Don't Leave Me Alone

2.2K 123 1
                                    

Tepat hari ini, aku menghadiri acara pada suatu cafe tak jauh tempat bekerja. Suasana cafe cukup ramai termasuk tamu undangan dan pengunjung cafe biasa. Tema acara khusus untuk perayaan ulang tahun teman. Memang teman teman aku sudah nikah, tapi belum semua termasuk aku sendiri. Aku memiliki rasa takut yang besar pada sebuah ikatan sakral yaitu pernikahan.

Banyaknya kejadian dalam rumah tangga menambah rasa takutku, sebisa mungkin aku menghindari lelaki yang mengajakku nikah. Entah sudah berapa pria datang ke rumah untuk menimangku sebagai calon istri mereka tapi aku tidak mengindahkannya. Aku menolak dan Mama tidak mempermasalahkan itu karena beliau tahu apa sering aku rasakan. Bukan berarti juga aku mempunyai kelainan seksual. Aku perempuan normal. Aku masih menyukai manusia berbeda jenis kelamin. Namun untuk menjalin hubungan hanya sebatas pacaran. Pikiranku selalu membatasi agar tidak memercayai sepenuhnya pada ucapan pria.

Saat keasikan melamun aku tersentak kaget saat tepukan pada pundak. Aku menoleh, ternyata Arya si pelaku. Dia menarik kursi sampingku kemudian badannya kedepanku.

"Melamunin apa?" lembutnya serta usapan di pipiku.

Aku menggeleng. "Kamu belum nyentuh makanan. Aku suapin, ya?" Tuh ucapannya saja sedikit membuatku merinding. Entahlah. Aku merinding karena tersipu atau rasa risau.

Arya semakin memajukan kursinya ke arahku dan memandangku lekat. "Kamu ada masalah? Cerita saja aku siap dengerin."

"Mama."

Satu kata sudah membuat lelaki kameja biru navy itu paham. Dia tersenyum pilu dan tangannya menjangkau punggungku. Mengelus seolah menenangkan pikiranku. Akhir akhir ini aku seolah dihantam oleh pikiranku sendiri. Masalah Mama yang stress karena Papa pergi tanpa alasan jelas, pernikahan bahkan masalah pribadi menjadi pembicaraan orang lain. Apa mereka tidak punya pembahasan lain? Padahal apa yang mereka katakan tidaklah benar, aku meninggalkan Mama di rumah dan mencari apartement baru karena jarak tempat kerja.

"Mau ke taman belakang?" tanya Arya menatap penuh binar. Aku juga bisa merasakan ribuan rasa sayang dari tatapan Arya kepadaku. Sayangnya aku belum bisa menerima lamarannya sebagai calon suamiku. Dia sahabatku tapi telah mengenalku lebih dari Mama mengetahuiku.

Aku menggeleng pelan. Dering ponsel berdering serentak aku mengedarkan tatapan ke atas meja. Benda persegi hitam itu bergetar yang menandakan seseorang menghubungi Arya. Arya memberiku kode untuk ia menjawab panggilannya kemudian aku mengangguk saja. Tinggal aku seorang diri di tengah keramaian pengunjung dan tamu cafe.

Aku beranjak berdiri menuju toilet. Sebelum masuk ke pintu toilet, ada lorong pas samping toilet, mungkin jalan menuju dapur. Aku hanya menggendikkan bahu tak acuh sebab mendengar seorang perempuan menelfon dengan nada memohon. Aku mengenal suara itu. Sangat mengenalnya. Belum sempat badan aku sepenuhnya masuk ke toilet, sayup sayup namaku terucap oleh perempuan itu. Kenapa aku disebut? Apa ada kaitannya dengan lawan bicara Bianca?

"Tetap tidak bisa, Nath. Dia sibuk. Gue juga enggak bisa maksa Launa buat-"

"Sebenarnya mau lo apasih, Nath? Gue bisa. Gue pastiin bisa tepat waktu. Kagak mesti Launa yang lakuin."

Launa. Itu nama yang Bianca sebut. Aku mengurungkan niat buat mencuci tangan. Telinga semakin tajam mendengar pertikaian antara Bianca dan sahabatnya. Berbagai pertanyaan bersarang di benakku.

Bianca mengumpat kata kata kotor. Aku memundurkan langkahku dan menyusul Arya yang berada di taman belakang. Dapat kulihat Arya asik berbicara dengan seseorang di telfon, dari raut wajahnya yang bahagia dan menyebutkan nama membuat lelaki rambut hitam itu senang.

"Iya, Arya sudah makan. Memangnya Buna mau makan apa?"

Buna. Aku tersenyum simpul.

Mendengar langkah kaki dari belakang tubuhnya, Arya menoleh dan berjalan ke arahku. Ia memelukku erat seolah olah menyalurkan rasa bahagianya ke ragaku.

Dark ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang