Terjebak dalam dunia imajinasi yang kita buat sendiri
_Shenina Arunika_
__________________
Setelah beberapa hari sejak kebenaran Aurora, Shenina sering tidak fokus. Pikirannya kalut. Bahkan di sekolah pun, pikirannya tertuju pada Rangga yang sialnya pemuda itu tidak masuk sekolah dari seminggu yang lalu.Malam ini, Shenina mengajak Aurora untuk mengobrol. Sejak mengetahui apa yang terjadi, Shenina belum menyinggung apapun tentang kehamilan Aurora. Ia masih harus mengontrol emosinya yang ternyata butuh waktu cukup lama untuk tenang.
Aurora duduk berhadapan dengan Shenina. Ia menunduk tak berani menatap mata Shenina. Bahkan saat Shenina berjalan mendekat dan duduk disebelahnya, Aurora masih bergeming.
"Udah berapa Minggu?" tanya Shenina sembari mengusap perut Aurora membuat sang empu tersentak kaget.
Aurora tersenyum saat perutnya mendapat usapan lembut dari Shenina. Ia mengusap sudut matanya yang berlinang.
"Masuk Minggu ke-lima, kak," jawab Aurora membuat Shenina menatapnya. "Siapa ayahnya? Rangga?" tanya Shenina dengan intonasi yang kembali serius.
Dengan pelan, Aurora mengangguk. Shenina menarik tangannya dari perut Aurora. Ia memejamkan matanya sejenak guna meredam amarahnya.
"Dia tau?" Shenina kembali bertanya dan berusaha mempertahankan intonasi suaranya untuk tidak meninggi.
Lagi, Aurora kembali mengangguk.
"Dia bilang apa? Ingin bertanggung jawab?"
Aurora menggigit bibirnya dengan air mata yang mulai berjatuhan. Kali ini bukan anggukan yang Shenina lihat. Aurora menggeleng membuat kepala Shenina pening. Dengan memijit pelipisnya, Shenina menghela napas gusar.
"Lalu? Dia pergi?" tanya Shenina yang lagi-lagi dibalas anggukan Aurora.
Sial. Rasanya kepala Shenina ingin meledak saat mengetahui secupu apa Rangga Abisatya. Ia pergi meninggalkan Aurora menahan beban perbuatan mereka sendirian.
"Kakak nggak pernah ngelarang kamu dekat sama cowok, Ra. Siapapun itu, yang penting dia menjaga kamu. Kamu udah kakak anggap seperti adik kandung kakak sendiri. Lihat kamu sekarang, kakak gagal jaga kamu." ucap Shenina sendu.
Aurora menangis saat melihat sirat kecewa dari mata Shenina. Ia bersimpuh dibawah Shenina dan meminta maaf. Aurora bahkan siap menerima jika Shenina menampar atau bahkan menjambaknya. Itu lebih baik daripada melihat Shenina menangis seperti ini.
Shenina mengusap air matanya lalu menarik Aurora dalam pelukannya. Ia berusaha menahan diri untuk tidak melampiaskan emosinya pada Aurora. Walaupun tangannya gemetar karena menahan semua amarahnya, namun Shenina tidak ingin menyakiti Aurora.
"Kita pasti bisa lewatin ini bareng, Ra. Apapun keadaan kamu, kakak nggak akan ninggalin kamu sendirian. Kakak akan selalu lindungi kamu. Dan anak kamu nantinya."
Shenina memegang pundak Aurora. Memaksa Aurora untuk membalas tatapannya. "Kakak nggak sepenuhnya nyalahin Rangga. Tapi, kakak marah karena dia lari dari tanggung jawab. Dia bahkan nggak pantas disebut laki-laki."
"Urusan Rangga, biar kakak yang selesain. Kamu jaga diri baik-baik. Kalau ada perlu apa-apa, bilang ke kakak." Shenina mengusap rambut Aurora. Ia juga mengusap jejak air mata di pipi Aurora.
"Maafin Rora, kak." hanya kalimat itu yang mampu terucap dari bibir Aurora.
Shenina tersenyum sembari mengangguk. Ia mengantarkan Aurora untuk istirahat di kamarnya. Setelahnya, ia mengambil handphonenya dan menelepon seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perayaan Kehilangan (Shenina) | | [END]
General FictionTentang Shenina Arunika dan segala hal rumit dalam hidupnya. Kehilangan yang mulai menjadi bagian hidupnya sejak kecil. Tentang masalah keluarga, cinta, dan cita yang datang bersamaan. Ia harus menjadi pelindung dan obat untuk orang lain disaat diri...