05. Iri

34 6 0
                                    

Tidak ada obat untuk penyakit hati

_Shenina Arunika_

__________________

"Kamu kayaknya deket sama kak Nadhifa. Kemarin aku liat di kantin."

Mata Dirga memicing bingung. Ia tidak mengerti arah pembicaraan gadis di depannya ini.

"To the point. Gue nggak maksud sama omongan lo."

Gadis itu menggigit bibirnya dengan kedua mata yang bergerak tak tenang. Ia merasa ragu untuk mengatakan hal ini pada Dirga. Namun, ia juga butuh jawaban Dirga atas pertanyaannya.

"Kamu ada hubungan sama kak Nadhifa?"

"Nggak." jawab Dirga datar membuatnya menghela napas lega.

"Karena gue ada hubungannya sama Shena, bukan Nadhifa," sambung Dirga membuat kedua mata gadis itu terbelalak.

"K-kok gitu? Katanya..."

"Berhenti berasumsi dengan katanya. Karena gue, nggak akan lepasin Shena," tegas Dirga membuat tubuhnya membeku.

***

Sesuai perkataan Shenina, kini Athaya sedang berdiri di depan perpustakaan bersama dua temannya. Delisa dan Kiki

"Kita tunggu di sini aja deh, Tha," ucap Delisa.

"Mana bisa gitu anjir. Gue takut." balas Athaya.

"Sama aja anjir. Tapi kan lo yang ada urusan." kali ini Kiki yang bersuara.

"Betul tuh. Kita nggak ada masalah sama kak Shenina. Lagian lo jangan asal posting di menfes. Apalagi jika beritanya soal kak Shenina." Delisa ikut menimpali.

"Ya gue mana tau endingnya begini. Gue pikir karena kak Shenina udah famous, jadi nggak masalah."

"Justru karena kak Shenina famous, dia nggak mau jadi perhatian publik lagi. Lain kali update." sahut Kiki.

Tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka. Shenina berdiri dengan raut wajah jengah karena sedari tadi mendengarkan perdebatan unfaedah dari mereka.

"Udah selesai debatnya?" tanya Shenina santai.

"ANJING."

"KAGET COK."

Shenina mengusap telinganya saat mendengar suara menggelegar dari mereka yang berteriak bersamaan. Setelah sadar, mereka langsung terdiam. Bahkan Delisa dan Kiki berjalan di belakang Athaya untuk bersembunyi.

"K-kak Shenina," ucap Athaya, Delisa, dan Kiki bersamaan.

"Bentar lagi bel masuk. Gue nggak ada waktu buat nungguin kalian debat." ucap Shenina sembari menatap arloji tangannya.

"K-kita nggak perlu ikut masuk kan, kak?" tanya Kiki.

"Nggak. Urusan gue sama Athaya," jawab Shenina membuat Delisa dan Kiki menghela napas lega. Sementara Athaya menelan ludah gugup. Sebelum mengikuti Shenina, ia berbalik meminta tolong pada kedua temannya.

Kini, Athaya duduk di depan Shenina. Perpustakaan sepi, padahal biasanya jam istirahat selalu ramai siswa-siswi yang mengerjakan tugas atau menghabiskan waktu istirahatnya dengan membaca buku di sini.

"Fact buat lo, Athaya Zaura Caroline," ucap Shenina membuat Athaya menatapnya sembari menelan ludah gugup.

"Karena lo masih kelas sepuluh dan jadi admin menfes tbl, gue ingin lo ingat ini. Selama gue masih jadi anak Tunas Bangsa, gue nggak suka nama ataupun foto gue ada di menfes. Gue nggak suka ada orang lain yang sesuka hatinya pakai nama gue buat jadi bahan gosip." jelas Shenina dengan raut wajah datar namun intonasi nadanya terdengar tegas.

Perayaan Kehilangan (Shenina) | | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang