Tidak ada lagi mantra menghilang dan peraturan berpakaian di Kota Hetyu. Aktivitas kembali dilaksanakan siang hari, baju-baju yang lama tersimpan di lemari kini melekat indah di tubuh, memamerkan pesona yang benar-benar berbeda dari Hetyu.
"Ibu, aku nggak mau pakai baju! Lebih enak jadi tuyul!" Kevin merengek pada ibunya. "Mana bedak hitamnya? Aku mau pakai bedak hitam di sekitar mata!"
"Hush! Nggak boleh gitu! Ibu mau ngajakin kamu beli baju baru yang banyak." Ibu Kevin jongkok, menyejajarkan tingginya dengan si anak. "Kevin Sayang, kamu pengen sekolah tinggi sampai ke Kota Digiu, kan?"
Kevin mengangguk gemas, memainkan kincir angin dari kertas di tangannya.
"Nah, hantu-hantu di Digiu penampilannya kayak kita sekarang. Jadi, mulai saat ini, kamu harus belajar berpakaian kayak mereka."
Kevin cemberut. "Tapi, aku suka pakai popok sama bedak hitam. Aku juga nggak mau sekolah siang hari. Nanti nggak bisa nyalain petasan kembang api."
Ibu Kevin tersenyum kecil, mengusap kepala plontos anaknya. "Kalau mau kembang api, nanti Ibu beliin. Tapi, sekarang kamu harus suka dulu pakai baju."
Bibir Kevin semakin maju, kaos putih bergambar kucing di tubuhnya berkibar karena kebesaran.
"Kevin!" Suara panggilan imut datang, Mini dan ibunya mendekat dengan senyuman manis.
"Kevin, Kevin, baju aku bagus nggak?" Mini memutar tubuh, memperlihatkan gaun selutut berwarna ungu muda yang dia pakai. Ada pita besar di belakang, terlihat jelas karena rambut bocah itu dikuncir dua.
Kevin langsung membuka mulut lebar, matanya berbinar. "Bagus."
"Yeee!" Mini bersorak senang, lantas mengulurkan tangan untuk menggandeng Kevin. "Baju kamu juga bagus. Ayo, kita pergi beli baju yang sama, biar kelihatan kayak anak kembar."
Kevin berjingkrak, tidak lagi mengeluh. Ibu kedua bocah itu menggeleng gemas, berjalan mengikuti langkah keduanya.
Di sebuah bangku taman persis di pinggir jalan, Karin dan Chani tertawa, menyeruput es cendol masing-masing.
"Buset, dah! Si Kevin masih bocil aja udah bucin." Karin melempar gelas plastik ke tong sampah, es cendolnya telah habis.
"Lucu, kan?" Chani pasang muka imut.
"Lumayan." Karin mengangguk-angguk, menanggapi dengan jutek.
Chani mencebikkan bibir. "Tutorial dapet perhatian dari lo, dong! Kayaknya gue udah berusaha semaksimal mungkin, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya."
"Baru juga berapa jam. Mana bisa gue ngasih perasaan ke orang yang baru ketemu secepet ini. Kecuali, cinta pada pandangan pertama, lumayan mungkin terjadi." Karin tersenyum kecil, memalingkan wajah dari Chani.
"Beberapa jam di dunia nyata, tapi kita di sini udah berhari-hari, bahkan ngelewatin banyak hal di luar nalar. Momen kebersamaan kita udah nggak bisa dihitung pakai kalkulator."
Karin menyemburkan tawa. "Makin nggak jelas aja lo. Mending kita siap-siap berangkat ke Misyu. Besok malam kita pulang, kan?"
"Tahu dari mana lo? Gue kayaknya belum ngomong." Chani menggaruk kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Banyak Tingkah
FantasíaKarin tidak takut hantu. Tapi kalau hantunya banyak, dia bisa berubah pikiran. Suatu malam, Karin terlempar ke dalam cerita horor komedi buatan adiknya. Dia berubah menjadi kuntilanak dan bertemu Chani, pocong tengil berpipi chubby, yang bernasib s...