"Jadi, siapa yang bisa menjelaskan?"
Keduanya terdiam. Masih sama-sama memakai pakaian tidur. Tidak ada yang berani mengangkat wajah. Tidak mau melihat wajah Herdi dan Melisa yang sama-sama menyeramkan. Kemarahan itu terlihat secara nyata.
"Arden." Herdi memanggilnya.
"Aku dan Aya cuma tidur, Pa. Enggak ada hal lain."
"Iya, tidur di kasur yang sama. Kalian itu bersaudara, astaga!" Melisa mengeluh sangking geramnya.
"Aku dan Kak Arden—"
"Kami berhubungan." Arden mendeklarasikannya, membuat Herdi menyentak diri, lalu menunjuknya penuh peringatan.
"Kamu jangan bermain-main, Arden!"
"Kami bukan saudara kandung."
"Tidak berati kalian itu lawan jenis, Arden!" Melisa membentaknya. "Jangan katakan kepada saya kalau jaket itu milik kamu. Jangan katakan bahwa semua hadiah-hadiah itu juga punya kamu, begitu?"
"Iya, itu punya aku."
"Kak." Aya melototinya, tetapi Arden telah menyakinkan diri bahwa inilah kesempatan untuk menghancurkan Melisa.
"Aku mencintai Aya."
"Kamu tidak mungkin mencintai Aya."
"Aku tidak akan tidur dengan perempuan yang tidak aku cinta."
Melisa melotot. Pupil matanya melemah seolah mengetahui kenyatannya.
"Kalian tidak mungkin melakukannya." Melisa menutup mulutnya.
"Kami sudah melakukannya."
"Itu tidak benar!" Aya bersuara keras. "Aku dan Kak Arden cuma tidur."
"Tidak hari ini, tapi kami pernah melakukannya." Arden memperjelas.
"Kakak jangan berbicara sembarangan."
"Sudahlah, Ay. Udah ketahuan juga. Bilang aja sekalian kalau kita saling cinta."
"Kalian benar-benar keterlaluan." Herdi mengatakannya sampai wajahnya memerah. Marah dan malu di saat yang sama.
"Aku bersumpah kalau itu tidak benar, Ma."
"Beginilah cara Tante merawat Aya. Memaksanya melakukan ini dan itu. Tidak pernah sama sekali memikirkan perasaan Aya."
"Kamu jangan sok tahu, Arden."
"Bukankah Aya tidak mau pindah kemari, tetapi Tante memaksanya demi menguasai harta Papa."
"ARDEN!"
"Aya bahkan tidak mau berpisah dari Ayahnya, tapi Tante memisahkannya. Tidak suka Aya memiliki seorang Ayah penjudi, tapi bagaimanapun itu tetap Ayah Aya."
"Ayah Aya sudah meninggal. Kamu jangan berbicara sembarangan."
Arden tertawa mendengar kemarahan papanya. "Loh, Aya bilang Ayahnya masih hidup. Aya tidak mungkin berbohong, karena tidak ada untungnya. Jadi—"
"Kamu merusak putri saya dan sekarang berani-beraninya kamu mengatakan hal semacam itu. Sekarang saya mengerti mengapa Ayah kamu sangat menghawatirkan hidup kamu."
"Tentu saja beliau menghawatirkannya. Saya ini putera satu-satunya, bukan benalu yang menumpang untuk hidup mewah."
"KAK CUKUP!"
Teriakan Aya mencapai langit-langit ruangan. Setelahnya keheningan mengisi ruangan.
Herdi menekan pinggangnya, menghela sebentar, lalu meneguhkan hati untuk membuat keputusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED | Step Sister
RomanceArden itu paling ganteng se-SMA Tanjuaya. Tumbuh dengan kepercayaan bahwa semua cewek menyukainya membuat Arden menjadi cowok yang gampang mematahkan hati perempuan. Sekarang targetnya adalah Gaia atau yang biasa disapa Aya. Adik tirinya sendiri ya...