Zoe menaruh tas kuliahnya di kursi penumpang. Menghembuskan nafas panjang saat tangannya memegang erat setir.
Poninya masih ia roll keatas, menggunakan kacamata, dan membiarkan hembus dingin AC mobilnya ini menenangkan rasa gugup.
Ibunya bahkan hampir dibuat melongo saat Zoe mengambil kunci mobil, dan mengatakan bahwa dirinya akan mengisi bahan bakar sendiri.
Zoe sangat bergantung pada Asher. Tiada hari dimana perempuan itu bisa membawa mobil sendiri, bahkan saat Zoe ingin menghabiskan waktu dengan ibunya pun, Asher selalu siap mengantarkan keduanya kemana saja. Meski begitu, Asher juga yang selama ini menjaga mobil kepunyaan perempuan itu untuknya.
Jadi, inginnya Zoe membawa mobil bisa dibilang sebagai pemandangan yang langka. Zoe rasa, ia terlanjur bersikap diluar kebiasaan terlalu banyak akhir-akhir ini, sampai ibunya hanya bisa mengatakan 'hati-hati dijalan sayang' dengan nada khawatir.
Satu hal lagi tentang Zoe yang sering dikatakan oleh Asher adalah bahwa perempuan itu merupakan pengemudi yang kurang baik.
Dan dua tahun sejak terakhir ia membawa mobilnya sendiri, bagaimana nasib Zoe? Helaan nafas berat berusaha meyakinkan diri yang ia lakukan saat ini juga bentuk ragu.
"Zoe, ingat! Lo punya kehidupan sebelum Asher ada, lo bawa mobil ini sebelum Asher ada. Lo bisa, oke? Coba biasain banyak hal, karena sebentar lagi gak ada Asher di hidup lo lagi!"
Zoe mulai berdialog dengan diri sendiri. Setelah memakai sabuk pengaman, Zoe membuka pesan dari adik tingkatnya, melihat kembali lokasi pertemuan mereka untuk membahas proyek ujian akhir.
Baru ia menyalakan musik, meski masih repot membuat antrian. Membuat catatan mental, nanti dirinya harus membuat playlist untuk di dengarkan saat mengemudi.
Sekali lagi ia mengulangi mantra panjang tentang kehidupannya selama ini.
Sekali lagi ia ambil nafas dalam untuk menghilangkan ragu yang terasa menghantui.
Dan sekali lagi, Zoe belajar untuk lebih banyak bergantung pada dirinya sendiri.
-
Asher menatap lekat layar di hadapannya. Jemarinya tak berhenti bersentuhan dengan keyboard, mengetik kata demi kata yang kadang hilang dengan sesaat dari kepalanya.
Di meja sebelahnya ada empat perempuan yang sedang minum-minum lucu sambil memoto lembar foto idola dari Korea sambil memekik senang, meja sebrangnya lagi ada orang putus-asumsinya, karena perempuannya menangis sambil bicara terbata-bata.
Suasana bising ini bukan favorit Asher. Tapi ia merasa hatinya dibuat tidak nyaman sejak tadi malam, dan kalau ia sendirian dengan sepi semua seperti menekannya dari segala sisi.
Dari dulu, Asher tidak bisa dibiarkan seorang diri. Karena hantu dari masa lalunya yang terus menampakan diri, membubuhkan butir kenangan mereka, juga hujaman tak ada henti di jantungnya.
Bella yang meninggalkannya sendirian, setelah menghabiskan lima tahun penuh rencana akan masa depan.
Tapi, entah kenapa sejak sikap Zoe yang berubah, hati Asher dibuat gelisah. Perubahan itu kecil, seperti noda di bentang medium transparan hubungan mereka.
Tetap saja noda sekecil itu mengganggunya.
Pikirannya dibuat kacau oleh Zoe untuk pertama kali.
Kenapa Zoe pergi?
Kenapa sikap Zoe berubah?
Siapa yang mengantar Zoe pulang dari Bogor tadi malam?
Pertanyaan terakhir serius mengganggunya. Mobil itu begitu asing, dan ia hampir yakin bahwa mustahil kalau mobil se mewah itu bisa menjadi taksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown
Novela Juvenil"if you're lucky enough, red invisible string tying both of you together. But again, not everyone got luck handed to them."