21. Makhluk Terpilih

929 133 16
                                    

Chani menguap, tangannya terulur ke arah Karin. "Kalau lo mau balik, ayo. Gue udah dapet kunci asrama pas kemarin lo tidur sama Kunrat. Sekarang lo bisa tidur di asrama gue."

Cewek itu menerimanya, percaya kalau Chani bisa membawanya pulang. Namun, sesaat setelah mata Karin tertutup untuk teleportasi, dia langsung menjerit ketika mendapati tubuhnya ada di ketinggian 50 meter dari tanah.

Bukan tiang listrik biasa, sekarang Chani dan Karin duduk manis di salah satu cabang tower sutet.

Ngeri sekali, bukan?

"Chani! Woi, bangun! Kita harus ke asrama, bukan nangkring di tempat kayak gini!"

Hanya butuh waktu lima detik untuk Chani yang setengah tidur hilang keseimbangan. Karin pasrah. Matanya memejam, menunggu momen di mana tubuhnya menghantam tanah dengan keras.

Sepuluh detik. Karin masih setia menunggu.

Lima belas detik. Rasanya mulai aneh.

Memangnya ada jatuh yang selama itu? Ada, sih, tapi posisi Karin lebih tepat untuk jatuh dalam hitungan singkat.

Tunggu! Tinggu! Tadi, Karin sempat merasakan udara dingin yang dia kenali menyusup ke tubuhnya. Mungkin, Chani tersadar dan membawanya ke tempat aman?

Karin harus memeriksanya sekarang. Dia menggerakkan kelopak mata tipis-tipis, sedikit cahaya mampu memberi petunjuk di mana dirinya berada.

Sebuah ruangan penuh meja dan kursi, mirip ruang kelas yang Karin kenal.

Suara hantaman keras terdengar. Sebuah meja terjatuh di barisan depan. Ada sosok yang baru saja menabraknya.

"Apa dia yang selama ini saya cari?"

Karin mengintip dari bawah laci meja. Terkejut. Buru-buru menutup mulut dengan tangan untuk menahan teriakannya mengudara. Sosok tinggi dengan rahang tegas berdiri gagah, tampak keren di bawah sinar rembulan yang menyusup lewat ventilasi udara.

"Jawab!" Sosok itu meraih kerah lawannya yang tadi terjatuh.

Karin bergegas menoleh ke belakang. Chani ada di sisinya, tertidur pulas seolah tidak terjadi apa-apa.

Hantaman keras kembali terdengar. Karin sungguh berharap hantu yang tengah disudutkan itu selamat dari maut. Karin yakin dua makhluk itu yang menyelamatkan dirinya dan Chani.

"Kejam banget Febri bikin adegan kayak gini di ceritanya." Karin bergumam sembari menyeret tubuh Chani ke pintu terdekat, pintu belakang kelas.

"Ini juga. Bukanya bangun dan bantuin, malah cosplay jadi mayat." Karin berhenti sejenak, suara lain menyapa telinganya.

"Tunggu sebentar lagi. Saya perlu memastikan dia benar makhluk terpilih itu atau bukan. Ada banyak kejanggalan yang harus saya cari tahu kebenarannya terlebih dahulu."

Sebuah kursi terlempar ke dinding belakang, beberapa serpihannya mengenai tubuh Karin dan Chani.

"Cari secepatnya!" Bentakan menggema hingga ke luar kelas.

Karin mengusap dada sambil mengembuskan napas panjang berkali-kali. Setelah dirasa cukup sunyi, Karin menunduk, mengintip ke bawah kolong meja, memeriksa situasi.

"Udah nggak ada siapa-siapa." Karin bangkit, kepalanya terpentok meja. "Aish!"

"Mentang-mentang cerita hantu, lampu ruangan nggak dinyalain. Belum bayar listrik apa gimana, sih?" Karin menggerutu sambil mencari saklar.

Kalau sudah emosi jiwa, seketika Karin jadi manusia paling pemberani. Saklar di pinggir lemari pojok pun dia temukan, bergegas jemarinya menekan kasar tombol kecil di sana.

Hantu Banyak Tingkah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang