Memang benar lingkungan sangat mendukung masa pertumbuhan seseorang. Dikelilingi oleh orang supportif, kadang memberikan dampak positif bagi siapa saja. Namun lingkungan yang buruk bisa juga berdampak bagi seseorang yang memilih untuk masuk ke dalamnya. Tak ayal, kebanyakan seseorang memilih tidak membuat perubahan pada hidupnya. Menjadikan zona nyaman menjadi acuan untuk bertahan hidup dalam kondisi harus menghasilkan sesuatu yang menguntungkan. Baik buat keluarga maupun pribadi.
Merantau merupakan solusi terbaik yang harus gadis usia 18 tahun itu jalankan. Dengan berbekal pakaian seadanya serta berkas yang sekiranya diperlukan, gadis itu menggunakan kendaraan bermotor agar sampai di jalan raya. Kemudian kendaraan roda dua itu ia berikan kepada salah satu keluarganya yang kebetulan tinggal sekitar jalan tersebut.
Tak lupa gadis itu mengajak adiknya pergi memasuki kota besar yang penuh keramaian. Meskipun memilih tinggal di kota besar yang jauh lebih resiko dan keras, ia tetap memperjuangkan apapun itu selama halal dan bisa membuatnya hidup dengan nyaman tanpa hadirnya orang orang toxic.
Empat tahun berlalu menandakan perempuan itu sudah memasuki dunia kerja setelah menempuh pendidikan sarjana selama 3.5 tahun. Termasuk dalam jajaran mahasiswi terbaik di kampus. Tak lupa, jajaran penghargaan dan prestasi yang ia raih menjadikan gadis itu dapat diterima kerja dengan mudah. Bermodalkan beasiswa selama kuliah, Launa bisa menyewa salah satu unit kost dekat kampus dan membantu biaya sekolah adiknya. Namun, ia juga berusaha mencari pekerjaan sampingan agar mencukupi biaya hidup. Perjuangan keras telah Launa lalui. Sekarang, ia bersama Artaa Adiknya menikmati hasil kerja keras kakaknya. Walaupun belum sesukses yang Launa impikan, rasa syukur terus ia gumamkan.
"Jadwal gathering dari Pimpinan akan kita laksanakan sehabis jam kerja selesai. Apa bahan pokok dan sembako sudah beli, Launa?" Tanya Pak Yuda mengarahkan intensinya ke perempuan duduk di samping kanannya. Seluruh atensi karyawan mengarah ke Launa setelah mendengar pertanyaan Pimpinan Cabang.
Launa yang tengah mengetik terhenti, mengalihkan pandangannya pada kedua netra tajam itu. "Seluruh bahan pokok dan sembako sudah saya siapkan di ruang penyimpanan, hanya tinggal menunggu instruksi selanjutnya dari Bapak. Untuk catatan biaya dan nota belanja sudah saya berikan ke bagian keuangan." sahut Launa.
Pak Yuda menganggukkan kepala atas jawabannya. Lelaki paras tampan dan memiliki aura dominan itu memandang kertas di hadapannya dengan seksama. Dibalik memperhatikan teks di kertas putih, pikirannya tertuju pada gadis di sampingnya itu. Bagaimana bibir tipis nan pink itu bergerak mengeluarkan suara, netra mata coklat itu membalas tatapannya, dan kulit putih nan mulus itu. Ah! Rasanya ia gila. Pesona perempuan itu sangat memikat.
"Pak Yuda?"
Yuda langsung menyadarkan dirinya. Ia mengangkat kepalanya ke arah karyawan yang memanggilnya tadi, kalau ia tidak salah namanya Una. Kemudian Yuda memandang sekitar dan mendapati karyawan yang hadir sedang memandangnya juga termasuk Launa. Gadisnya. Bisakah ia menandakan gadis itu menjadi miliknya?
Tidak ada yang mustahil untuk seorang Yuda Geotama termasuk menaklukan gadis keras itu.
"Ah ya, Saya mendengarkan ucapan kalian. Kalau semua sudah beres, kalian boleh kembali bekerja dan jika ada yang belum selesai sebelum jam kerja, komunikasi melalui sekretaris saya," Lelaki itu bangkit berdiri melangkahkan kakinya menuju ruangan miliknya.
Meskipun kerja bukan di kantor utama, tempat Launa bekerja termasuk bangunan besar dan mempunyai banyak karyawan.
"Bener apa yang gua bilang kalau Pak Yuda anaknya Pak Brama. Kalian enggak lihat nama akhirnya?" curcol Farah seusai Lelaki tengah dibahas itu keluar dari ruang rapat.
Varo menjetikkan jarinya ke udara menyangkal ucapan Farah, "Enggak lah. Gue aja punya nama belakang sama dengan Chef Arnold tidak punya hubungan keluarga sama dia. Ngaco!"