"Halah, manis apanya? Itu ramuan rasanya mirip air got!"
"Emang lo pernah minum air got?"
"Ya, enggak, lah."
Chani mengedikkan bahu. Karin menyembunyikan tawa dari hadapan cowok itu.
"Wajah lo pucet banget, deh. Kayak nahan boker selama 7 tahun." Karin tersenyum puas.
"Coba bayangkan Anda sebagai manusia, tiba-tiba dipaksa menjadi baling-baling bambu? Ya, gimana, nggak pusing dan pengin muntah? Mana bangun-bangun harus minum ramuan yang rasanya huek!" Chani meraba leher.
Karin dan Ratna cekikikan.
Mereka berlima, termasuk Pak RT keluar dari rumah Madam Jennifer. Dari teras menuju gerbang, ada jalan sepanjang 200 meter yang harus mereka lewati.
"Kunrat, karena malam ini saya sibuk, bisa tolong gantikan saya sebagai tutor menghilang Pochan?" Pak RT menoleh ke Ratna.
Langkah riang kunti itu terhenti. "Saya?" Matanya membulat, kemudian rambutnya dikibaskan sembari sedikit membungkuk, meletakkan tangan kanan di dada kiri. "Dengan senang hati, Yang Mulia."
Ratna tersenyum, menepuk punggung Chani yang sudah berpakaian layaknya pocong lain. "Mau mulai sekarang atau nunggu keluar dari sini?"
Dahi Chani terlipat. "Mulai apa?"
"Ya, mulai latihan. Kan, Pak RT tadi bilang---"
"Pochan, bukan gue. Nama gue Chani." Cowok itu kembali melanjutkan langkah. "Jangan deket-deket! Gue nggak mau punya skandal percintaan sama kunti."
Karin langsung menghadiahkan jitakan di kepala Chani. "Pochan itu singkatan dari Pocong Chani. Pinter dikit, kek, biar nggak malu-maluin diri sendiri."
Chani mengaduh, tangannya langsung keluar dari kain demi mengusap kepala yang nyut-nyutan. "Jangan diteken! Nanti nggak bisa tambah tinggi lagi, gimana?"
"Tinggal minum susu peninggi badan." Karin menjawab enteng.
"Beli di mana? Di sini nggak ada yang jualan." Wajah Chani mulai menyebalkan.
"Ada yang jualan." Ratna menyahut. Sedetik kemudian berubah jadi sales barang yang sering dikerubungi ibu-ibu. "Waktu liburan tahun ajaran kemarin, gue pergi ke Kota Misyu dan di sana beli susu jerapah."
"Buset, susu jerapah." Chani meraba dadanya sendiri.
"Maksudnya, bukan susu dari jerapah." Ratna mengangkat tangan membentuk tanda silang. "Itu cuma perumpamaan. Jerapah, kan, tinggi, jadi nama produk itu susu jerapah. Biar yang minum setinggi jerapah."
"Bukannya setinggi jerapah, yang ada leher gue sepanjang jerapah. Nggak usah ngomong lagi, ya, gue males interaksi sama lo." Chani menambah kecepatan lompat.
Ratna memajukan bibir, mengejar Chani dengan cepat. "Kenapa males ngomong sama gue? Gue nggak salah apa-apa. Kita baru aja kenalan dan Pak RT nyuruh gue bantuin lo."
"Nggak usah. Gue bisa latihan sendiri. Kata Madam Jennifer, gue cuma perlu ngucapin mantra diikuti tempat yang mau dituju. Simpel dan gue yakin pasti langsung bisa." Chani tak melirik Ratna sedikit pun.
"Tapi, lo nggak tahu, kan, nama tempat di sini apa aja? Kalau lo nyasar, gimana?" Ratna mencoba meraih bahu Chani berkali-kali, tetapi gagal terus karena cowok itu selalu berhasil menghindar.
"Sumpah, ya, lo ngeselin banget. Nggak usah ngikutin gue, bisa?" Chani mendelik.
Ratna menggeleng. "Enggak."
Chani mengembuskan napas panjang.
Adegan kejar-kejaran menggemaskan itu berhasil menciptakan seulas senyum di bibir Karin. "Jahat banget lo sama Kunrat, padahal dia cuma mau bantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hantu Banyak Tingkah
FantasyKarin tidak takut hantu. Tapi kalau hantunya banyak, dia bisa berubah pikiran. Suatu malam, Karin terlempar ke dalam cerita horor komedi buatan adiknya. Dia berubah menjadi kuntilanak dan bertemu Chani, pocong tengil berpipi chubby, yang bernasib s...