"Tentu saja aku menyukaimu."
Rin menahan napasnya dengan terkejut.
"Aku menyukaimu, sepertinya aku sudah menyukaimu sejak diriku masih dirawat di rumah sakit. Caramu merawatku, sikap-sikapmu yang kau tunjukkan padaku, tanpa sadar hal itu membuatku menaruh rasa padamu." Obito menjelaskan, melihat wajah Rin yang masih menatapnya dengan terkejut.
"Tidak, perasaan itu bertambah setiap kali aku bertemu denganmu. Pada akhirnya aku sadar mengapa aku selalu ingin bertemu denganmu, berdebar-debar saat berada didekatmu.. Aku mengerti, karena aku suka padamu."
Obito bergerak mendekat. Semakin mmenggenggam erat tangan Rin yang dipegangnya.
Bukan seperti manis gula yang kadang terasa memuakkan, namun sebuah manis lembut yang membuat candu. Obito telah menemukan dirinya tak sanggup menahan, mencium tangan itu selembut yang ia mampu. Momen yang menggelitik perut mereka bagai ribuan kupu-kupu yang beterbangan.
Obito tidak tahu apa yang membuat Rin nampak begitu cantik. Apakah ini karena efek semburat cahaya lampu yang menyinarinya? Atau mungkin ia memang sudah begitu cantik selama ini?
Ketika Obito sedikit menjauhkan kepalanya, ia menemukan sepasang manik coklat itu memandangnya. Begitu hangat, begitu lembut, seakan menembus masuk ke dalam dirinya. Mempertanyakan kesungguhan dan maksud dari semua ini.
Dada Obito berdegup begitu kencang, seakan tengah melakukan lomba maraton. Memantapkan hati sebelum ia meraih pipi bertato ungu itu. Membelainya lembut, berusaha menghalau dinginnya udara yang berhembus.
"Aku sungguh-sungguh menyukaimu. Aku amat sangat menyukaimu. Katakan, apa kau mau menjadi kekasihku?"
Manik coklat itu kembali memandangnya. Maniknya melebar. Obito tahu wanita itu sedang terkejut. Dan dia tahu.. siapa yang tidak kaget saat mendengar seseorang menyatakan sebuah perasaan?
Dada Rin lantas kian bergemuruh. Luar biasa panas pipinya ditatap sedekat itu. Terlebih saat Obito tidak beralih darinya. Masih menatapnya lekat.
Hening. Hanya ada debaran gila dari dada Rin. Sepasang onyx itu terus menembusnya. Menyedotnya semakin dalam hingga terperosok ke dalam buaian.
"Bagaimana..?"
"A-aku..." Rin sekali lagi menatap Obito untuk mengatakan sesuatu lewat tatapannya. Pria itu tidak bergerak sedikitpun, tapi sebelah tangannya masih setia menangkap pipi itu untuk dikunci.
Obito tahu, caranya untuk pergi berkencan kurang memuaskan. Mungkin dinner romantis lalu memberinya kejutan lebih bagus. Tapi kali ini Obito hanya mengandalkan suasana malam festival yang terbilang sangat sederhana.
"Ya, katakan saja.." Ulang Obito lembut.
Memantapkan hati sebelum bicara yang sebenarnya, Rin menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Dia juga merasakan hal yang sama dengan Obito.. apakah dia harus menerima perasaannya?
"Aku..." Suara Rin yang pelan terdengar kembali. Masih tetap sama, sepasang onyx itu masih menatapnya dengan dalam. "Aku juga merasakan hal yang sama dengan mu,"
Alis Obito terangkat. Ia nampak sedikit terkejut.
"Benarkah?"
Suara berat dan dalam itu membuat Rin mengangguk dengan pelan. Lampu di jalan yang tidak seberapa terang membuat Rin bersyukur rona pipinya tidak terlihat jelas.
Obito tersenyum, panas menjalar semakin panas di pipi Rin. Kakinya terasa mengawang, manik coklatnya pun terpaku menghianati segala keteguhan hati. Rin melihat wajah pria itu mendekat padanya. Mengambil sisi miring untuk menjangkau belah bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Love •New
FanfictionDia sudah mencintai wanita itu sejak pertama kali ia melihatnya. Dia membiarkan perasaannya terus bertambah setiap harinya. Tetapi ada saat dimana dia harus melupakan cintanya, membuang perasaan cintanya jauh-jauh.. Meskipun itu hanya sia-sia saja...