Chapter 17 - Stuck In The Middle

951 181 148
                                    

Aren't you supposed to let go?

Why are you asking him on a trip, you stupid?

Zoe memaki dirinya sendiri dalam hati, mewajarkan wajah kesal Asher yang muncul di layar laptopnya saat ini.

"Kamu tau gak kamu tuh plin plan?"

Marahnya Asher hanya bisa Zoe maklumi. Kakinya yang terbalut kaos kaki sebagai pelengkap penampilan siap tidurnya ini bergerak mengayun, bertelungkup dengan tangan yang menopang dagunya.

"Nih ya aku jelasin lagi. Pola hubungan kita tuh akhir-akhir ini kacau banget, sering berantem, terus baikan gak ada apa-apa. Takutnya, kalau keseringan ketemu, kita jadi gampang terganggu karena gesekan dari banyaknya perasaan gak enak yang gak kita selesaikan."

"Let's go somewhere this weekend then. Staycation like we always do, habisin banyak waktu berdua buat nyelesaikan masalah."

Zoe mengusap tengkuknya tidak nyaman. Asher selalu muncul dengan segala pemecahan masalah yang masuk akal.

Padahal bukan hanya itu saja alasan kenapa Zoe meminta agar mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, dan bertemu lebih jarang daripada biasanya.

Karena bagaimanapun, tujuan akhir Zoe adalah untuk menghitung mundur sampai perpisahan mereka. Zoe terlalu tega pada dirinya sendiri jika memaksakan diri, lalu melepaskan diri hanya di saat-saat terakhir.

Zoe harus bisa merancang semuanya se sempurna meninggalkan kesan terbaik pada Asher, sertamerta berjalan mundur tanpa suara.

Zoe harusnya juga menyiapkan dirinya untuk perpisahan yang sudah pasti akan menyakitkan itu.

Makanya, Zoe langsung meminta video call. Mengajak bicara lalu mengusung ide bahwa pertemuan mereka harus di minimalisir untuk sementara.

Semua alasan yang bisa ia keluarkan, langsung dengan mudah Asher sanggah.

"Not all 'why's yang kita punya di kepala itu harus dapat jawabannya, Asher. Mungkin bakal lebih baik kalau kita berjarak-and don't get me wrong, gak berarti kita lost contact atau gimana. Misal aku selalu sibuk kan dari senin sampai jum'at, waktu buat diluangkan buat fokus kuliah, keluarga, teman-teman. Terus weekend sama kamu. Seru kan? Kita jadi saling rindu, saling antusias buat dengerin apa aja yang terjadi semingguan, perasaannya sehat buat kita berdua." Jelas Zoe panjang lebar.

"You know i can't be without you, baby. You know it too well. Aku bakal sedih banget karena nature aku yang needy."

Zoe terdiam saat mendengar keluhan Asher. Di hari biasa, ia pastikan dirinya akan menahan senyum, merasa puas mendengar bagaimana butuhnya Asher akan dirinya.

Tapi sekarang, pundaknya merosot, sadar dan mengerti makna sebenarnya dari ucapan tersebut.

"That's the thing. Kita harus bisa, we have to move past the time where being around each other 24/7 is normal for us. Karena meskipun kita pacaran, kamu dan aku itu dua orang yang punya hidupnya masing-masing. Kita harus saling menghargai itu."

"You're being hella weird, you know that right?"

Dari awal bicara, Asher tidak bisa menyembunyikan perasaan tidak sukanya. Entah dari cara bicara, mimik wajah, gerak tubuh, dan lainnya.

"Zoe, beberapa jam yang lalu kamu ajak aku liburan bareng." Ingat Asher lagi.

"Iya, gak ada yang berubah dari itu. Aku masih mau liburan bareng sama kamu. Ini situasi yang beda, pengennya aku supaya kita lebih banyak punya ruang pribadi, sama liburan bareng itu gak ada korelasinya. Ayolah, Asher, aku bikin keputusan ini juga tahu manfaat baiknya untuk kita."

CountdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang