Semua terjadi secara tiba-tiba.
Zoe ingat semua hal yang ia lakukan di Bogor. Mulai dari menemani neneknya dengan segala aktifitas, sampai ditengah tawa harus menahan umpatan karena dapat pesan dari adik tingkat.
Bahwa dirinya dimasukkan dalam grup kelompok proyek ujian akhir. Juga penjelasan singkat bahwa saat Zoe tidak hadir, kelompok sudah di tentukan oleh perwakilan kelas mereka.
Zoe yang dari awal tak pernah membuka aplikasi pesan itu buru-buru membukanya. Takut ketinggalan informasi lebih penting yang menyebabkannya menjadi kaka tingkat tidak tahu diri.
Tahunya hanya diskusi singkat, yang tentu ia ikuti, dan kesepakatan kalau mereka harus bertemu besok hari untuk membahas tugas ini.
Maka dari itu akhirnya Zoe ijin pamit kepada neneknya, ia perlu mengambil koper dan memanggil taksi untuk pulang ke Jakarta.
Pengakuan itu membuat Dessy langsung memasang raut sensi. Tidak mau cucunya punya pikiran bisa dibiarkan pulang naik taksi seorang diri, meski sebenarnya Zoe sudah terlanjur melakukan itu saat pergi ke bogor kemarin.
Ternyata, mendengar perseteruan Dessy dan Zoe yang menghabiskan cukup banyak waktu. Budi diam-diam memanggil Kenzo.
Seperti itulah awal mula bagaimana Zoe akhirnya kembali ke Jakarta dengan pria asing yang jadi korban pemaksaan kakek nenek mereka.
Zoe menoleh keluar berkali-kali, memegang erat sabuk pengamannya, juga mengeluarkan batuk satu dua kali.
Padahal tidak ada yang tidak nyaman dari mobil mewah ini. Semuanya seakan hadir menjadi fasilitas yang membuat perjalanan semakin bisa Zoe nikmati. Terasa sangat dingin, bahkan wanginya bukan jeruk yang biasanya membuat Zoe cepat sakit kepala.
Tapi tetap saja Zoe tidak enak. Kenzo, ia repoti, dengan harus kembali ke rumah nenek untuk mengambil bawaan, lalu pergi ke Jakarta bersama.
"Maaf ya ka." Mulai Zoe, memecah hening antara mereka.
"Hm?" Kenzo bertanya, rautnya bingung tapi masih fokus mengendarai mobilnya.
"Maaf karena nenek maksa lo nganterin gue ke Jakarta. Padahal gue gak masalah kalau naik taksi sendirian! Naik kereta juga gak papa!"
"Kamu bawa koper. Susah naik kereta."
"Bisa-bisa aja sih. Tapi emang iya, makanya mau naik taksi."
Zoe bicara pelan. Ia melirik sekilas, melihat bagaimana Kenzo masih fokus membawa mobil.
"Maaf ya. Kalau perjalanan keluar kota gini saya suka was-was sendiri, makanya kalau ngobrol masih harus fokus ke jalan."
"Gak papa banget ka! Gak perlu minta maaf, sorry juga ngajak ngobrol. Selain gue daritadi ngerasa gak enak, gue juga takut kalau sampai Jakarta masih aja canggung dan gak ada inisiatifnya." Ucap Zoe jujur.
Rupanya jujurnya Zoe berhasil membuat senyum terbit di wajah Kenzo. Ia sendiri tidak bisa melihat sepenuhnya, karena sudah malam dan keadaan cukup gelap.
Tapi, ia yakin tidak salah lihat, Kenzo memang tersenyum meski masih melihat ke depan.
"Kamu masih kuliah?"
"Iya, semester terakhir."
"Oh, masih ada ngambil kelas ya?"
Pertanyaan itu membuat Zoe mengeluarkan tawa malu. "Iya, dulu gak teliti sampai lupa hitung sks yang perlu diambil."
"Sambil skripsian juga?"
Zoe tanpa sadar menghela nafas berat, langsung saja Kenzo tertawa yang cukup nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown
Fiksi Remaja"if you're lucky enough, red invisible string tying both of you together. But again, not everyone got luck handed to them."