"Bagaimanapun keadaanmu? Masih sama?"
Obito memasuki kamarnya dengan porsi kekhawatiran yang masih sama seperti sebelumnya. Melihat Rin yang terbaring tak berdaya karena sakit membuatnya iba.
Melihat kedatangan suaminya, Rin berusaha bangun. Obito segera membantunya untuk bersandar di kepala ranjang.
"Sebentar lagi dokternya datang. Ada Paman Izuna, Shisui dan Itachi di luar. Mereka ingin memastikan keadaanmu dulu sebelum pulang."
"Aku jadi tidak enak dengan Paman Izuna." Rin menghela napasnya dengan berat, terdapat penyesalan di setiap nadanya.
"Tak apa, Rin.. Paman mengizinkan kok. Kau tidak perlu merasa begitu, toh kau memang sakit."
Rin tidak menjawab perkataan suaminya, meskipun begitu pasti Izuna merasa keberatan karena Obito sudah cukup lama tidak hadir di kantor. Seharusnya suaminya itu tak melebih-lebihkan sehingga dia bisa tetap masuk bekerja, ini hanya gejala.. masuk angin.
Sejenak suara ketukan di pintu membuat perhatian keduanya beralih. Obito yang tadinya duduk disamping Rin segera berdiri untuk membukakan pintu.
Pria berambut jabrik itu tak nampak terkejut ketika melihat seorang dokter yang di antar oleh Itachi. Ia segera mempersilahkan dokter tersebut masuk kedalam kamarnya. Sementara Itachi sendiri menjauh dari kamar tersebut dan duduk kembali di ruang keluarga agar membiarkan sepasang suami-istri itu berinteraksi dengan dokter secara puas.
"Masuklah, Dok." Ujar Obito mempersilahkan dokter berusia tigapuluh tahunan itu ke kamarnya. Dokter itu tersenyum dan bergumam permisi.
Sepasang matanya bertemu dengan Rin yang tengah tersenyum. Di melihat wajah Rin pucat pasi dengan kantung mata yang menghitam.
"Maaf kalau saya terlambat sedikit, jalanan didepan sana cukup ramai." Ujarnya ramah.
"Tidak masalah, Dok." Balas Rin.
Dokter tersebut mengangguk, ia setengah tertawa menanggapi Rin. Tapi sedetik kemudian ia mengubah ekspresinya menjadi lebih serius. "Jadi apa yang di rasakan? Saya mendengar dari Tuan Obito di telpon jika anda mual-mual."
"Itu benar dokter." Rin menjawab dengan suaranya yang lemah.
"Sebenarnya.. sudah dua hari mualnya tidak hilang.""Baik, selain mual?" Si dokter memperdalam kondisi pasiennya.
"Saya juga muntah-muntah, mungkin hari ini sudah empat kali. Kemarin juga begitu. Saya juga meriang dan pusing." Jelas Rin mulai menjawab pertanyaan tersebut.
Rin melihat dokter tersebut mengangguk-angguk beberapa kali seperti sedang memahami sesuatu.
"Apa ada riwayat penyakit lambung? Mempunyai alergi?"
Rin mengerjabkan matanya dan menggeleng. Obito masih setia mengawasi wanitanya yang terduduk di atas ranjang.
"Tidak ada, Dok. Ini pertama kalinya aku mual-mual cukup parah seperti ini. Sebelumnya aku sudah meminum obat, tapi mualnya datang lagi."
"Kalau boleh saya tahu obat apa?"
Rin segera mengambil sebuah obat di meja nakas karena kebetulan ada disana. Ia segera menyerahkannya pada dokter tersebut.
Rin tidak mendengar dokter tersebut berbicara selanjutnya dan hanya memandangi botol kapsul yang sedang dipegangnya. Setelahnya dokter itu mengembalikannya pada Rin.
"Boleh saya periksa sekarang, Nyonya Rin?"
Rin mengangguk cepat. Dokter tersebut segera mendekati Rin dan melakukan pemeriksaan. Mulai dari memeriksa kedua matanya menggunakan penlight, begitu pula dilakukannya pada lidah Rin. Pemeriksaan tersebut kemudian turun pada kedua dada Rin dan dia mulai mengeluarkan stetoskop untuk memeriksa detak jantung wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love •New
FanfictionDia sudah mencintai wanita itu sejak pertama kali ia melihatnya. Dia membiarkan perasaannya terus bertambah setiap harinya. Tetapi ada saat dimana dia harus melupakan cintanya, membuang perasaan cintanya jauh-jauh.. Meskipun itu hanya sia-sia saja...