Chapter 8 - Curiousity Killed Your All (Is Gone to Thin Air)

1.1K 179 122
                                    

Menjadi pasangan Asher memang membuat Zoe mau tidak mau juga ikut berhubungan dengan orang-orang yang sudah ada di hidup pria itu, jauh bahkan sebelum dirinya.

Dan sejujurnya itu bukan masalah, Asher dikelilingi mereka yang baik. Salah satunya, Sean, pria yang sudah ia kenal sejak hari pertamanya menjadi mahasiswa di kampus ini.

Memiliki hobi dan kesukaan yang sama membuat Zoe merasa lebih dekat dengan Sean. Tapi, ia kira, tak akan pernah datang saat dirinya harus berduaan di mobil seperti ini.

Zoe merasa hati-hati, meski ia percaya intensi Sean tak mungkin negatif, tapi banyak hal yang bisa menyebabkan salah paham antara dirinya dan Asher nanti.

Maka dari itu, Zoe pelan-pelan melihat kearah Sean. Dia jadi ikut diam saat pria itu memintanya masuk, membawa Zoe ke parkiran kosong di lingkungan kampus, dan diam begitu saja.

Diamnya Sean terasa begitu nyaring untuknya, Zoe sampai menimbang-nimbang apa kiranya ia harus bersikap biasa saja dan menyapa Sean.

Akhirnya ia lakukan itu, agar atmosfer canggung yang tak ia kenali ini bisa pergi begitu saja. Dengan kencang, Zoe mendaratkan tangannya diatas pundak Sean.

"Jadi, obrolan rahasia apa yang harus kita omongin sekarang? Udah cukup aman kok ini keadaannya, gak ada orang."

Jika saja Zoe bisa membaca pikiran Sean, mungkin resah yang pria tunjukkan oleh seluruh dirinya sekarang tidak akan membuatnya ikut resah juga, atau bisa saja itu hanya asumsinya.

Dilihat dari bagaimana Sean tak henti-hentinya membuka lalu menutup telapak tangannya, nafas yang terkadang terdengar berderu tak beraturan, atau berkali-kali bergumam seakan meyakinkan, entah siapa, kelihatannya masalah ini besar sekali.

Zoe disampingnya jadi ikut khawatir akan apa yang Sean simpan.

Perlahan ia letakan tangan di pundak kokoh milik sahabat kekasihnya itu.

"Sean?"

Panggilannya begitu kecil dan lembut, membuat hati Sean bukannya mereda malah semakin meronta tak terkendali. Meskipun pada akhirnya ia berhasil membawa netra untuk bertemu dengan kepunyaan Zoe, rasa buruk itu malah semakin menyiksanya.

Apa Sean tega menyakiti sosok yang sekarang menatap tulus khawatir kearahnya ini?

Jika saja Sean tidak perlu menjadi orang yang selalu mempertimbangkan banyak hal, bisa saja ia membuat keributan, menyakiti pihak yang bertanggung jawab atas keresahannya ini.

Tapi karena ia memilih untuk menjadi yang bijaksana dalam menghadapi semua ini, Sean pun mulai membuka suaranya.

"Zoe, i'm sorry."

Awalnya Zoe memandang heran, tapi ia tidak bisa menahan tawanya.

"Maaf gue ketawa, tapi konteksnya apa sih?"

Zoe jadi ingat waktu dimana mereka di kantin, meskipun saat itu tatap lama yang diberi Sean memang membuatnya tak nyaman, itu bukan apa-apa.

"Kalau ini masalah lo ngeliatin gue kayak mau hap di kantin sampai bikin gue negur sih gak usah dipikirin lagi lah, heran aja sedikit, tapi habis itu kan lo jelasin mau nanya film meskipun lupa. We're clear, don't worry."

"Zoe... hubungan lo sama Asher gimana?"

Kali ini Zoe dibuat terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari Sean. Pria itu menatapnya begitu pasti, bahkan kelihatannya ucapan Zoe barusan dianggap angin lalu saja untuknya.

Pertanyaan tentang bagaimana hubungannya dengan Asher membuat Zoe memundurkan wajah, masih dengan tampang bingung.

"Pertanyaan tentang gue sama Asher, itu datangnya darimana lagi?"

CountdownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang