09. Melabrak Genderuwo

117 15 1
                                    

Sudah lima menit Karin mengetuk-ngetuk pintu rumah Pak RT, tetapi si tua bangka itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Jangan-jangan dia kabur lagi?" Karin mendengus, kakinya baru saja menendang pintu. "Aw, kok, sakit, sih? Emang pembawa sial tuh RT!"

Chani menggeleng kecil, melompat ke sebelah Karin. "Ketok pintu sambil panggil nama, tuh, udah nggak jaman sekarang. Nih, gue tunjukkin cara paling ampuh memanggil seluruh penghuni rumah tanpa terkecuali. Siapa pun yang ada di dalem, pasti langsung ngibrit keluar."

Karin mencebikkan bibir. "Ya, udah coba. Gue mau lihat seberapa ampuh cara yang lo punya itu."

Chani tersenyum miring. "Amat sangat ampuh. Udah dapet sertifikat BPOM dan terpercaya. Banyak yang udah kasih testimoni."

"Emangnya makanan, harus BPOM!" Karin emosi.

"Obat sama make-up juga harus BPOM. Lo nggak tahu, ya?" Chani menyipitkan mata, sok menyelidik.

"Tahu, lah. Dikira gue bocah kemarin sore yang nggak tahu apa-apa?" Karin lelah, malas berdebat lagi. "Buruan, panggil Pak RT sebelum gue dobrak pintu ini!"

"Santai, dong. Nih, gue tunjukkin gimana caranya." Pocong itu mengedikkan bahu, sedikit mendongak, lalu berteriak, "Yuhuuu, paket! Pak RT ada paket, nih! Cepet ambil sebelum saya pergi ke janda pirang sebelah rumah!"

"Iya, tunggu sebentar! Saya minum dulu." Pak RT menyahut dengan suara yang begitu lantang. Chani melirik Karin dengan tatapan sombong, wajahnya benar-benar menyebalkan.

Tak menunggu lama, pintu rumah itu terbuka.

"Giliran paket aja gercep. Dari tadi ngapain aja lo?" Karin langsung mengambil ancang-ancang saat melihat kaki Pak RT mulai memudar dari pandangan. "Chan, pegang, Chan!"

Chani merentangkan tangan sekuat tenaga hingga tali pengikat kafannya lepas, berhamburan ke lantai. Cowok itu bergegas memegang Karin.

"Bukan pegang tangan gue, kocak! Pegang tangan Pak RT!" Karin sewot. Beruntung lengan Pak RT sudah berhasil dia raih. "Hayo, mau ke mana lo?"

Chani berpindah memegang lengan Pak RT secepat kilat, sebelum Karin menyemburkan amarah ke padanya. Kaki Pak RT yang sempat menghilang, sekarang muncul lagi. Karin tersenyum puas, Pak RT tak berdaya.

"Mana janji lo, hah? Katanya mau bicara soal misi yang dari Presiden? Apa jangan-jangan lo belum tahu juga, ya?" Karin menyerang Pak RT tanpa memberi jeda. "Cepet, jawab! Jangan sok polos dan tersakiti, deh! Pick me banget!"

Chani tidak tahu manusia hasil perpaduan apa Karin ini. Bisa-bisanya cewek itu bertindak tidak sopan kepada orang tua tanpa merasa bersalah. Apa cewek itu seorang berandalan?

"Lo juga jangan diem aja! Bantuin!" Karin menatap Chani intens.

"Oke." Chani kelimpungan. Dari tadi Karin sudah menanyakan semuanya. Dia tidak kebagian apa-apa.

"Cepet ngomong!" Karin membentak, suaranya mirip Mak Lampir.

"Iya-iya, nih gue mau ngomong. Lo diem dulu. Jadi lupa, kan, tadi mau ngomong apa." Chani menelan ludah, mendadak gugup seperti ditanya pas presentasi kelompok. "Pak, memang tadi nunggu paket apa? Kelihatan antusias banget."

Karin menepuk dahi sendiri. "Nggak itu juga yang lo tanyain, Chani."

Pak RT bingung. Dilabrak Karin dan Chani tuh bukanya takut, malah ingin ngabrut (ngakak brutal). "Saya menunggu paket dari Presiden. Dua minggu lalu, saat saya menghadiri rapat rahasia, Presiden bilang akan mengirim paket spesial untuk saya paling lambat hari ini. Jadi, saya masih belum tahu info lebih lanjut mengenai misi yang diberikan untuk kalian."

Hantu Banyak Tingkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang