Asher:
Kamu ke kampus hari ini?
Kalau iya nanti aku jemput, bareng Bella juga.
Katanya kangen kampus dulu, gak papa?
Zoe membaca pesan yang ia terima Asher pagi ini. Sebenarnya ia juga harus pergi ke kampus untuk menemui dosen pembimbingnya.
Tapi, Zoe tidak mungkin tahan berada di ruang sempit yang sama bersama Bella dan Asher. Lalu melihat jelas, bagaimana ia memang menjadi pengganti selama ini.
Lama Zoe memandangi pesan dari Asher. Meskipun ia sudah menduga hal ini terjadi, tetap saja menyakitkan bagaimana Asher memperlakukannya seburuk ini.
Bahkan Asher tidak repot-repot bertanya apa Zoe merasa baik-baik saja dengan keputusannya untuk pergi bersama Bella.
Zoe:
Enggak, kamu aja sama Bella.
Gak papa, hati-hati ya.
Zoe menaruh ponselnya diatas meja. Mengambil nafas dalam sebelum berusaha membentuk senyuman, rasanya buruk sekali harus bersiap-siap dengan perasaan sakit seperti ini.
Ia harap, Asher dan Bella belum kembali bersama. Tapi mungkin seharusnya Zoe belajar bahwa harapan adalah orang tua dari rasa kecewa.
Asher masih menghubunginya saja terasa seperti keajaiban.
-
"Yeay! Udah sampai!"
Seruan Bella memenuhi mobil, Asher melirik kearah perempuan itu seraya membuka sabuk pengamannya.
Tiga hari sejak mereka bertemu, Bella berkata ia ingin bertemu Gavin dan Sean sebelum pulang ke London, sekaligus rindu dengan kampus mereka yang dulu.
Asher pun mengiyakan keinginan Bella. Merasa bahwa ajakan ke kampus hanya sebuah hal kecil yang tidak berarti apa-apa.
Menghabiskan lebih banyak waktu juga dapat membantu Asher mengerti perasaannya. Seharusnya ia bahagia saat bertemu Bella, dan mungkin, perasaan bahagianya akan muncul setelah kemarahan yang teredam sebelumnya.
Dengan menggunakan kemeja dengan dalaman kaos dan celana jeans juga sepatu kets, Asher berjalan di belakang Bella yang sedari tadi tak henti-hentinya tersenyum melihat kampus mereka.
"Lebih bagusan dikit gak sih?"
"Enggak, gak ada yang berubah. Gak ada renovasi juga."
Bella mencebik, terlihat tidak senang dengan jawaban Asher yang menghancurkan antusiasnya. Dibawa pengaruh kebiasaan, Bella sedikit mencubit bagian samping tubuh Asher, membuat pria itu menjauh secara otomatis.
"Selalu gitu!"
"Emang gitu, mau diapain lagi."
"Diam kan padahal bisa, jangan ganggu momen orang."
Asher mengembangkan senyumnya, lalu mengusak rambut Bella secara pelan dengan kilat.
"Iya, maaf."
Senyum hangat terbagi antara keduanya. Wajah Bella juga ikut merona, rasanya mereka berdua terperangkap dalam ruang nostalgia. Saat mereka menyenangi kehadiran satu sama lain.
"Ini yang aku maksud, Asher. Aku cuma berharap kamu memperlakukan aku dengan baik, kalau perasaan-,"
"ASHER!" Teriak seseorang dari kejauhan.
Begitu lantang sampai perkataan Bella terpaksa diinterupsi. Gavin menaruh helmnya diatas motor yang ia bawa, menampilkan raut tidak bersahabat, lengkap dengan alis mengernyit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown
Teen Fiction"if you're lucky enough, red invisible string tying both of you together. But again, not everyone got luck handed to them."