Pada dasarnya Chani itu menyebalkan. Sangat menyebalkan. Karin ingin membius cowok itu dan menyeretnya ke Mbah Zigong, kemudian mencuci otaknya diam-diam.
Sejak mereka tiba di atas tower sutet untuk kedua kalinya, Chani dengan bangga mempersembahkan hasil pemikiran di luar nalarnya.
Katanya begini, cowok itu ingat dirinya punya mantra menghilang, sedari mereka ada di kedai es serbuk. Alih-alih meminta Karin untuk memegang tangannya dan kabur dengan mudah, dia malah menunjuk gerobak sampah di pinggir jalan.
Rencana menikmati hidup di dunia hantu berjalan di luar ekspektasi. Ada sensasi menyenangkan yang membuat Chani ingin ada di situasi genting dan memaksa otaknya berpikir cepat.
Chani merasa tengah bermain game bertahan hidup, bersama Karin sebagai partnernya.
"Kasih nilai dari 1 sampai 10, kegeniusan gue ada di mana?"
"Dengkul."
"Buset!" Chani mengelus dada.
"Sama kayak sistem pencernaan lo yang disewa buat napas, kayaknya dengkul lo juga disewa buat mikir." Karin menyindir telak. "Gue nyesel udah balik ke gedung itu buat ngejar lo. Harusnya gue lari sejauh mungkin dan biarin lo main-main sama nyawa lo sendiri."
Chani bungkam. Rumah Pak RT ada di depan mereka, tapi tidak ada satu pun tangan yang terangkat untuk mengetuk pintu. Kedua remaja itu sempat kembali ke asrama untuk mengganti baju mereka yang basah.
Karin menunjukkan rasa kesal lewat sorot mata. "Gue pengen hidup dan keluar dari sini. Kalau lo mau seneng-seneng, jangan ngajak gue. Nyawa gue terlalu berharga buat dijadiin bahan mainan."
"Gue nggak maksud ...." Ucapan Chani tertahan, cowok itu menemukan lelehan air mata di pipi Karin. "Jangan nangis, gue minta maaf."
Karin segera mundur. Mengusap air matanya seraya memalingkan wajah. "Gue nggak nangis. Ini cuma kelilipan."
Chani bimbang. Dia percaya Karin sangat marah padanya. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain tetap bicara konyol agar Karin lupa pada kesalahan fatal yang dibuatnya.
Chani berusaha mengalihkan perhatian. Dia tidak mau disebut penjahat oleh Karin. Cowok itu juga telah mempertimbangkan dengan pasti kapan dirinya harus kabur menggunakan mantra menghilang. Yaitu, saat mulut Kecoak Pink Raksasa terbuka lebar, siap melahap dirinya.
"Udah. Nggak usah bahas itu lagi." Karin berusaha berdamai, meski tak sepenuhnya memaafkan Chani yang hampir membuatnya jadi santapan kecoak.
Chani mengangguk pelan, berinisiatif mengeluarkan tangan dari kafan untuk mengetuk pintu. "Yuhuuu, ada paket!" teriaknya hampir memecahkan gendang telinga Karin.
"Biasa aja kali. Nggak usah teriak-teriak!" Karin memukul bahu Chani.
Love language.
Senyuman terukir indah di bibir Chani, cowok yang menganggap pukulan Karin sebagai bentuk love language.
"Kenapa lo?" Karin mengernyit curiga.
"Enggak papa." Chani tambah melebarkan senyum. "Seneng aja disentuh sama tangan lo yang cantik."
"Huek! Jadi pengin muntah bakso aci sama mangkok-mangkoknya." Karin bergidik, memutuskan untuk memanggil Pak RT dengan cara paling brutal yang sudah dia siapkan.
"Woi, Pak RT! Genderuwo sableng! Wali Kota Hetyu yang nggak berguna! Keluar lo dalam hitungan ketiga! Kalau enggak, gue bakar rumah ini! Satu ... dua ... tiga! Gue bakar rumah ini sekarang, ya?"
Teriakkan Karin tidak mendapat jawaban. Bergegas, cewek itu menumpahkan sebotol bensin yang dia beli dengan uang dari lemari Ratna.
Rumusnya sama. Ratna tidak tahu dirinya punya uang, maka uang itu bukan milik siapa-siapa. Ilmu dari Chani ada gunanya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Banyak Tingkah
FantasiKarin tidak takut hantu. Tapi kalau hantunya banyak, dia bisa berubah pikiran. Suatu malam, Karin terlempar ke dalam cerita horor komedi buatan adiknya. Dia berubah menjadi kuntilanak dan bertemu Chani, pocong tengil berpipi chubby, yang bernasib s...