06. Pamer Otot

2.1K 235 14
                                    

"Berdiri!" Ganteng bersuara.

Karin kontan melirik ke sana. Hantu itu tak lagi mengenakan kain kafan. Ada kaos dan celana yang membalut tubuhnya.

Ganteng memunguti tali-tali yang berserakan. Balutan kaos pendek memamerkan lengannya yang berotot.

Fokus Karin buyar.

"Lo mau duduk kayak gitu terus?" Ganteng melirik Chani sekilas.

Chani perlahan menurunkan tangan, celingukan mencari keberadaan Ganteng. Dia tersentak saat kain putih terlempar ke wajahnya, dua kali berturut-turut.

"Pakai!"

Chani melebarkan kain yang dia tangkap. "Kaos sama celana? Kita boleh pakai ini?" Keningnya berkerut, menoleh pada Ganteng yang sekarang tengah mengambil teko dan gelas di dapur kecil ruang bawah tanah itu.

"Boleh. Asal nggak keluar dari asrama. Kecuali lo nyaman pakai kafan selamanya, silakan aja. Nggak perlu ganti baju punya gue." Ganteng mendekat ke Karin yang sudah menurunkan tangan.

Cewek itu terdiam, bola matanya menghindari tatapan Ganteng.

"Duduk aja di sofa. Gue nggak punya apa pun, selain air putih. Jadi, lo minum ini dulu." Ganteng menyodorkan gelas besi berwarna abu-abu ke hadapan Karin.

Cewek itu menerimanya segera, sedikit mengerjap. Kalau tidak ingat sekarang dia ada di dunia lain, Karin yakin dia akan langsung menabrakkan diri ke kasur, memeluk guling sambil menendang-nendang tidak jelas.

Selama 17 tahun hidup di dunia, Karin tidak pernah sekali pun merasakan debaran hebat di jantungnya.
Cowok paling populer dan ganteng di SMA-nya saja tak mampu membuat Karin terdiam tidak berdaya seperti ini. Namun, Ganteng dapat dengan mudah menghancurkan fokus Karin. Cuma modal menyodorkan minum dengan lengan berototnya, Karin sudah ambyar.

"Nah, gini dong. Makasih." Chani mengambil alih gelas di tangan Karin, mengosongkan isinya segera.

"Itu minum buat gue!" Karin melotot, tak terima.

"Salah siapa lelet. Mikirin apa, sih? Nikah sama pocong nanti anaknya jadi apa?" Chani tertawa mengejek.

"Gue ambilin gelas yang lain. Lo duduk dulu." Ganteng tersenyum, tak terganggu dengan sikap kurang sopan Chani.

Dia mengambil gelas untuk Karin yang sudah duduk di sofa, mengisi dan meletakkannya ke meja di depan cewek itu.

Chani telah berganti pakaian, wujud manusianya ternyata lumayan. Cowok itu memiliki rambut sedikit bergelombang yang membentuk poni khas idola Korea. Pipi chubby-nya sedikit tenggelam karena tidak tertekan oleh kafan lagi. Kemudian, yang tak kalah penting, lengannya sedikit berotot seperti Ganteng.

"Lo pasti nggak nyangka, kan, lihat gue punya badan se-atletis ini?" Chani tersenyum tengil. Lengannya segera diangkat dengan siku membentuk sudut 90 derajat, pamer otot yang menurutnya menawan.

"Gara-gara sering dibilang beban keluarga, gue pernah jadi kuli bangunan selama satu bulan." Chani bercerita.

"Gue nggak nanya dan nggak tertarik lihatin tubuh lo." Karin menanggapi dengan nada jutek.

Apa, sih, pentingnya cerita itu dia dengar?

Asal Chani tahu saja, Karin dari tadi menatap ke belakang Chani, bukan pada cowok itu. Karin memerhatikan Ganteng yang mengeluarkan dua peti dari salah satu ruangan di asrama bawah tanahnya ini.

Peti itu dibariskan sejajar dengan satu peti yang sudah ada sejak Karin datang. Dia melihatnya saat menyapukan pandangan ke sekitar, meneliti bentuk asrama hantu. Semuanya tampak wajar. Masih sama seperti asrama di dunia Karin.

Hantu Banyak Tingkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang