Balas dendam kepadaku jauh lebih memperlihatkan derajatmu sebagai lelaki. Tapi, balas dendam kepada orang lemah akan menjatuhkan seluruh martabatmu
_Shenina Arunika_
__________________
"Jadi, ini pelaku yang membunuh anakku?"
"Anda tidak ingin menangkapnya?"
"Kau bercanda? Dia harus membayar perbuatannya."
"Maka dari itu, Tuan saya ingin menjalin kerjasama untuk membalas perbuatannya."
Pria itu menatap bingung. "Apa dengan begitu, kesalahan anakku bisa dimaafkan?"
"Anda bercanda? Anak anda pengecut yang tidak telah merenggut nyawa nona muda kami." jawaban dingin nan menusuk itu membuat pria itu menelan ludah.
"Lalu?"
"Kita sepakati dahulu. Untuk penebusan yang harus anda lakukan, biar Tuan Willie yang memutuskan."
***
Selama hampir 2 bulan pengobatan, kini Shenina diizinkan pulang. Ia pulang ke mension Catarina karena perintah Willie. Alasannya masih sama. Ia takut Shenina akan semakin terpuruk saat berada di rumahnya yang dulu.
Saat berada di mension, Shenina kembali merasakan sepi. Suasana kehilangan begitu erat memeluknya kemanapun ia berada. Bahkan ketika ia sendirian, sepertinya kehilangan telah menjadi bagian hidupnya.
Di dinding ruang tamu, Shenina menatap figura besar yang terpasang. Ia menangis saat melihat betapa bahagianya wajah ketiga orang dalam foto itu. Foto yang tidak bisa ia lakukan lagi. Perasaannya campur aduk saat mengingat betapa hangatnya pelukan keluarganya dulu. Kini, semuanya hanya kenangan kelabu yang membelenggu Shenina. Ia harus melanjutkan hidup dengan rantai kenangan yang mengikatnya.
"Non, ada seseorang di depan ingin bertemu nona!" salah satu maid datang menghadap Shenina.
Shenina mengangguk tanpa banyak bertanya. Walaupun kepalanya berputar pertanyaan tentang siapa orang yang datang menemuinya di hari pertama ia keluar dari rumah sakit?
Langkahnya terhenti saat melihat seorang anak laki-laki berdiri diambang pintu dengan tatapan takjub. Ia bergumam sembari menatap mension dengan tatapan memuja.
"Siapa?" tanya Shenina membuyarkan lamunannya.
Seketika ia gugup saat melihat Shenina berjalan mendekat. Anak laki-laki yang datang dengan pakaian sederhana itu hanya mampu melirik Shenina lalu menunduk.
"Kamu ada perlu sama kakak?" tanya Shenina lembut. Ia menyadari kegugupan dari anak di depannya ini. Maka dari itu, Shenina berusaha untuk tidak menakutinya.
"Kakak, kak Shena?" tanyanya membuat Shenina terpaku.
Tiba-tiba debaran jantungnya menggila saat mendengar namanya keluar dari mulut anak kecil itu. Anak itu tidak menyebut Shenina, tapi ia justru menyebut Shena. Pikiran Shenina nyaris blank jika anak itu tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kak Shena, bisa ikut Alif sebentar?"
Alif. Itu adalah nama yang Shenina ketahui dari anak laki-laki ini.
"Ikut kemana?"
"Bang El..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perayaan Kehilangan (Shenina) | | [END]
General FictionTentang Shenina Arunika dan segala hal rumit dalam hidupnya. Kehilangan yang mulai menjadi bagian hidupnya sejak kecil. Tentang masalah keluarga, cinta, dan cita yang datang bersamaan. Ia harus menjadi pelindung dan obat untuk orang lain disaat diri...