Suasana Kota Misyu berbeda dengan Hetyu. Bima mendengar banyak suara kendaraan di luar ruangan. Pesawat melintas di langit, benda itu baru pertama dia lihat seumur hidup.
Bima tertawa kecil. "Kalau dilihat-lihat, Pak RT cakep juga pakai baju sama celana."
"Jelas, dong!" Pak RT menyugar rambut ke belakang.
Bima tertawa lagi, Manz keluar dan bergabung di sofa, seperti tidak terjadi apa-apa. Padahal, cowok itu sedang ingin menimpuk Pak RT, meski alasannya belum jelas.
"Pogan bilang mau pulang kapan?" Pak RT mengeluarkan ponsel dari saku, jemarinya yang kaku menyentuh layar berwarna dengan cahaya super terang.
"Nggak sakit mata, Pak? Tuh, ponsel gepeng terang banget kayak lampu jalan?" Manz menertawai.
"Kalau tidak terang, saya tidak bisa melihat. Kurang jelas."
Manz dan Bima saling tatap, mengejek Pak RT diam-diam melalui ekspresi wajah.
"Saya harus membicarakan hal penting dengan Pogan. Dia bilang mau pulang jam berapa?" Pak RT memasukkan ponsel ke saku, lantas berdiri. "Setelah saya teliti, ada beberapa kamera tersembunyi di apartemen ini."
"Kamera tersembunyi?" Manz dan Bima terkejut.
"Berdasarkan analisis saya, dua penculik menekan bel, atau mungkin mengetuk pintu setelah tahu di ruang tamu hanya ada Karin sendirian." Pak RT mendekati lukisan, mengambil benda kecil di atasnya.
Manz dan Bima membuka mulut lebar.
"Mungkin, bocah ibu kota itu melewatkan hal ini." Pak RT menggeleng-geleng. "Menyuruh kalian kembali, sama saja masuk ke jebakan yang sama untuk kedua kalinya."
"Jebakan?" Dahi Bima terlipat, sementara Manz tersenyum miring.
"Udah gue duga sebelumnya." Cowok berwajah preman itu menghempaskan tubuh ke sandaran sofa. "Ganteng bener-bener luar biasa. Gue seneng jadi partner dia."
"Jangan-jangan, Ganteng sengaja nyuruh kita balik, supaya hantu yang mungkin mau nyulik lo jadi dateng ke sini?" Bima terkoneksi dengan cepat.
Pak RT dibiarkan bingung sendirian. Mau bertanya pun dicegah oleh suara Manz.
"Nggak diraguin lagi, Ganteng pantes jadi siswa yang lolos seleksi program pertukaran pelajar. Dia genius." Manz melipat tangan di depan dada.
Bel berdering, ketiga hantu di sana menoleh ke arah pintu.
"Lo siap?" Manz bertanya, Bima mengangguk.
"Saya belum siap." Pak RT menjawab, tapi tidak dihiraukan.
"Itu Ganteng. Pak RT yang baik, tolong bukain pintunya, ya? Kita berdua takut kalau itu ternyata bukan Ganteng." Manz tersenyum manis sampai dua lesung pipinya muncul.
Karena hal ini menyangkut harga diri, Pak RT menyanggupi tanpa berpikir panjang. Dia bergerak ke arah pintu, membukanya perlahan.
Adegan penyerangan terjadi sangat cepat, tahu-tahu tubuh Pak RT sudah menghantam lantai.
Bima dan Manz berlari ke kamar mandi, mengunci pintunya dari dalam. Rencana besar yang hanya berbekal keyakinan masing-masing dimulai.
"Buruan-buruan!'
"Apa?" Bima kebingungan. Dia tidak tahu rencananya.
"Minum ini!" Manz mengambil dua botol ramuan yang sebelumnya dia simpan di rak berisi sabun.
Si preman banyak akal itu tidak lupa Ganteng sempat membicarakan tentang kamera pengawas. Sambil rebahan karena lapar, otak Manz dipaksa memikirkan banyak kemungkinan dan berakhir menemukan jika Ganteng mungkin merencanakan semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Banyak Tingkah
FantasyKarin tidak takut hantu. Tapi kalau hantunya banyak, dia bisa berubah pikiran. Suatu malam, Karin terlempar ke dalam cerita horor komedi buatan adiknya. Dia berubah menjadi kuntilanak dan bertemu Chani, pocong tengil berpipi chubby, yang bernasib s...