Semua yang terjadi di hidupnya belakangan selalu bersangkutan. Bagaimana secara pelan, Zoe kehilangan Asher, tetapi secara pelan juga menemukan dirinya.
Saat ini rasanya juga seperti itu, tiba-tiba dirinya di hubungi dosen untuk segera melakukan sidang, juga Kezia yang mengabarkan kalau mereka dapat giliran pertama presentasi, lalu tidak perlu hadir lagi di minggu selanjutnya. Mata kuliah Zoe yang lain juga menjadikan tugas akhir semester dalam bentuk tugas perseorangan.
Perkuliahannya dalam waktu dekat akan rampung, dan rasanya begitu lancar. Apa ini pertanda kalau Tuhan sudah membuka jalan keluar dari hidup Asher lebar-lebar?
Zoe menghela nafas berat. Melihat kearah Kenzo yang sedang duduk menemaninya di salah satu kursi taman.
Suasananya begitu asri, banyak orang tua yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Zoe bahkan dibuat senang sebelumnya karena sang Nenek akhirnya memdapat teman perempuan baru. Yang mungkin bisa menemani neneknya secara emosional karena lebih mengerti.
"Zoe."
"Hm?"
Kenzo mendekat kearahnya, menunjuk kearah suatu tempat dengan senyum kecil. "You know, there's a secret place here. Will you go there with me?"
Pandang Kenzo terlihat berbeda, misterius juga jenaka. Zoe berpura-pura melempar tatap curiga sebelum akhirnya menyambut undangan tersebut dengan hangat.
"Ayo, lead the way for me."
-
Zoe melihat mimpi masa kecilnya menjadi nyata. Dihadapannya saat ini ada rumah pohon, yang bahkan lebih indah dari yang biasa ia lihat di televisi.
Ia membawa dirinya mengelilingi pohon besar ini, melihat setiap detail dengan senyum merekah. Bentuk rumah pohonnya seperti menara di film tuan putri, lebih cantik lagi karena tepat dibawah tiap menara ada banyak bunga dengan warna berbeda-beda yang menggelantung disana.
"Let me guess, rumah pohon ini pasti buat Kezia!" Ucapnya, menoleh kearah Kenzo yang memutar bola mata sambil menahan senyum.
"Nonno punya bias besar ke cucu perempuannya. Padahal yang banyak ngunjungin Nonno disini malah cucu laki-lakinya." Kenzo terdengar menggerutu, mengundang tawa kecil dari Zoe.
"Boleh masuk keatas?" Tidak bisa ia sembunyikan rasa antusiasnya. Apalagi ketika Kenzo bertingkah seolah dirinya adalah penjaga yang mempersilahkan masuk dengan cara lama.
Lebih dulu ia menaiki tangga, merunduk sedikit ketika melewati pintu, memandangi sekitarnya dengan mata berbinar.
"Kezia masih sering kesini ya? Rapi dan nyaman banget."
"Masih, setidaknya satu bulan pasti ada aja dia ikut ke Bogor. Masalah rapi sih karena Nonno hire orang supaya bantu jaga tempat ini buat selalu nyaman." Kenzo duduk di lantai yang terdapat karpet empuk juga meja kecil, juga dikelilingi boneka-boneka.
Setelah puas melihat-lihat, Zoe akhirnya ikut mendaratkan tubuhnya berhadapan dengan Kenzo.
"Wah, kayaknya ide yang buruk sih buat ajak aku kesini." Perempuan itu melengkungkan bibirnya ke bawah.
Meski tingkahnya berpura-pura, tapi bagian kecil dari diri Zoe merasa senang karena bisa berkunjung ke rumah pohon ini. Ia jadi diingatkan dengan mimpi masa kecilnya.
Saat SD dulu, tiap kali teman-temannya berkunjung ke rumah Zoe dan bermain di taman belakang. Seringkali mereka bicara tentang betapa sempurnanya jika Zoe mempunya rumah pohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countdown
Teen Fiction"if you're lucky enough, red invisible string tying both of you together. But again, not everyone got luck handed to them."