28 Cium

174 9 2
                                    

Sebulan Kemudian

Hampir tidak ada yang ingat kejadian tersebut. Malah hampir tidak ada yang tahu, kecuali mereka berempat: Arden, Aya, Herdi dan Melisa.

Namun hampir tidak ada yang sama lagi. Aya mulai jarang berbicara dengan Melisa. Di meja makan mereka hanya sekedar membahas soal makanan atau sekolah. Meskipun hubungan Arden dan Herdi tidak termasuk bagus, tapi kali ini lebih parah. Papanya tidak pernah basa-basi sama sekali tentang sekolah atau apakah uang sakunya masih cukup.

Apa yang paling penting adalah perasaan Arden. Ketika ia yakin tidak mencintai Aya sebagai lawan jenis, Arden mulai ragu. Bagaimana sekarang dia merasa selalu ingin di dekat Aya. Mengamuk dan kesal setiap Aya didekati Dave ataupun laki-laki lain seolah Arden hanya mau menjadi satu-satunya.

"Tuan Puteri, kalau ada kejahatan yang pernah gue lakukan mungkin ini jawabannya."

Aya menghela pendek. Mulai malas mendengar gombalan receh yang entah bagaimana bisa terpikir oleh Arden.

"Mau denger enggak?"

"Enggak."

"Astaga, jangan gitu." Dicoleknya lengan Aya. "Tanya, dong, apa kejahatannya."

"Apa?" tanya Aya malas.

Arden membisikannya ke telinga Aya. "Mencintai Tuan Puteri."

"Kalau udah tahu itu kejahatan kenapa dilakukan? Aneh!"

"Masalah hati mana bisa dimanipulasi." Arden merobek bungkus cokelat. Disuapkannya kepada Aya.

"Kakak itu enggak suka sama aku."

"Gue yakin sekarang gue suka sama Tuan Puteri."

"Kalau alasannya gara-gara Kakak baik sama aku, semua orang juga bisa mendapatkan hati Kakak. Kakak baik sama Mira dan Sandra, bahkan Rosetta."

"Memangnya gue pernah setolol ini untuk mereka?" Arden menunjukkan dirinya. "Pakai kostum kodok cuma buat nemenin adek gue nugas. Amit-amit."

"Kalau kebaikan itu merepresentasikan seberapa cinta Kakak sama seseorang, aku enggak akan ada bedanya dengan yang lainnya."

"Kebaikan itu menurut gue paling pas untuk merepresentasikan siapa yang gue cintai. Levelnya memang beda-beda. Kalau sama Tuan Puteri sepertinya udah level 100. Gue rela melakukan apa aja."

"Gimana Mira dan Sandra? Mereka ada di level berapa sampai Kakak mau ciuman sama keduanya?"

"Astaga, itu kan kemarin."

"Kakak juga iya-iya aja diajak Sandra nemenin ke club. Itu makanya aku bilang, kalau cuma kebaikan yang Kakak jadiin tolak ukur, aku enggak akan ada bedanya sama perempuan lain. Itu bukan cinta namanya!"

Arden mencium pipi Aya. "Gemes banget kalau lagi marah-marah begini."

Aya melotot. Memperingati Arden bahwa mereka berada di keramaian.

"Enggak akan ada yang tahu." Arden tersenyum tipis.

Mereka kembali berdiri di tepi jalan. Membagikan selebaran dengan memakai kostum kodok yang panas. Namun bersama Aya membuat Arden merasa baik-baik saja.

"Tuan Puteri kayaknya jatuh cinta itu enggak baik untuk kewarasan, ya."

"Kenapa lagi?" Aya menoleh.

"Kata Dave Tuan Puteri biasa aja, tapi di mata gue Tuan Puteri paling cantik. Paling manis. Paling pengen gue peluk. Apa sekarang mata gue udah enggak berfungsi dengan normal?"

"Mungkin aja. Aku enggak secantik Mira atau Sandra."

"Tuan Puteri, bukan begitu!"

Aya mengibaskan tangan. "Udah, buruan bagiin lagi biar habis. Aku masih ada urusan lain."

RED | Step Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang