Papan pemberitahuan sekolah menyampaikan akan ada libur panjang setelah ujian sekolah berakhir. Para guru tidak mempermasalahkan jika siswanya meliburkan diri seusai ujian berakhir, masalah pembagian raport aktivitas siswa bisa lakukan secara online.
Sorak siswa terdengar ramai, mereka keluar kelas sembari bercengkrama bersama teman. Itupun dilakukan seorang gadis yang sibuk mengumpulkan kertas biodata kemudian diserahkan ke unit sekolah. Acara camping menjadi acara penghujung sekolah setiap tahun kepada siswa yang telah berhasil melewati proses belajar selama setahun itu.
Gadis itu melangkah menuju ruang unit sekolah. Membalas sapaan teman dikenal bahkan tak dikenal. Bibirnya terus menarik senyum indah dan cantik, rambutnya tergerai bebas dipadukan dengan tas ransel dibahunya.
Lima langkah lagi memasuki ruang unit sekolah. Gadis itu sempat berbalik badan saat seseorang memanggil dirinya.
"Kalila."
Suara itu bagaikan sapaan pagi terbaik dihidupnya. Gadis bernama Kalila Slavina membalas dengan secarik senyuman terpatri dibibirnya. Kalila menjawab, "Kenapa, Der?"
Cowok itu berlari kecil mendatangi gadis itu. Sesampainya, Dersa mengulurkan tangan ke atas kepala Kalila--mengacak rambutnya.
"Tumben sepagi ini kamu ada kerjaan. Lagi gabut?" Ujarnya melangkah masuk ke dalam dengan tangan Dersa merangkul pundak Kalila. Perempuan itu tak bisa mengontrol detak jantungnya kian cepat.
"Iy-iya aku lagi gabut di kelas, gantiin Tara. Kamu ngga pulang?"
Dersa menggelengkan kepalanya tak percaya Kalila menanyakan sesuatu yang sudah pasti jawabannya.
"Kalila, gue didepan lo, hadapan lo, wajah kita bahkan berhadapan. Bisa bisanya lo bertanya begitu. Ga habis pikir gue"
Kalila hanya cengar cengir.
"Rencana liburan semester ini kemana, Kal?"
Dersa duduk setelah mempersilahkan Kalila duduk sampingnya.
"Belum tau sejauh ini. Bosan juga sebulan di rumah cuma duduk makan rebahan," Kalila mengikat rambutnya sembari menatap Dersa yang memisahkan kumpulan kertas berdasarkan kelas masing-masing.
"Kamu, Der?"
Baru saja Dersa ingin menjawab, suara notifikasi telfon terdengar di dalam tas Kalila. Ia mengambil ponselnya melihat siapa yang menelfon ditengah situasi Kalila sukai.
Ia mengerutkan keningnya saat nomor tidak ia kenali menelfonnya. Kalila dengan ragu mengangkat telfon itu
"Halo?"
Hening
Tak ada sahutan siapapun
Kalila mencoba berbicara kali ini, "Halo, Ini dengan siapa, ya?"
Sekali lagi tidak ada suara.
Dengan perasaan menahan amarah, Kalila berbicara tegas, "Ini siapa? Kalo tidak penting, telfonnya saya tutup! Per-"
"Kala."
Deg!
Kedua matanya secara langsung melotot. Tangannya ikut bergetar mendengar suara itu. Tanpa mendengarnya, Kalila mematikan telfon itu secara sepihak.
Bahkan lima menit berlalu, Kalila masih diam tidak mengucapkan kata apapun, jantungnya berdetak cepat, dahi diwajahnya mengeluarkan air keringat menandakan perempuan itu sedang dilanda rasa panik, cemas dan takut.
"Hey? Kalila. Kamu gapapa?" Dersan melambaikan tangannya ke depan wajah Kalila. Spontan juga Kalila menyadarkan dirinya. Segera ia beranjak, memasukkan semua barang kedalam tas lalu berdiri berjalan keluar dari ruangan unit sekolah.
Dersan yang melihat perempuan itu pergi berlalu tanpa mengucapkan apa-apa hanya tersenyum kecut. Batin Dersan bertanya-tanya siapakah si penelfon yang membuat Kalila diam seperti ketakutan? Dersan menggelengkan kepalanya, lebih baik ia menghubungi Kalila malam nanti.
Sementara disisi lain, Kalila berlari membawa tasnya keluar dari gedung sekolah. Pikirannya berkecamuk. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya sehingga ia tak sengaja menabrak bahu teman di sekolahnya.
Sesampainya di gerbang sekolah, berniat memesan ojek online dengan perasaan takut ia melihat banyaknya pesan masuk ke ponselnya.
Saat akan membaca pesan itu, sebuah telfon masuk-- Kalila sungguh takut menjawab telfon itu, ia mengarahkan jemarinya menekan tombol hijau namun panggilan tersebut putus.
Tanpa berlama-lama, Kalila memesan ojek online. Setelah memesan, ia bolak balik berjalan depan gerbang menunggu driver ojek yang belum datang. Ia mengigit ujung jarinya menahan kepanikan besar.
Ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk lagi.
Kalana. Kalila Slavina. Gadisku.
Kabarnya bagaimana ...
Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu terlihat baik tidak sepertiku yang terus menahan amarah melihatmu bersama laki-laki lain. Menyenangkan berduaan di ruangan sepi, kan, gadisku memang pintar mencari kesempatan. Kamu selalu tidak menolak sentuhan laki-laki itu, tapi saat aku menyentuhmu kenapa kamu memasang wajah ketakutan. Gadisku, kamu itu milikku.
Tapi kamu tidak perduli, ya, ke aku?
Tidak apa-apa, aku selalu memantau kamu. Kamu pasti tidak bisa memantau balik. Sungguh permainan yang seru.
Kalila-ku. Gadisku, jadilah kekasih yang baik-tidak pembangkang, ya!
Kamu tahu resikonya jika melanggar, kan?
Semua keputusan ada di kamu, sayangku.
Wah, aku menyukai wajahmu yang panik membaca semua pesanku. Aku sangat suka. Semua ada pada dirimu, aku wajib menyukainya. Gadis baik. Jaga baik-baik pesanku, aku sungguh mencintaimu.
Kalila tidak bisa menahan dirinya lagi. Ia memundurkan langkahnya bersandar ditembok depan gerbang dengan mulut ditutupi oleh tangannya. Satu pesan terakhir itu, Kalila hampir gila berteriak. Kedua matanya secara langsung menangis. Ini gila!
Bersiap-siaplah. Aku sudah memantau kamu, aku siap menjemputmu sesuai kesepakatan kita berdua, sayang. Sudah waktunya, bukan?Aku mencintaimu selalu.
Salam, Kenandra.