15. Murahan.
____________“Yang ini bagus, gak?”
Cella mengangkat dan menunjukkan sebuah papan lukisan berukuran sedang kearah Arnold.
Arnold menatap lukisan yang tertera sebuah gambar abstrak. Cantik, namun apakah mungkin ibunya juga menyukainya?
"Kalau lo ragu, gapapa. Kita bisa cari yang lain," timpal Cella melihat raut ragu Arnold.
Mendengar itu Arnold menggeleng pelan. "Gue ambil ini aja, kak. Soalnya Bagus, gue suka."
"Lo yakin?" tanya Cella meyakinkan.
Dengan cepat Arnold mengangguk. "Mama suka ngelukis, jadi gue yakin mama bakal suka," jelasnya.
Cella mengangguk paham, menyerahkan lukisan itu kepada Arnold dan di terima cowok itu.
"Cuma itu aja?" tanya Cella.
Arnold mengeryit. "Emang ini gak cukup untuk mama?" tanya nya bingung.
Cella tertawa kecil. "Cukup sih cukup. Cuma ya...lo gak mau ngasih hal yang lain?"
Arnold menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gue gak tau mau ngasih apalagi."
Cella menggeleng pelan, "Gunanya gue ikut sama lo apa? Ayo kesana." Lalu menarik tangan Arnold ke area yang lain dari toko. Membawa cowok itu ke bagian perhiasan.
Arnold tersentak kecil, melirik tangannya yang di genggam oleh Cella. Ia tersenyum simpul, namun senyum itu seketika sirna ketika Cella menyebut sebuah nama.
"Itu bukannya, Dargael?"
Arnold segera menatap ke arah yang di tunjuk Cella. Pintu toko itu terbuat dari kaca, hingga menampilkan sedikit luar toko.
Arnold melihat seorang cowok dengan kemeja hitam dan celana sobek di lutut, tengah memarkirkan motornya di depan toko.
Cella menatap sekilas Arnold. "Kita cari di tempat lain aja, ayo?"
Mengerutkan kening bingung, Arnold bertanya. "Kenapa?"
Arnold memang tidak tau bahwa Cella membatalkan janjinya dengan Dargael hanya untuk menemani cowok itu. Dan dengan kehadiran Dargael di tempat ini, Cella tidak ingin Dargael melihat mereka berdua dan melakukan hal yang gila lagi pada Arnold.
"Gapapa. Gue cuma gak pengen ketemu Dargael," balas Cella seadanya. Namun tatapan gadis itu tampak memohon?
"Tapi ini belum gue bayar, kak." Arnold mengangkat lukisan yang sedari tadi ia pegang.
Cella membuang napas pelan. "Yaudah. Bayar aja. Nanti kita cari kado lain di toko lain."
Arnold mengangguk, lalu berlari ke kasir yang sedikit jauh.
Cella melirik kembali ke arah pintu toko. Ia memiringkan kepalanya, namun tak menemukan keberadaan Dargael lagi.
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Dargael
Teen FictionDON'T COPY MY STORY. FOLLOW SEBELUM BACA, YA. BANYAK HAL TOXIC, HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! [17+] **** Kedatangan Characella kembali ke kota kelahiran semula adalah suatu kebahagian bagi gadis itu, karena pada akhirnya ia bisa bebas dari sifat prot...