Nala datang berlari lari setelah membayar ojol dengan beberapa uang kertas. Baru saja meletakkan bahan bahan untuk bazar sudah banyak yang menyemprotnya."La! Lama banget si lo!"
"Sorry sorry" dengan nafas yang masih berburu, Nala mengeluarkan isi plastik itu.
"Kalo ga bisa datang cepat, gausa janji dari awal bawa ni semua bahan"
"Liat! Kita telat buka bazar karna lo"
Habis sudah Nala dicerca habis habisan. Melihat Nala yang tak berkutik dan hanya menunduk menggumamkan kata maaf.
Aksa menghampiri
"Yaela. Dari pada bacot, mending langsung bantu nyusun bahan lah. Biar cepat dibukanya ni bazar"
Reno yang baru saja datang dengan Aksa menepuk pelan bahu Nala "emang lo darimana aja La?"
"Tadi... Mobil mogok"
"Lo nunggu mobil lo sampe selesai?"
"Ya engga la, nunggu ojol. Mungkin karena macet jadinya datengnya lama" Nala mencoba menjelaskan.
Kekehan keluar dari mulut Reno "oiya bahan moocktailnya ada di elo kan? Jadi siang juga ni gue bukanya, udah di patuk ayam rezeki kelas kita"
Nala tau itu hanya candaan Reno, tapi ntah mengapa dia sakit hati. Dia hanya menunduk.
Kelas XI-MIPA 2 kini telah membuka bazar, dan banyak juga yang mampir di bazar mereka. Ada beberapa yang membeli minuman moocktail yang disediakan tim minuman.
"Nala! Gw corn dog moza 1 sama yang sosis moza 1"
Lelaki tegap itu memberikan uang kertas 50 ribuan dan di berikan kembalian oleh Nala.
"Wait yaa"
Nala mulai membalut tusukan moza dan sosis moza dengan adonan basah lalu menggorengnya
"Nala gw tangsuyuknya 4 yaa" Seorang gadis dari kelas bahasa, Nala mengenalnya
"Oke. Ditunggu ya"
Tawa menggelegar dari arah tim minuman, di sana ada Qiara, Rhea, Iqala, Reno dan Aksa.
Nala yang mendengar itu menoleh, merasa bahwa mereka sangat jauh. Tak biasanya seperti ini. Nala merindukan mereka.
"Aww... " Nala meringis menarik tangannya dari penggorengan.
"Lo ga papa La?" Semua orang terlihat panik.
Kecuali temannya yang berada di stand minuman. Mereka mungkin tak sadar.
"Gapapa" Nala memberikan pesan lelaki dan perempuan itu.
Baru saja ingin duduk, Rafa menarik tangan Nala.
"Lo apa si Raf?!"
Demi Tuhan Nala lelah, ia tidak ingin beradu mulut.
"Ikut gue!" yang keluar dari mulut Rafa terdengar seperti perintah yang tak boleh dibantah.
Setelah sampai di UKS, Nala melepaskan tangannya dari Rafa.
Rafa memegang kedua bahu Nala, mendorong kebawah "duduk!"
Nala hanya menghela nafas
"Lo bisa ga si sehari aja ga buat masalah?!"
Nala yang mendengar itu langsung menaikkan pandangannya
"Buat masalah?" Ulang Nala
Nala menghembus kan nafas pelan.
Rafa yang sibuk mengambil kotak p3k langsung menoleh. "maksud gue teledor"
Rafa mengerti jika Nala sedikit tersinggung dengan ucapannya.
"Gue terlalu beban ya buat kalian semua?!" Suara Nala kini terdengar bergetar
"Gue ga bilang itu"
"Iya... Lo ga bilang tapi merujuk"
"Gue ga minta buat kalian terus ada buat gue. GUE GA MINTA!" lanjut Nala.
"Lo masi marah karena gue lupa jemput kemarin?"
Melihat Nala yang tak menjawab, Rafa kembali membuka suara "kan gue udah minta maaf"
Nala yang mendengar kalimat itu, langsung dibuat merah padam mukanya. Kini nafasnya tak teratur, sesekali menghembuskan nafas kasar.
"Lo sebenarnya niat ga si, buat minta maaf?" gumam Nala
Rafa tak mendengarnya dia sibuk membuka kotak p3k itu, mencari mana yang cocok untuk penyembuhan luka terbakar.
Nala mulai membuka suara kembali "gue sampai di rumah dengan selamat. Fisik gue aman. Mental gue??!"
Rafa menoleh, merasa bersalah untuk menjaga amanah dari om nya di hari terakhir.
"Sorry" Rafa mengambil tangan Nala lembut.
Nala menyentakkan tangan Rafa, dan tak sengaja membuat kotak p3k tersebut kececeran.
"Lo ga tau kan. Gimana gue sampai rumah, harus di... " Nala menghentikan percakapannya. Tak ingin membuka dirinya dengan terlalu.
"Kenapa? Lo kenapa?" Rafa panik, mengguncang pelan lengan Nala.
"Ga penting"
"Jawab gue La. Lo kenapa?"
"LO SIAPA?!"
Keruh muka Rafa kini berubah, dari yang panik menjadi merah padam. Sudah berulang kali Nala menyadarkan posisinya bahwa dia bukan siapa-siapa tapi tetap saja dia merasa sakit.
Rafa mengangguk pelan secara berulang "gausah ditekankan gue siapa. Gue sadar diri La."
Rafa mulai mengumpulkan isian obat obatan yang berserak dari di depan Nala
"Ini obatnya udah gw pisah"
Rafa mulai melangkahkan kaki meninggalkan Nala yang hanya diam.
"Gue ga butuh!"
Rafa mendengar itu. Nala sengaja, agar dia mendengarnya.
Bersikap gengsi adalah jalan satu satunya agar harga dirinya tak jatuh.
Setelah Rafa hilang di sepanjang koridor. Barulah air mata Nala keluar. Tak ada isakan kali ini.
Dia cukup sadar diri bahwa ini masih di sekolah.
"Lo gatau kan Raf, kalo gue harus dimarahin sama Nata? Dia bilang gue childish. Lo gatau kan kalo gue berantem sama Rhea, Iqala, Qiara. Mereka semua benci sama gue Raf..." ucap Nala lirih, meski tau Rafa tak akan pernah mendengar itu semua.
Bersambung...
sengaja double up biar emosinya dapet dan ga nanggung🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap Harsa
Teen FictionSetiap hati pernah berlabuh. Nala pun begitu. Tanpa berlari, sebenarnya Nala mengejar. dan tanpa pengulangan, sebenarnya dia juga mengerti untuk berhenti. Namun tetap saja, tak ada batas yang ia tetapkan. Untuk apa batas harus ditetapkan? Karena Nal...