihat kakak itu tersenyum kepadanya.

Faelyn harus memikirkan jawaban yang tepat agar Papanya tidak menaruh curiga.

"Oh Kak Jarrel lagi kerja kelompok. Tadi kakak chat aku mungkin besok baru pulang. Papa izinin, kan?"

Oh semoga perkataannya dipercaya. Maafkan dirinya sudah membohongi Papanya sendiri.

Alasan sebenarnya, Jarrel sedang di club bersama teman lelaki itu. Faelyn lihat dari story milik teman Jarrel.

"Jelas. Gak mungkin Papa larang selama itu bukan hal buruk. Ohiya, Papa tadi makan malam sama rekan bisnis, kamu belum makan?"

Faelyn menggeleng mengabaikan dosa lagi "Elyn makan bareng Kak Jihan sebelum Papa datang. Sekarang Papa istirahat, Elyn juga mau tidur. Capek banget abis rapat."

Tidak menjawab apapun, Aeron tersenyum kecil kemudian mengecup pucuk kepala anaknya sembari mengingat wajah Rini.

Kini ruang tamu yang penuh kehangatan diganti kekosongan tanpa suara. Semua pemiliknya kembali ke kamar masing masing, pembantu juga telah terlelap. Tinggal penjaga depan pagar yang berganti shift masih duduk menjaga hunian rumah majikannya.

Sayup sayup langkah kaki terdengar menuju sebuah kamar yang selalu orang itu kunjungi sebelum masuk ke kamar miliknya. Pintu warna putih ditambah papan yang menggantung di daun pintu dengan tulisan 'Faelyn's room'

Tangannya memutar knop pintu yang tak pernah terkunci. Namun ketika ia memutar knop itu, tidak bisa terbuka. Berkali kali juga tetap sama. Apa Faelyn sekarang mengunci pintunya? Rahangnya mengeras pas tau Faelyn mulai nakal. Sekarang Faelyn punya sesuatu yang perempuan itu sembunyikan darinya?

Tanpa menunggu lama, secepat kilat ia berlari menuju kamarnya tepat samping kamar Faelyn. Tak lupa mengunci kembali pintunya dari dalam. Ia berjalan menuju balkon kamar, membuka paksa penuh emosi dan kilatan mata tajam melompati balkon itu ke balkon kamar Faelyn.

Jarrel menarik ganggang pintu balkon dan melangkah masuk. Kegelapan menyambutnya ketika masuk ke dalam kamar Elyn, Jarrel dapat melihat pemandangan punggung gadis itu. Membelakangi Jarrel saat ini. Perlahan lahan ia mendekati posisi Elyn.

Dalam setengah sadar di bawah pengaruh alkohol, Jarrel menundukkan badannya menyingkirkan rambut di wajah gadisnya. Dengan lembut tangannya mengelus kulit wajah Faelyn, tatapannya tak pernah teralihkan pada wajah tidur Faelyn yang sialnya semakin cantik ketika mata itu terpejam.

Jarrel semakin gila. Ia melompati kasur dan berbaring samping Faelyn. Namun gadisnya belum juga sadar apa yang sekarang Jarrel lakukan. Semakin nakal dan agresif.

Tangannya merambat turun ke leher lalu ke tengkuk. Dengan cepat, ia menarik masuk ke dalam dekapannya lalu memeluknya sangat erat dan kuat. Seperti terlepas sedikit saja gadisnya akan pergi.

"Nakal ..."

Kepalanya merunduk. Melihat Faelyn tidak sadar dalam pelukannya. Jika Faelyn sadar pasti perempuan itu akan mendengar dan merasakan degupan jantung Jarrel yang berdetak cepat.

"Berani berbohong, huh?"

Wajah Jarrel merunduk, sangat dekat pada posisi leher putih Faelyn. Menaruh kepalanya di leher Faelyn, menghirup aroma tubuh gadisnya yang begitu candu dengan rakus. Sesekali menghisap, meninggalkan jejak di leher gadisnya dan tak lupa di atas dada. Agar gadis itu tau siapa pemilik sebenarnya

Faelyn Karvinata. Miliknya. Gadisnya. Pusat hidupnya. Dan sialnya orang yang Jarrel benci itu muncul lagi. Orang yang menjadi penghalang Jarrel mendekati Faelyn setiap saat.

Jarrel tersiksa. Sangat tersiksa.

Meskipun tidak ada hubungan kandung, Jarrel benci orang itu. Dan Jarrel semakin marah mendengar ucapan Papanya pagi tadi, kalau tujuan kepulangan Aeron hari ini ada sangkut pautnya dengan putri kandungnya, Faelyn.

Jarrel membayangkan sesuatu yang ia benci tentang rencana Papanya namun Aeron dengan santai mengatakan.

"Faelyn akan Papa jodohkan dengan anak rekan bisnis Papa. Reno Aditama."

Reno Aditama. Teman dekat Jarrel.

Tanpa Jarrel ketahui, Reno telah dekat dengan Faelyn saat lelaki itu berkunjung ke rumahnya dan mulai melakukan pedekate.

Saat pikiran itu kembali melintas, Jarrel semakin agresif, menciptakan banyak tanda kepemilikan di leher gadisnya dan memeluk dengan erat kuat. Jarrel tidak perduli kalo besok mereka akan kepergok. Ia perlu Faelyn untuk meredakan amarahnya, seseorang yang menimbulkan sisi buruk Jarrel keluar.

.
.
.
.

GILAAAA

Aku selesain cerita ini dalam waktu sehari doang. Gak kayak biasanyaaaaa.

Luwarrrbiasyahhhhhh.

Please tinggalin jejak ya gaes. Vote ajaaaa. Itu gratis kok gak berbayar.

Semangat aku tergantung pada seberapa antusias kalian sama cerita aku.
Okeee????

Ohiyaaa, jangan lupa follow ig aku @/mcaapinkyy







Dark ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang