Chapter 24 - What Have They Told You About Hope?

1K 227 70
                                    

Ramainya suasana rumah sakit saat ini membuat Zoe menggerakan matanya dengan cepat. Ada anak kecil yang masih tertawa lantang meski dirinya sedang duduk rapi di kursi rodanya, atau nenek-nenek yang berkumpul menggunakan baju seragam rumah sakit seakan ini hari normal lainnya.

Kadang juga Zoe terdiam memandangi dinding putih yang menjadi ciri khas tempat ini, bertanya sudah berapa banyak rintih do'a yang disampaikan sampai ujung nafas seseorang yang sudah ia dengarkan.

Kakinya menyilang dengan tangan bersedekap. Sibuk dengan pikirannya sendiri, mengabaikan suara-suara yang hilir mudik di telinganya.

"Zoe."

Ketika namanya dipanggil. Zoe dengan sigap berdiri, mengambil tas tenteng, lalu melangkahkan kakinya yang terbalut sepatu putih.

Hari ini Zoe tiba-tiba dihubungi oleh Amara, ibu dari Asher. Katanya minta ditemani ke rumah sakit, karena Lyra yang sedang bersekolah sedang Asher yang mulai sibuk di kantornya.

Zoe yang memang sedang luang pun dengan senang hati mengiyakan. Lagipula bukan hal baru baginya untuk pergi kemana-mana dengan Amara.

Tapi sejak ia mengetahui tentang Bella. Zoe belum pernah menginjakkan kakinya lagi ke rumah Asher. Keadaan ini seolah mendorong Zoe untuk mengikis jarak yang ia buat pada keluarga Asher karena kejadian tersebut.

Maka beginilah sekarang, dengan cepat Zoe melayangkan tangannya ke udara, membiarkan perempuan paruh baya ini melingkarkan tangan pada lengannya. Sedang Zoe tersenyum kecil pada seorang perawat yang ikut hadir bersama mereka.

"Anda putri dari pasien ya?"

Zoe menatap ragu, meski pada akhirnya tersenyum tipis, "Ah, benar. Apa ada yang perlu disampaikan, sus?"

Perawat itu kemudian menjelaskan ulang apa yang mungkin sudah dokter sampaikan di ruangannya. Lalu menjelaskan tentang cara minum obat sampai terapi yang harus dilakukan oleh ibu Asher.

Lalu setelahnya mereka pergi ke tempat pembayaran di rumah sakit sekaligus menerima obat sesuai resep dokter.

Amara dan Zoe melangkah keluar sambil bergandengan. Tangan Zoe satu lagi ikut memegangi tas tenteng milik Amara, serta miliknya.

"Maaf ya Zoe, mami gak enak ngerepotin kamu. Apalagi tadi susternya malah jelasin hal-hal lagi, padahal mami sudah larang Zoe ikut masuk ke ruangan dokter."

"Enggak masalah, Mi. Lagipula tau sekarang lebih baik, kita bisa sambil cari perlengkapan buat isi tas yang bisa mami bawa ke terapi nanti. Beli kotak obat juga, supaya bisa bedain yang mana pagi, siang, sore atau malam."

"Mami enggak se parah itu ah."

"Gak parah gimana? Kan kata suster tadi dua bulan ini sambil observasi, kalau enggak membaik, mami harus operasi. Harus dijaga banget itu."

Amara tersenyum sambil mengusapkan tangannya pada lengan Zoe. Perempuan muda itu tiba-tiba sadar diri, sedekat apapun ia dengan ibu Asher, Zoe dibuat khawatir apabila bicaranya terlalu berlebihan.

"Ah, kayaknya Zoe berlebiha-."

"Jangan minta maaf!" Seru Amara, dengan galak memandanginya, bahkan telunjuk mengacung ke udara.

"Mami malah senang punya anak gadis perhatian banget kayak Zoe ini." Serunya, mengeratkan pegangan pada lengan Zoe.

Mereka sudah ingin pergi ke mobil, sampai kemudian Amara berkata bahwa ia ingin makan siang di salah satu restaurant yang bukanya di dekat lobi rumah sakit.

Zoe dan Amara mulai duduk berhadapan, sedang tas-tas mereka di taruh pada kursi kosong di meja mereka.

"Zoe, habis kuliah mau kemana?" Tanya Amara tiba-tiba. Memainkan tangan Zoe tepat setelah selesai memesan makan siang mereka.

CountdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang