Epilog

28 4 0
                                    

Setelah banyak perayaan kehilangan yang hadir, kini waktunya bahagia untuk tampil

_Shenina Arunika_

________________

10 tahun kemudian

"BUNDA!"

"Iya, sayang.  Sebentar, bunda masih nyari anting."

Anak laki-laki yang masih baru berusia dua tahun setengah itu berdecak pelan. Selalu saja bundanya lama saat mereka akan pergi. Di depan mobil, sang papa hanya tertawa melihat anaknya cemberut kesal.

"Boy, tidak boleh berdecak sama bunda, okay? Laki-laki sejati tidak menggerutu seperti itu sama bundanya." nasihat sang papa.

"Maaf, papa." ucapnya sesal.

"It's okay." sang papa mengusap rambut anaknya pelan sembari tersenyum.

Kembali ke dalam kamar. Shenina masih mencari anting yang ia sendiri lupa dimana menaruhnya. Ia masih mempertahankan kerapihan kamarnya walaupun tangannya gatal ingin mengobrak-abrik semuanya.

"Seingetku, aku taruh di nakas. Tapi kok nggak ada?" gumam Shenina.

Lalu, mata hazel itu berbinar saat menemukan anting yang ia cari ada di meja tempatnya menaruh bunga matahari yang sudah layu namun masih tersimpan rapi.

"Ketemu!" seru Shenina senang.

Saat hendak berbalik, ia melihat sekelebat kertas yang terselip di antara bunga matahari yang layu. Ia ingat bahwa bunga matahari itu adalah pemberian dari seseorang setiap ia ulang tahun.

Karena tidak punya banyak waktu, Shenina meraih kertas tersebut dan bergegas keluar menghampiri suami dan anaknya yang sudah menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena tidak punya banyak waktu, Shenina meraih kertas tersebut dan bergegas keluar menghampiri suami dan anaknya yang sudah menunggu.

Di depan, Shenina mengulum bibirnya saat melihat putranya merajuk dengan tidak ingin menatap kearahnya.

"Boy?" panggil Shenina yang masih diacuhkan oleh putranya.

Shenina menatap kearah suaminya, mencoba meminta bantuan. Menyadari bahwa anaknya masih marah, Dirga segera beringsut menatap putranya.

"Sekala, bunda memanggil. Apa yang harus dilakukan saat ada orang yang memanggil?" tanya Dirga.

"Menjawabnya, papa."

"Good. Kalau begitu, apa yang harus Sekala ucapkan ke bunda?"

"Maaf, bunda!"

Skala memeluk Shenina erat. Shenina membalas pelukan putranya dan memberikan ciuman bertubi-tubi di pelipisnya.

"It's okay, boy. Kita berangkat sekarang?" tanya Shenina yang diangguki Sekala antuasias.

Dalam perjalanan hidup, banyak lika-liku yang Shenina hadapi sampai ia merasakan dekapan hangat keluarga kecil yang ia bangun. Dalam banyak kehilangan, Shenina tumbuh menjadi seseorang yang lebih menghargai waktu bersama. Dan mungkin karena itu, Shenina memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan menghabiskan waktu bersama dengan putranya, Sekala Aditama Dirgantara.

Perayaan Kehilangan (Shenina) | | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang