20. Temaram

23 2 0
                                    

Dunia begitu gelap karena lentera yang meneranginya satu persatu mulai padam

_Shenina Arunika_

__________________

"AAAAAAA!"

Prang

Suara teriakan dan benda-benda berjatuhan menggema di kamar apartemen. Pelakunya adalah Esya. Ia terlihat frustasi dan mengacak-acak kamar.

"Berhenti berbuat gila, Ca!"

Esya menatap laki-laki yang datang dengan nampan berisi sarapan. Ia mendekat dan hendak menampar wajah laki-laki itu, namun tidak berhasil. Laki-laki itu menarik Esya dan mendudukkannya di ranjang.

"Kenapa?"

"LO GILA, ANJING! GARA-GARA LO ERGA SAMA SHENINA GO PUBLIK DAN SEMUANYA DUKUNG MEREKA! TERUS NAMA BAIK GUE JADI TERCEMAR GARA-GARA POSTINGAN ITU!"

Laki-laki itu mengusap telinganya saat mendengar suara menggelegar dari Esya.

"Lo sendiri yang upload, Ca. Kenapa nyalahin gue?" tanyanya dengan wajah tak berdosa.

Esya semakin menjadi. Ia memukul laki-laki yang ada didepannya dengan sekuat tenaga. Melampiaskan amarah ketika ia melihat akun media sosialnya ramai komentar dari anak-anak Tunas Bangsa.

"GUE BENCI SAMA LO, KAK! BENCI BANGET!!"

"Iya, gue juga sayang sama lo!"

Ia menatap Esya yang terlihat berantakan. Wajahnya sembab, rambutnya acak-acakan, dan matanya memerah. Bahkan ia bisa melihat seberapa emosinya Esya sampai kamar miliknya berantakan seperti ini.

"Sarapan dulu, ya? Biar kamarnya gue beresin!" ucapnya sembari menepuk kepala Esya pelan.

Esya hanya diam memperhatikan laki-laki yang mulai membereskan kekacauan yang ia perbuat. Pikirannya masih kalut. Tentang reputasinya di sekolah, tentang pandangan orang lain kepadanya. Esya takut jika hal itu terjadi.

"Kenapa nggak kita bunuh Shenina?"

***

Shenina kembali ke sekolah. Tatapan yang biasanya terselip rasa takut saat berpapasan dengannya, kini mulai berubah. Banyak anak-anak Tunas Bangsa yang tersenyum saat melewatinya. Tentu hal itu membuat pertanyaan besar di benak Shenina. Dia tidak terbiasa mendapatkan sikap ramah dari orang lain.

Dug

Shenina meringis pelan saat tubuhnya bertabrakan dengan orang lain. Ia menatap seorang guru muda yang memperhatikannya. Tatapan Shenina berubah datar dan hendak pergi sebelum seruan guru laki-laki itu menghentikan langkahnya.

"Biasakan untuk meminta maaf, Shenina. Kamu sudah kelas duabelas, beri contoh yang baik untuk adik-adik kelasmu!"

Shenina membalikkan badannya menatap penuh ke guru itu. Raut wajahnya masih datar namun ada seringai kecil.

"Saya minta maaf, Sir!" ucap Shenina sembari menunduk hormat. Tanpa menunggu jawaban, Shenina kembali melangkah pergi. Dalam hati ia mengumpati guru laki-laki tadi.

Berbeda dengan Shenina, guru itu hanya tersenyum tipis sembari menatap punggung Shenina yang menghilang di balik pintu kelas.

"Let's play a game, Shenina," batinnya.

Shenina mengikuti pelajaran seperti biasa. Karena Minggu depan sudah masuk ujian akhir semester, ia harus lebih giat dari sebelumnya. Bahkan saat jam istirahat, ia hanya di kelas memakan bekalnya dan lanjut belajar.

Perayaan Kehilangan (Shenina) | | [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang