Bagaimana kita tahu kalau kita dicintai?
Bagaimana rasanya untuk dicintai?
Tidak ada yang ahli dalam menjawab hal tersebut, karena tiap orang menerima cinta dalam bentuk yang berbeda, dengan cara yang berbeda pula.
Kalau dalam kasus Zoe sendiri, rasanya sungguh luar biasa. Ia bahkan tidak meragukan kepercayaan dirinya lagi, begitu yakin kalau apa yang ia terima sekarang adalah bentuk cinta dari lelaki di sampingnya ini.
Asher yang memisahkan kacang polong dari nasi gorengnya saat ini, misalnya. Banyak orang terganggu akan hal itu, Zoe bukan salah satunya, ia merasa biasa saja jika harus makan kacang polong. Tapi hatinya penuh saat tahu Asher begitu perhatian pada hal yang mungkin mengganggunya.
Dengan senyum yang terkesan bodoh, Zoe memandangi Asher.
Beruntung sekali dirinya, bisa mempunyai Asher dan segala sempurnanya.
"Omong-omong, kamu kan ada ujian tengah semester sebentar lagi. Kamu mau ngelakuin apa gitu setelahnya?" Tanya Asher, sesekali matanya beralih pada Zoe yang masih tampak cerah dalam memandanginya.
"Kenapa ngeliatin aku segitunya deh? Ada yang aneh?" Sambung Asher lagi, Zoe menggelengkan kepalanya, wajahnya dibuat seperti bertanya-tanya.
"Enggak, aku bingung soalnya kamu kok ganteng banget sih?" Siku sudah ditaruh diatas meja lalu wajahnya ia topang dengan telapak tangan. "Serius nih? Cowok se ganteng ini tuh cowokku?"
Asher mendelik sesaat lalu mendorong piring itu kembali ke hadapan Zoe.
"Yaelah yang, dangdut banget lo. Makan sana supaya alaynya hilang."
"Malah dibilangin alay, gak semua orang itu murah pujian, ada yang gengsi. Syukurin ini ceweknya suka muji."
"Gak ada, itu gombal doang, gak berarti."
Candaan mereka terus berlanjut sampai Zoe yang menyuap makanannya kembali di interupsi oleh Asher.
"Aku beneran nanya, kamu mau apa habis ujian tengah semester ke 8 di karir perkuliahan kamu? Mau kemana gitu?"
"Belum ada sih, aku mau survive aja."
"Jangan bercandaan mulu."
"Siapa yang bercanda? Kan wajar aku belum mau apa-apa soalnya mumet mikirin ujian tengah semester sama adik-adik gemay. Mana ada yang ujian lisan lagi, menurut kamu gimana?"
Asher terdiam, secara jelas melihat raut khawatir di wajah Zoe. Rasa khawatirnya bisa dimengerti, karena Zoe tentu takut jika dirinya harus mengulang mata kuliah ini lagi, dan membuat studinya sekarang jauh lebih panjang daripada seharusnya.
"Apa kita bikin appoinment sama psikiater habis kamu selesai ujian?"
"Di luar angkasa banget ya pak sarannya." Zoe melihat rambut Asher yang terlihat sedikit acak, membenahinya sesaat, tapi kemudian ia terdistraksi.
"Aku mau ke salon aja apa ya? Udah lama gak nyalon, jadi habis ujian perawatan gitu."
"Oke, aku reservasiin kayak biasa. Mau sekaligus perawatan muka juga?"
"Kamu ngatain muka aku kusam dan kurang perawatan ya?"
Asher mengerjapkan matanya berkali-kali, menimbang kiranya apa yang harus ia berikan sebagai respon. Zoe seperti ini tidak bisa ia tebak apa sedang usil saja, atau serius mengira dirinya mengejek penampilan perempuan itu.
Tapi sebaiknya ia cari aman saja, memulai dengan gestur manis seperti memegangi tangan, wajah dibuat semangat berlebihan supaya lebih meyakinkan.
"Gak gitu sama sekali, tapi apa salahnya kan buat manjain diri habis ujian? Perawatannya sekaligus aja, tapi kalau kamu mau yang lain ya gak masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown
Novela Juvenil"if you're lucky enough, red invisible string tying both of you together. But again, not everyone got luck handed to them."