My Ex Like Jerk

7.2K 253 4
                                        

"Sejak kapan Maudy dekat Mama?"

Maudy yang tadinya sedang menonton kini menoleh heran melihat Mamanya meletakkan cemilan diatas meja. Layar televisi menampilkan tayangan drama korea 'The Heirs' yang menceritakan seorang cowok memiliki ambisi untuk memiliki seorang perempuan biasa seusai pertemuan di pantai Amerika, perbedaan kasta keluarga membuat cowok itu lebih kesulitan mendapatkan perempuan yang dicintainya.

Mama menyelutuk "Mama barusan dari tetangga sebelah yang baru saja pindah. Lumayan anaknya udah jadi pengusaha--dosen pula,"

Maudy memutarkan bola matanya malas. Apakah disini ia dibandingkan dengan anak tetangga. Sebelumnya tak pernah Mamanya bersifat demikian, sungguh tetangganya itu telah berhasil merubah pemikiran Mama Maudy.

"Papa gak permasalahin anak tetangga kita. Maudy jauh lebih unggul, lebih pintar dan lebih terampil dalam segala hal. Seharusnya Mama bisa mencontohkan ke Maudy," Papa Maudy datang dari arah kamar, mengomentari ucapan Mama.

Maudy mengangguk mengiayakan.

"Tapi Pa, anak tetangga it---"

Papa Maudy mengandahkan jari telunjuknya ke depan mulut Mama. "Berhenti membandingkan anak kita sama anak tetangga."

Mulut Mama cemberut. Suami dan anak sama saja padahal ia hanya ingin anaknya bisa sama seperti anak tetangga dengan menceritakan pencapaian orang itu sejauh ini.

"Malas sama Papa. Maudy temani Mama ke supermarket belanja bulanan, stok di kulkas sudah habis karena Papa tiap malam ngemil mulu,"

Maudy menepuk pundak Papanya "Yang sabar, ya, Pah. Terima resiko aja" ujarnya disertai kekehan pelan.

"Benar. Papa kasih uang bulanan buat beli cemilan malah Papa yang diomelin. Mama kamu tuh"

Papa dan Maudy memandang wanita paruh baya itu berjalan hingga memasuki kamar. Kemudian mereka saling bertatapan lalu tertawa.

"Istri Papa, lah. Kan Papa yang godain Mama duluan jadinya Mama kepincut ke Papa. Lain kali ceritain lagi cara Papa luluhin hati Mama, ya. Maudy siap siap dulu," Memang Mama Maudy tipikal cewek cuek pada sekitarnya, masa muda Mama Maudy dihiasi dengan berbagai macam buku, kemanapun Mama Maudy pergi dalam tas cuman ada dompet dan buku. Namun hal itulah membuat Papa Maudy menyukai perempuan kutu buku itu. Usaha yang dilakukan cukup membutuhkan waktu 3 tahun hingga akhirnya Rana-Mama Maudy luluh walaupun tidak menyerahkan seluruh hidupnya dalam jeratan posesif Papa Maudy.
sasa

Sesampainya di supermarket, Maudy mengambil trolly kemudian berjalan masuk ke lorong snack. Ia menyulurkan tangannya mengambil beberapa cemilan kesukaan keluarganya. Setelah berjalan di lorong cemilan, ia memundurkan langkahnya mendekati Mama Maudy yang terus memanggilnya

"Kenapa, Ma? Apa yang harus Maudy bantu," Ujarnya sembari melihat Mama meletakkan beberapa alat mandi kedalam trolly. Mama Maudy mendonggak menatap anaknya menyuruh mengambil sayur-sayuran, sosis, nugget, dan yang dibutuhkan nantinya. Maudy hanya mengangguk mengiayakan ucapan wanita itu.

"Mama cari bahan yang lain. Gapapa, kan, Mama tinggal?" Mamanya mengulurkan keranjang ke Maudy serta kartu kredit miliknya.

Maudy mengangguk mengiayakan, "Gapapa, biar Maudy bayar. Mama tenang aja"

Sehabis itu wanita paruh baya meninggalkan Maudy dikasir sendirian. Antrian cukup panjang dan Maudy berada barisan kedua dari belakang. Sebenarnya isi dalam trolly kecil ini masih ada stoknya dirumah hanya saja Mama Maudy akan berangkat besok pagi ke Seoul bersama Papanya jadilah stok makanan makin banyak lagi. Maudy tak ambil pusing justru itu memudahkan jika saja Maudy terlambat bangun nantinya.

Antrian masih panjang, Maudy mulai merasakan sesuatu yang aneh sewaktu seseorang datang ikut berbaris dibelakangnya. Aura orang itu sunggulah kuat, bulu kuduknya merinding. Ia memperhatikan sekitar yang masih ramai, orang-orang tampak sibuk dengan urusan masing masing.

Ada apa dengan Maudy kali ini? Ini pertama kalinya Maudy merasa tak nyaman di tempat umum. Ia menundukkan kepalanya, menarik--menghembuskan nafasnya pelan. Namun sebelum ia mengangkat kepalanya kembali, ia bisa melihat sosok dibelakangnya bukanlah seorang perempuan karena jarak antara Maudy dan orang itu cukuplah dekat bahkan tidak ada jarak antar keduanya.

Maudy maju selangkah sembari memperhatikan Mbak kasir.

Tak!

Sepatu yang Maudy kenakan seperti membentur sesuatu.

Rasanya ingin kabur dari tempat itu. Ia sudah tidak bisa menahan, perlahan ia akan berbalik badan melihat orang yang dibelakangnya. Belum sempat ia melakukannya, orang dibelakangnya dengan lancang mengunci pergerakannya. Kedua kakinya tak bisa bergerak. Kaki orang itu berada disisi kanan kiri kalau dilihat dirinya dipeluk orang asing itu.

"Jangan panik, Maudyku" bisik orang itu dengan seringaian tipis.

Kedua mata Maudy membulat kaget, badannya terdiam kaku. Trolly kecil yang ia pegang terjatuh membuat para pengunjung berbalik melihat Maudy yang ketakutan luar biasa.

"Mbak, baik-baik saja, kan?" Tanya Perempuan seumuran dengan Maudy.

Maudy tak mampu menjawab pertanyaan perempuan didepannya. Malahan cowok dibelakangnya menjawab pertanyaan itu.

"Gapapa. Istri saya kecapean jadi tangannya lemas." Ujar cowok itu dengan nada dibuat-buat seolah olah Maudy adalah istrinya. Dalam hati cowok itu meringis kesal menjawab pertanyaan perempuan lain setidaknya orang lain tau Maudy itu istrinya.

Saat Maudy akan lari menjauh dari cowok itu, dengan cepat tangannya ditahan oleh tangan kekar. Maudy memejamkan matanya. Tak bisa lagi, ia butuh Mamanya.

"Mau kemana, Maudyku?"

Orang itu menarik dengan cepat sampai badan Maudy berada dalam dekapannya.

"Lepaskan! Gue bukan kekasih lo lagi, Daniel."

Orang itu Daniel. Lelaki berbahaya sangat ditakuti oleh semua orang termasuk Maudy.

"Melepaskanmu? Kamu itu milikku sayang."

Dark ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang